Matahari mulai mundur perlahan dari tahtanya. Angin semilir merayu tulang untuk bergumam. Langit perlahan mengubah warna awan putih menjadi kelabu. Lalu, satu persatu rintik hujan dia teteskan. Semakin lama semakin mengguyur padang rumput dan pasir lembab. Aroma has tanah basah mulai tercium melesak hidung... Hujanpun berjaya, lengkap dengan orkestra petir dan kelap kelip club langit.
Menghitam..
Mencekam...
Perlahan hujan bosan, mungkin ia lelah berdansa di udara, letih menikmati orkestra dan club kelap kelip menakutkan..
Pergi pula ia, meninggalkan genangan dimana-mana. Sisa airnya masih sering menetes kala disentuh dahan-dahan pohon hijau. Kupu-kupu keluar dari persembunyian. Menciptakan koreografi baru dalam melodi dan akapela binatang melata, amphibi, juga serangga yang teraransemen indah dan merdu. Subhanallah...
Langit mulai cerah digelar drama putih dan jingga keemasan.
Penonton bersorak riang
dengan siulan dan kepakan sayapnya yang anggun..
Akhirnya pemeran utama muncul santun.. Tersenyum sipu, mencuri perhatian kawanan ikan yang asik berendam...
Dengan gaun indahnya ia bersimpuh, menghadap langit, bermunajat pada Rabbnya.. Berdoa dalam gerak bibir basah dzikirnya... Lalu Langit memberi jawaban..
Ia menjelma pelangi sehabis hujan.. Mengirim cinta dan kasih sayang..
Dalam cakrawala hati..
Mencoba mendamaikan bunga dan duri dalam diri sendiri...
Dan.. Badai pasti berlalu..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H