Kota Surabaya, sebagai salah satu metropolitan terbesar di Indonesia yang berada di garis depan dalam menghadapi berbagai tantangan lingkungan yang kompleks. Polusi udara, pencemaran air, kemacetan, dan banjir, hanyalah beberapa contoh dari permasalahan yang kian hari kian merajalela. Tantangan-tantangan ini tak hanya berakibat fatal bagi kualitas hidup masyarakat, tetapi juga berkontribusi terhadap krisis iklim global yang semakin mengkhawatirkan. Menyadari urgensi ini, Pemerintah Kota Surabaya dengan penuh tekad mengusung konsep "Green City" sebagai solusi komprehensif. Green City mengacu pada sebuah kota yang menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh aspek kehidupan, mulai dari tata ruang, transportasi, energi, hingga pengelolaan sampah.
Implementasi Green City Surabaya merupakan langkah krusial dalam mengatasi tantangan lokal dan global serta mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Upaya ini membutuhkan komitmen dan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat. Implementasi Green City jawaban untuk mengatasi masalah krisis lingkungan global dan dari tingkat lokal. Setiap kebijakan pembangunan perkotaan tidak dapat berdiri sendiri dan tidak juga dilepaskan dari politik global. Namun terdapat kecenderungan yang luas dalam literatur politik lingkungan terkait tingkat pengambilan keputusan yang dianggap seolah-olah bersifat independen ((Adger et al. 2003; Shaw 2004). Akibatnya, analisis politik lingkungan cenderung berlangsung dalam isolasi sehingga muncul sedikit pertanyaan tentang imajinasi geografis yang mendukung gagasan skala otoritas politik maupun problematika lingkungan perkotaan (Bulkeley dan Betsill 2005).
Ruang serta tempat implementasi green city mewujudkan adanya keberlanjutan kota. Dalam konsepnya, tujuan lingkungan, ekonomi serta sosial dari pembangunan sebuah kota dapat dicapai bersamaan namun hanya ada sedikit kebijakan ataupun tindakan yang terkait konservasi energi di sebagian besar dokumen perencanaan strategis atau keputusan pengendalian pembangunan (Counsell 1998; Bruff dan Wood 2000). Dalam konteks politik perkotaan, rezim green city tidak hanya berorientasi membuat kebijakan yang pro pertumbuhan serta memunculkan daya saing teritorial antar perkotaan, melainkan mengajak semua pemangku kebijkan merancang kebijakan lingkungan yang membuka peuang bagi kekuatan transformatif untuk ekberlanjutan kota.
Sebagai salah satu tahapan mewujudkannya, green city kini telah dikembangkan menjadi konsep pembangunan ilmiah. Pembangunan berdasar pada konsep green city telah dikaji mampu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan milik PBB, khususnya nomor 11 dan targetnya, yaitu kota dan komunitas berkelanjutan (United Nations 2015). Tujuan pembangunna berkelanjutan yang diterapkan oleh PBB ialah sebagai aspek integral membuat masa depan lebih ramah lingkungan dan juga lebih berkelanjutan.
Green city ialah politik hijau serta rezim pertumbuhan yang mengacu pada kebijakan dan juga program-program pengendalian bumi terhadap kerusakan lingkungan akibat terjadinya urbanisasi, industrialisasi, dan eksploitasi sumberdaya alam. Surabaya pantas menjadi kota Green City karena berhasil mengupayakan peralihan menjadi kota ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Berikut upaya nyata telah digulirkan untuk mewujudkan Green City:
Ruang Terbuka Hijau yang Semakin Luas: Pembangunan taman-taman baru dan perluasan RTH di berbagai kawasan terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas udara dan mempercantik lanskap kota.
Infrastruktur Ramah Lingkungan: Jalur sepeda, bus rapid transit (BRT), dan taman vertikal hadir sebagai solusi untuk mengurangi polusi udara dan mendorong gaya hidup ramah lingkungan.
Pengelolaan Sampah yang Bertanggung Jawab: Program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) diimplementasikan untuk meminimalisir sampah dan meningkatkan daur ulang.
Penanggulangan Banjir yang Terarah: Pembangunan sistem drainase yang lebih baik dan normalisasi sungai menjadi kunci utama dalam memerangi banjir.