Lihat ke Halaman Asli

Ofi Sofyan Gumelar

TERVERIFIKASI

ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Migrasi TV Digital: Mengusir Semut dari Layar Kaca

Diperbarui: 20 Agustus 2021   18:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi TV Digital (Sumber: dokumentasi pribadi)

Bersih, jernih dan canggih. Begitu klaim pemerintah dalam mengkampanyekan migrasi siaran televisi analog ke siaran televisi digital. Jaminan kualitas tayangan yang mumpuni menjadi keunggulan televisi digital. Apakah hanya itu keuntungannya? 

Setiap berkunjung ke rumah mertua, saya kerap jengkel apabila menonton televisi. Televisi di sana hanya dapat menayangkan sinyal dari dua stasiun televisi swasta, sisanya tak tertangkap. Itu pun kondisi gambarnya berbintik semut,  berbayang dan suaranya berbunyi kresek-kresek. Padahal televisinya sudah model terbaru, flat tv. Mertua juga sudah memasang antena luar yang lumayan tinggi. Antenanya sudah diputar sana putar sini, tetap saja gambarnya jelek.

Tangkapan layar TV di rumah mertua, hanya 2 siaran stasiun TV yang tertangkap dengan kondisi gambar penuh noise (sumber: dokumentasi pribadi)

Masalah yang dihadapi mertua saya adalah masalah klasik yang terjadi hampir di banyak daerah. Pertanyaannya, kok bisa kualitas gambar televisi tersebut penuh semut dan berbayang?  

Hal ini terjadi karena siaran televisi di Indonesia masih menggunakan sistem analog. Sinyal TV analog dipancarkan melalui sinyal radio yang terbagi format video (gelombang FM) dan audio (gelombang AM) yang sangat tergantung pada jarak dan kondisi geografis. Semakin jauh suatu daerah dari stasiun pemancar televisi, signal yang diterima semakin lemah. 

Solusi saat ini kalau mau bagus harus mengeluarkan biaya lebih. Berlangganan layanan televisi berbayar, menggunakan televisi satelit ataupun TV streaming internet. 

Jujur saja, saat ini saya berlangganan tv berbayar demi mendapatkan kualitas gambar yang bagus. Sinyal televisi di rumah saya kurang bagus sehingga kualitasnya tak berbeda dengan mertua kalau menggunakan antena televisi biasa.  Akan tetapi, berlangganan televisi berbayar juga ada kekurangannya. Terkadang dengan alasan hak siar, saya tak dapat menikmati acara tertentu yang disiarkan oleh suatu stasiun televisi. 

Demi gambar yang jernih, saya harus berlangganan TV berbayar (sumber: dokumentasi pribadi)

Kalau dihitung-hitung, sudah 60 tahun siaran televisi di Indonesia mengudara, tapi sampai sekarang masih banyak masyarakat yang belum dapat menikmati siaran televisi dengan gambar yang jernih. Padahal televisi masih menjadi andalan masyarakat sebagai sumber informasi maupun hiburan.  Survey tahun 2015 yang dilakukan Kementerian komunikasi dan informatika (Kemenkominfo) menyebut bahwa 86,7% rumah tangga Indonesia memiliki televisi, terbanyak dibanding perangkat TIK lainnya. Data ini diperkuat dengan survey AC Nielsen tahun 2017 yang menunjukan penetrasi televisi sebagai media utama masyarakat mencapai 96 persen. Kemudian, Survey IDN Research tahun 2019 menyebut bahwa 89 persen penduduk usia milenial di Indonesia memilih televisi sebagai media yang paling banyak dikonsumsi.

Televisi masih menjadi perangkat TIK terbanyak yang dimiliki masyarakat (Sumber: Kemenkominfo)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline