Lihat ke Halaman Asli

Indahnya Studi S1 di Perguruan Tinggi Negeri di Malaysia

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pada akhir bulan Mei 2012, saya mengikuti ISQAE (international seminar on quality and affordable education) yang diadakan oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ) bersama dengan dua universitas Malaysia (Universiti Malaya dan Universiti Teknologi Malaysia) di Jakarta. Acara pembukaan dilakukan oleh Wakil Mentri Dikbud RI yang memberikan pesan bahwa urusan pembiayaan pendidikan di negara kita hendaknya tidak dibandingkan dengan negara lain secara serampangan, apalagi dengan Malaysia [mungkin Pak Wamen dapat info wawancara Metro TV minggu sebelumnya yang menyinggung hal yang sama]. Pada masa sekarang dengan berita penerimaan mahasiswa baru muncul di berbagai media cetak dan elektronik yang kadang terasa menyakitkan, misal harus membayar uang muka/registrasi yang sifatnya “sukar-rela” dengan nominal puluhan juta rupiah yang menyebabkan sebagian warga masyarakat memang tidak akan mampu membayarnya. Tentu cerita bagaimana pola pembiayaan pendidikan tinggi di Malaysia bisa dicontoh dan siapa tahu menginspirasi Pak Wamen atau top-management PTN-PTN kita.

Di blog lain juga saya sudah berbagi sedikit tentang proses menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Malaysia sehubungan dengan selesainya latar belakang pendidikan menengahnya. Biasanya pada kuartal pertama setiap tahun, calon mahasiswa di Malaysia sudah bisa mendapatkan informasi prestasi mereka dari pendidikan pra-universitas-nya (yaitu matrikulasi atau STPM). Dengan hasil ujian itu, mereka bisa langsung melamar ke berbagai universitas negeri yang ada di Malaysia (total ada 20 buah), tidak ada lagi test akademik yang harus dilakukan, artinya pihak universitas percaya sepenuhnya dengan hasil ujian nasional (public exam) yang diselenggarakan. Sesuai dengan jurusan yang diambil, calon mahasiswa bisa melamar sampai ke delapan buah jurusan yang dikehendaki di berbagai universitas. Tentu urutan teratas menunjukkan prioritas dimana dia ingin melanjutkan studi.

Langkah selanjutnya adalah pihak Kementrian Pengajian Tinggi  dan Universitas melakukan seleksi terhadap berbagai pelamar. Pertimbangan untuk menerima calon mahasiswa tentu yang utama adalah prestasi akademik yang bagus; disesuaikan dengan daya tampung jurusan atau program yang ditawarkan, juga ada pertimbangan berdasar etnisitas dan asal daerah mahasiswa. Calon mahasiswa yang lolos ke tahapan ini dalam waktu tiga bulan kemudian akan dikirim surat penawaran (offer letter) oleh universitas yang dilamarnya. Bila didapati prestasinya cemerlang serta aktif dalam kegiatan kokurikuler, si calon mahasiswa malah mendapat offer letter tidak hanya dari satu universitas saja.

Saat ini persaingan antara universitas negeri di Malaysia sangat sengit untuk mendapatkan calon mahasiswa terbaik. Suatu kondisi yang menguntungkan calon mahasiswa berprestasi untuk dapat memilih yang terbaik dari tawaran yang diberikan. Di universitas tempat saya bekerja, calon mahasiswa S1 dirayu dengan kesempatan untuk mendapatkan beasiswa endownment (endowment scholarship) sebesar RM 12 ribu per tahun (sekitar Rp 35 juta) tanpa ikatan dan kontrak sama sekali, dengan syarat prestasinya harus sangat memuaskan (yaitu IPK > 3,67 dalam skala 0- 4). Tahun lalu sebanyak 55 orang mendapatkan beasiswa ini, dan tahun akademik 2012-2013 yang baru ini sebanyak 155 beasiswa lagi akan diberikan. Beasiswa endowment adalah sejenis dana abadi yang dikelola oleh pihak universitas yang didapat dari sumbangan staf, alumni atau institusi lainnya untuk kemajuan UTM. Diproyeksikan dalam delapan tahun ke depan, yaitu tahun 2020 akumulasi dana abadi ini akan cukup besar dan sanggup memberikan beasiswa secara penuh pada semua mahasiswa S1 yang studi di UTM.

Bila UTM menawarkan beasiswa endowment, maka Universitas Sains Malaysia (USM) lebih agresif lagi dalam menarik calon mahasiswa yang berkualitas. USM secara langsung memberikan uang tunai sebanyak RM 1000 (Rp 2,9 juta) dan RM 300 dalam bentuk voucher buku, saat mahasiswa menyatakan mendaftar ke USM. Terdapat tambahan tunai RM 1000 lagi bila si mahasiswa berasal dari Malaysia Timur (yaitu Sabah atau Sarawak). Disamping itu USM pun memberikan skim beasiswa lain, walaupun tidak sehebat yang ditawarkan UTM.

Setelah si mahasiswa menyatakan menerima dan daftar di universitas pilihannya, tentu urusan biaya kuliah selain dua kasus di atas tadi potensial bikin puyeng. Apalagi asumsi biaya pendidikan tinggi tentu lebih tinggi dari pendidikan sebelumnya. Namun rata-rata universitas negeri di Malaysia tidak menerapkan biaya masuk yang “sukar-rela” ataupun menetapkan biaya kuliah yang mahal, biaya kuliah yang harus dibayar per semesternya rata-rata berada di kisaran RM 1200. Biaya tersebut cukup dibayarkan sekali saja, dan tidak ada embel-embel tambahan lain yang harus dibayar karena pihak kampus atau fakultas ‘lupa’ menghitung biaya ‘tak terduga’.

Bila kita membandingkan dengan unit cost mahasiswa di Malaysia dengan uang kuliah yang dibayarkan terlihat bahwa begitu besar subsidi diberikan oleh pemerintah Malaysia. Dalam setahun, biaya kuliah sekitar RM 2400; sedangkan unit cost untuk satu orang mahasiswa per tahun kalau di UTM adalah RM 21000. Ini artinya negara menanggung subsidi sampai 88,5% dari biaya real yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa lokal.

Tentu saja biaya pendidikan tinggi tidak hanya uang kuliah; karena letak universitas yang jauh dari rumah, maka si mahasiswa harus menyediakan dana untuk pemondokan dan makan disamping beli buku dan keperluan studi lainnya. Dan biaya ini tentu memberatkan bagi warga negara yang belum punya penghasilan, baik di Indonesia juga di Malaysia. Untuk membantu mahasiswa ini pemerintah Malaysia mempunyai institusi yang fokusnya memang memberikan bantuan finansial dalam bentuk student loan. Nama lembaganya adalah PTPTN (perbadanan tabung pendidikan tinggi nasional) yang merupakan badan khusus dibawah Kementrian Pengajian Tinggi Malaysia yang menguruskan pinjaman mahasiswa ini.

Jadinya kesulitan keuangan bukan menjadi kendala tidak bisa melanjutkan kuliah S1 kalau di negeri jiran. Karena mahasiswa yang sudah terdaftar secara resmi di satu universitas negeri, bisa langsung mengajukan pinjaman ke PTPTN tanpa agunan sama sekali. Cukup melampirkan syarat administratif seperti bukti sebagai mahasiswa dan membuka rekening bank, maka pinjaman yang dipergunakan untuk biaya kuliah dan biaya hidup selama studi terjamin sampai lulus. Uang dari PTPTN diberikan setiap semester dan jumlah yang diterimanya adalah RM 3500 langsung ke rekening mahasiswa; namun jika si mahasiswa berasal dari keluarga mampu seperti anak pengusaha atau dosen, maka jumlah maksimal pinjaman adalah setengah dari jumlah tadi. Bila si mahasiswa menyelesaikan S1 dalam kurun waktu empat tahun, maka total pinjaman yang harus dikembalikan adalah RM 28 ribu. Tentu karena ini pinjaman maka terdapat bunga yang harus dibayar yaitu 3% per tahun, aturan yang baru menyebutkan bahwa si peminjam bisa mendapatkan keringanan bunga menjadi hanya 1% per tahun bila mengajukan dan memenuhi syaratyang ditetapkan.

Sejak didirikan tahun 1997, PTPTN telah membantu pembiayaan pendidikan sebanyak 1,3 juta mahasiswa lebih yang studi di Malaysia atau di luar negeri. Data terakhir menunjukkan setiap tahunnya PTPTN menyediakan dana RM 5,8 milyar untuk diberikan kepada 210 ribu mahasiswa per tahunnya. Total akumulasi pinjaman yang sudah diberikan sejauh ini adalah RM 24 milyar dan sekitar RM 2,3 milyar sudah mulai dikembalikan oleh peminjamnya. Dengan tersedianya PTPTN ini tidak susah untuk melihat bahwa angka partisipasi pendidikan tinggi Malaysia sudah cukup tinggi yaitu 41% (bandingkan dengan Indonesia yang setengahnya pun tidak), walau  masih dibawah standar negara maju yang 50%.

Tentu yang menjadi pertanyaan bagaimana kalau peminjam itu kabur atau tidak berniat baik mengembalikkan. Disinilah untungnya mempunyai sistem administrasi kependudukan yang baik dan teratur, dimana identifikasi tunggal akan memudahkan pelacakan kepada setiap warga negara yang meminjam tapi lupa mengembalikkan. Bila peminjam sudah bekerja atau mempunyai penghasilan tetap lainnya, maka pihak PTPTN akan meminta majikan atau kantor pajak memotong penghasilan sesuai kemampuan untuk mencicil PTPTN tersebut. Bila memang membandel tidak membayar akan membawa konsekwensi tidak boleh keluar negeri (dicekal), hal ini pernah dialami oleh rekan dosen yang orang Indonesia, yang akan membawa kontingen Malaysia untuk satu pertandingan ilmiah, namun salah satu pesertanya tidak diijinkan berangkat ke luar negeri karena ketahuan sejauh ini belum menunjukkan niat baik mau membayar cicilan PTPTN-nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline