Sekolah yang baik, biasanya menumbuhkan animo masyarakat yang luar biasa. Di satu sisi, bisa jadi hal seperti itu patut disyukuri. Di sisi lain, kondisi tersebut memunculkan hal yang kurang baik. Contohnya, ketika penerimaan siswa baru tiba. Terlalu banyak yang berminat, - yang artinya peminat yang datang terlalu senjang jumlahnya dengan yang diterima- menyebabkan terlalu banyak orang tua calon peserta didik yang kecewa.
Kondisi seperti ini tidak luput dari pemikiran para pengelola. Mereka mempelajari kemungkinan pembukaan sekolah di wilayah yang baru. Dengan dilandasi niat baik, yakni keinginan menyalurkan keberlimpahan peminat, maka usaha menyiapkan sekolah yang diminati segera diselusuri. salah satunya dengan membuat studi kelayakan potensi dikembangkannya layanan kepada masyarakat di wilayah padat peminat itu. Baru kemudian, beragam izin kepada tempat terkait dilakukan.
Jika rezeki sesuai dengan rencana, maka tumbuhlah sekolah baru yang diharapkan itu. Seiring dengan fasilitas yang mesti dilengkapi, maka yang harus disiapkan adalah tenaga pendidik dan kependidikan yang siap tempur di wilayah rintisan itu.
Dari semua materi yang dianggap penting, ternyata pembicaraan tentang pimpinan yang diharapkan mampu memimpin sekolah baru menjadi bagian yang sangat serius dibicarakan. Hal ini dianggap wajar mengingat pimpinan sekolah adalah insan yang kelak menjadi personal utama dan menentukan baik-buruknya sekolah tersebut.
Pak Arief hadir dalam pembicaraan serius itu. Beliau mendengarkan dengan sungguh-sungguh semua pimpinan yang menyampaikan kriteria pimpinan yang dianggap baik. Semua yang hadir menyampaikan kriteria dan semuanya merupakan usulan yang baik untuk dipertimbangkan. Karena sifatnya menampung usulan, semua kriteria yang diakumulasikan terasa banyak jumlah. Ada beberapa pimpinan yang berharap sejumlah kriteria itu bisa cepat dihapal atau dipahami, sehingga disadari betul-betul oleh seluruh pimpinan, baik yang kini memegang amanah atau oleh pimpinan baru yang kelak memegang jabatan.
Di saat itulah, Prof. Arief memberikan masukan agar kriteria pimpinan itu mudah dihapal, dimengerti, dan mudah pula disadari tugas dan tanggung jawabnya . “Agar mudah, ingat saja 3 A, yakni :
1.Accountable (bertanggung jawab);
2.Acceptable (dapat diakses), dan;
3.Available (dapat bekerja).
Pemimpin sekolah yang available adalah pemimpin kompetens di bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Dia dapat menunjukkan performa terbaiknya, sehingga guru, karyawan, maupun orang tua percaya kepada kepemimpinannya. Pemimpin seperti ini menjadi panutan guru, karyawan, maupun peserta didik untuk bersama-sama membangun sekolah mencapai marwah sekolah yang diharapkan.
Pemimpin sekolah acceptable adalah pemimpin sekolah yang mudah diakses oleh setiap unsur terkait dengan sekolah yang dipimpinnya. Beberapa kegiatan koodinasi seperti guru yang bertanya terkait teknis layanan karena guru tersebut perlu bimbingan darinya bisa dilakukan. Hal tersebut terjadi karena pimpinan tersebut mudah ditemui; mudah diajak diskusi karena dirinya adalah orang yang mudah pula diajak berkomunikasi.
Pemimpin yang accountable adalah pemimpin yang mampu bertanggung jawab atas urusan yang menjadi tanggung jawabnya. Sifat tanggung jawab ini bukan sebatas berorientasi hasil, melainkan yang dipentingkan pada orientasi proses. Pemimpin yang bertanggung jawab menyadari setiap langkahnya akan berujung dengan kualitas akhir yang kelak dipertanggung jawabkannya. Dengan demiikian, pemimpin yang bertanggung jawab akan melakukan pengawalan yang intens terhadap beragam tanggung jawab yang diekspresikan dalam aneka kegiatan layanan yang menjadi tanggung jawabnya.
Ya, memang mudah diingat. Tiga criteria Pemimpin Sekolah yang baik: 3 A. Accountable (bertanggung jawab); Acceptable (dapat diakses), dan; Available (dapat bekerja).
Semoga Tuhan memudahkan pula mengaktualisasikannya dalam keseharian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H