Lihat ke Halaman Asli

Rivalitas Pilpres vs Rivalitas Muhammadiyah dgn NU

Diperbarui: 14 April 2019   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pilpres sekarang adalah pertarungan dan pertaruhan umat muslim di Indonesia. Tiap kubu saling klaim di dukung ulama atau ijtima ulama. Knpa harus ulama, kiyai, ustadz?

Jawabannya sederhana mayoritas bangsa ini muslim sdngkn ulama,kyai atau ustadz adalah simbol dr kekuatan umat dan bangsa ini. Jd dukungan ulama sangat penting. Ulama sdh jelas mempunyai basis consituen yang pasti. Maka simbol ulamalah yang digunakan.

Terlepas dr Jakarta efeck pemilu sekarang rawan akan gesekan diantara sesama muslim terutama di akar rumput sesama ormas islam terutama dua ormas besar Muhammadyah dan NU. Secara patronase politik Sudah jelas NU merapat 01 wong jelas kyai kharismatik cucu syekh imam Nawawi sebagai cawapres nya  sedangn Muhammadyah merapat ke 02 wong jelas dhanhil Azhar Pwmuda muhamdyah dan amiean Rais merapat ke sana.

Bagi saya rivalitas dalam capres dan cawapres itu hal biasa. Yang luar biasa adalah tugas para simbol pemimpin nya untuk menenangkan suasana pilpres dan menghindari komprotansi kontak produktif masyarakat bawah itu harus di apresiasi. Jd negara jgan mengandalkan keamanan TNI/polri tapi pendekatan secara persuasif kepada para pemimpin ormas masyarakat untuk menjaga pemilu damai sangat penting.

bagi saya rivalitas capres harus  belajar dari Rivalitas nu dan muhammadiyah dalam membangun negri ini yang harus di tiru. TDK hanya ujuk gigi program kerja tapi keikhlasan dan sikap berjiwa besar dlm membangun negri itu yg terpenting

NU dengan konsep  Al-muhafadhotu ala qodimi sholih, wa al-ahdu bijadidil ashlah (menjaga tradisi-tradisi lama sembari menyesuaikan dengan tradisi-tradisi modern yang lebih baik) telah menjadikan pesantren sebagai identitas pendidikan umat,  menjaga ajaran ulama klasik , para fuqoha dan sangat selektif terhadap menjaga orisinilitas pemahaman fiqih kebanyakan terpengaruh kajian imam Syafi, imam Ghazali dan asyaari.

 Kajian kitab kuning masih dijaga kiyai sebagai simbol kharismatik memiliki peran penting sebagai tauladan santri dan masyarakat.  Pesantren dan kitab klasik swbagai rujukannya sudah berkontribusi besar dalam membangun karakter budaya Islam Indonesia.

Pesantren sekarang bergerak pesat dan berkmbang jadi pendidikan modern dan  banyak menghasilkan cendikiawan muslim yang berkontribusi terhadap pemikiran negri ini seperti  ,Gusdur, Mahfud md dll.

 Begitu jg dengan Muhammadiyah terinspirasi dr surat Ali Imran 104 itu merupakan ayat perubahan yang menggerakkan Muhammadiyah untuk melakukan pencerahan (tanwir) dan pembebasan (tahrir). Ayat itu berbunyi:: waltakun minkum ummatun yad’uuna ilaa alkhairi waya’muruuna bialma’ruufi wayanhawna ‘ani almunkari waulaa-ika humu almuflihuuna. Arti harfiahnya, “hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung,”

kata al-khair dalam ayat itu memiliki tafsir sebagai sikap mengikuti petunjuk al-Quran dan Sunnah Nabi sebagai sumber hukum utama Sementara kata al-makruf, memiliki arti sebagai hasil cipta, karya dan karsa manusia yang membawa kemaslahatan, yang secara eksplisit tidak diterangkan jelas dalam al-Quran. Dan perlu ilmupengetahuan dari membaca alam semesta, sebagaimana diisyaratkan dalam wahyu pertama Nabi Muhammad, iqra’ bismi rabbika allazi khalaq.

Kalimat waulaa-ika humu al-muflihuun, bisa dipahami sebagai mereka sekelompok orang yang melakukan perubahan secara terus menerus. Sekelompok orang itu mengindikasikan pentingnya suatu wadah untuk melakukan perubahan, yaitu organisasi, seperti Muhammadiyah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline