Lihat ke Halaman Asli

Ofi Sofyan Gumelar

TERVERIFIKASI

ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Membaca Kritik Seno yang Menggelitik dalam Dunia Sukab

Diperbarui: 23 Januari 2017   11:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cover Buku Dunia Sukab (Sumber: Dokpri)

Bahwa sastra bisa digunakan sebagai alat untuk mengkritisi realita yang terjadi di dunia nyata, telah banyak terbaca pada beragam karya sastrawan. Melalui Sukab, Seno Gumira Ajidarma seolah mengimplementasikan sumpahnya: "Ketika Jurnalisme dibungkam Sastra harus bicara" dalam beragam cerita pendek yang ditulisnya.

Saya ingat, pertama kali mengenal Sukab pada medio tahun ‘95-an. Saat itu saya menemukannya dalam cerita pendek berjudul Sukab Ingin Menjadi Tentara yang dimuat di majalah Hai. Waktu itu, saya yang masih anak SMP tak begitu tahu siapa itu Seno Gumira Ajidarma, penulis cerita pendek ini. Yang jelas, saat itu saya sedikit faham cerita pendek ini menyentil hegemoni tentara di masa itu yang begitu powerful hadir dalam beragam aspek kehidupan di negeri ini.

Saya pikir tokoh Sukab hanyalah tokoh yang ditulis sekali saja di cerita pendek itu. Ia hanya sebuah nama yang diambil sang penulis untuk tokoh utama di cerita tersebut saja. Sampai kemudian saya bertemu kembali dengan Sukab di koran Kompas minggu, sekitaran tahun 97-an dalam cerpen Selamat Malam Duhai Kekasih. Barulah kemudian saya tahu, Sukab bisa bermetamorfosis menjadi beragam tokoh, sebagaimana di cerpen ini ia menjadi seorang suami yang memiliki seorang isteri yang setia namun tetap kepincut pada artis dangdut bahenol di kampungnya.

Saya kemudian menemukan kembali Sukab-Sukab yang lain dalam buku Dunia Sukab yang diterbitkan pertama kali oleh Noura Books pada Agustus tahun lalu. Saya bernostalgia kembali ke masa dua puluh tahun lalu ketika membaca cerpen Selamat Malam Duhai Kekasih di buku ini, namun saya juga menyayangkan ketiadaan Sukab Ingin jadi Tentara disini. 

Setidaknya, dalam catatan Seno di intro buku ini, cerpen ini sedikit disinggung ketika Seno menyebut dalam beragam karakternya, Sukab pernah menjadi remaja berusia 17 tahun. Dan saya dengan pedenya haqul yakin bahwa yang dimaksud olehnya adalah Sukab yang pertama kali saya kenal lewat majalah Hai itu.  

Sejatinya, buku Dunia Sukab ini adalah cetak ulang dari kumpulan cerita pendek karya Seno Gumira Ajidarma yang pernah dirilis penerbit buku Kompas pada tahun 2001. Seperti yang ditulis editor penerbit Noura Books pada pengantar buku ini, mereka sengaja mencetak ulang demi memperkenalkan karya sastrawan besar bangsa ini pada generasi milenial saat ini.

Saya sepakat, ditengah kemunculan beragam penulis muda di negeri ini, penikmat buku fiksi masa kini perlu tahu juga karya-karya dari para penulis senior. Mungkin banyak pembaca buku yang telah mengenal sosok Seno, tapi berapa banyak diantara mereka yang telah membaca karya-karyanya? 

Lewat Dunia Sukab, generasi milenial bisa belajar mengenai potongan-potongan sejarah masa lalu yang terekam pada beberapa cerita pendek di sini, yang kemungkinan besar mereka sendiri belum lahir pada saat ceritanya dibuat. Beberapa cerita bahkan bisa membuka mata kita akan realitas sosial maupun politik yang terjadi saat ini mengingat beberapa kisah terasa masih masih relevan dengan kondisi bangsa terkini.

Ada 17 cerita pendek Sukab yang disajikan dalam buku Dunia Sukab ini. Usia ceritanya membentang mulai dari tahun 1982 hingga tahun 2000. Rentang waktu yang panjang bisa menyajikan beragam kisah di negeri ini melewati jaman yang dilaluinya dengan beragam tema, mulai dari politik hingga sosial tersaji disini. Dari hal-hal yang serius hingga remahan dituturkan Seno melalui tokoh Sukab-nya.

Sekali waktu Sukab menjadi seorang lelaki perebut isteri orang, dilain cerita ia bisa menjadi seorang suami yang ngebet pada artis dangdut. Ia pernah nyalon di pemilukada dengan beragam retorika janji manisnya, namun ia juga pernah juga menjadi korban salah sasaran interogasi tentara. Ada Sukab yang punya tetangga preman bertato yang kemudian hilang secara misterius, ada pula Sukab yang sering bermain gaple dilokasi bekas kerusuhan besar dimana tiap malamnya rutin terdengar jerit kesakitan arwah gentayangan para korban kerusuhan tersebut.

Soal kemampuan Seno bertutur, rasanya tak perlu dikomentari. Di tangannya, beragam episode kehidupan bisa diolah menjadi cerita yang sangat apik. Beragam teknik, alur cerita serta terkadang ending cerita yang tak terkira menjadi kejutan-kejutan yang bakal ditemui dari seluruh cerita di buku ini. Ia juga begitu mudah menyisipkan kritik yang menggelitik dalam ceritanya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline