Lihat ke Halaman Asli

Mencumbu Bidadari Masa

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

$uasana pagi yg lain dengan dihiasi jemari awan, mnggulung tirai mendung, membuka tirai rintik gerimis yg menyela geramnya musim kemarau dan menyambut datangnya putik musim semi. Terlihat sekeliling tangkai-tangkai pepohonan dan rerumputan yang menguning sirna di telan oleh merintisnya daun muda yg hijau layu, seakan malu-malu oleh sinar mentari, merubah gersangnya suasana alam menjadi nyanyian yg sejuk. Angin-pun tak merasa lelah,terus.....dan terus menghela sepoi ilalang tua yg menari bagai bintang kejora.

$emakin lama,waktu terasa semakin merdu mendendangkan alur gerimis yg perlahan menyirami ruang bumi yg tandus itu. Bagai telaga langit mengering berselimut rona berhawa hampa. Seakan awan hitam berlalu pergi begitu saja melanjutkan pelayarannya diatas angkasa. Di antara bias-bias kabut yg telah tebal,terlihat cahaya sendu menari bersama gerimis yg masih bertebaran diatas syahdunya bumi. Aku lantunkan arah kaki mengitari masa yg terus berjalan diantara berputarny roda bumi. Ada sebuah keterangan yg mengatakan; "Carilah dunia sebanyak mungkin,seakan kau akan hidup selamanya". Dari situ ku beranjak mencari hidup sejati,yg orang bilang jati diri. Namun, aku masih bimbang untuk menuju tangga hari. Karena ku yakin dalam suatu masa akan ada api menjilati dahaga hatiku. Begitu pula waktu-waktu hidup,ku yakin terasa cepat dan takkan kusadari di setiap detiknya. Sedang yg akan terasa di esok hari adalah kenangan dan sangat mungkin "PENYESALAN".

_____________

Baca juga di bawah ini ya...:

1. Antar Agama Saling Menyesatkan, Bisakah Toleransi Antar agama Terwujud?

2. Tentara Salib Abad 21




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline