Sebagai komoditas yang sangat melimpah di negeri ini, Minyak dan Gas (migas) memiliki andil yang sangat besar dalam pembangunan bangsa Indonesia. Dalam kurun waktu 70 tahun sejak kelahirannya, Indonesia saangat bergantung pada sektor ini untuk menopang pembiayaan pembangunannya. Kontribusi sektor migas yang mencapai 50 persen dari total pendapatan negara, telah menjadikan sektor ini memegang peranan penting sebagai tulang punggung perekonomian bangsa. Meminjam istilah Purnomo Yusgiantoro, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Peranan Sektor Migas bangsa ini layak disebut sebagai engine of gowth.
Mengingat kontribusinya yang sangat vital ini, maka dibutuhkan lembaga yang berwenang untuk mengendalikan dan mengatur aktivitas industri migas di Indonesia. Tugas ini kemudian diemban oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas).
Hari ini, Jum’at (28 Agustus 205) saya beruntung diajak oleh Kompasiana untuk ikut nangkring bareng SKK Migas. Ini kesempatan bagus untuk mengeksplorasi soal pengelolaan industri migas oleh lembaga negara ini. Bertempat di Ruang Serba Guna SKK Migas, Gedung City Plaza Kompleks Wisma Mulia, Jakarta, saya dan para kompasianers diberi kesempatan untuk menyimak pemaparan Bpk. Elan Bintoro, kepala Humas SKK Migas. Acara ini juga dilanjutkan dengan tur ke Emergency Response Center (ERC) untuk mengetahui bagaimana management crisis industri hulu migas.
Diawal pemaparannya, Pak Elan menyampaikan bagaimana tantangan SKK Migas saat ini menjadi demikian berat. Ini karena sektor migas menjadi penunjang berbagai aktifitas bangsa ini, termasuk aktifitas perekonomian. Bisa dimengerti, sekarang apa sih yang tidak butuh energi? Mulai dari listrik yang sangat dibutuhkan mensuplai berbagai alat elektronik, energi untuk menjalankan berbagai alat produksi, atau energi untuk menunjang sektor transportasi.
Memperhatikan pemaparan Pak Elan, saya menangkap bagaimana beliau berusaha mengurai bagaimana kontribusi mereka terhadap bangsa ini. Asal tahu saja, sektor migas masih menjadi penyumbang terbesar bagi pendapatan negara, setelah sektor pajak. Kontribusi mereka terlihat dari 3 fungsi SKK Migas terhadap bangsa ini. Fungsi SKK Migas ini meliputi:
- sebagai sumber bahan bakar/energi bagi rakyat; termasuk penggunaanya dalam energi rumah tangga, transportasi maupun mendukung industri rakyat.
- Sebagai penyumbang pendapatan negara, yang berasal dari gross revenue/lifting dan cost recovery
- Multiflyer Effect, seperti tingkat konten dalam negeri seperti penggunaan alat-alat, tenaga kerja yang harus berasal dari dalam negeri, serta transaksi yang dilakukan melalui bank lokal.
Yang menarik, saya mencatat dari pemaparan beliau ada beberapa persepsi keliru yang coba diluruskan dalam kompasiana nangkring saat ini, atau meminjam istilah Jaya Suprana, disebut kelirumologi.
Kelirumologi pertama yang coba diluruskan adalah soal banyaknya uang yang berseliweran di SKK Migas. Persepsi ini muncul dari fakta bahwa industri ini memang sangat gemuk modal. Ditambah dengan kasus suap pimpinan SKK Migas terdahulu, menjadikan persepsi ini semakin menguat. Padahal ini keliru, dimana Pak Elan menyebutkan bahwa soal transaksi revenue kontraktor langsung disetor kepada Kementerian Keuangan, tanpa melalui SKK Migas terlebih dahulu. Jadi, apanya yang berseliweran?
Soal boros biaya juga perlu diluruskan. Ada anggapan untuk biaya eksplorasi menjadi tanggung jawab negara, pdahal ini salah. Biaya eksplorasi dibebankan pada perusahaan kontraktor. Apabila ternyata ladang kosong, tentu yang rugi adalah kontraktor.
Berikutnya, soal royalnya memberikan konsesi eksplorasi ladang migas pada perusahaan asing. Ini juga sebenarnya tidak terlalu benar. Dengan menyebutkan fungsinya untuk menghadirkan multiflyer efect diatas, kontraktor asing juga diharuskan menggunakan tenaga kerja asli Indonesia, menggunakan berbagai peralatan bermuatan Indonesia, serta transaksi keuangan mereka yang harus menggunakan bank lokal. Ini tentu membuka lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia, serta membantu meningkatkan nilai transaksi di Bank Lokal.
Kelirumologi terakhir mungkin soal tanggung jawab pengelolaan industri migas. Banyak orang yang mempunyai persepsi bahwa soal pendistribusian juga menjadi tugas mereka. Tentu ini salah, karena tugas SKK migas meliputi eksporasi, sampai dengan produksi. Sementara soal pendistribusian menjadi kewenangan lembaga lain.
Dibalik itu, tentu saja ada banyak hal yang bisa didapat dari nangkring kali ini. Satu hal yang pasti, ternyata tanggung jawab SKK Migas sangat besar untuk menjamin perekonomian bangsa ini tetap melesat. Well, buat saya sih yang pasti saya jadi mengerti bahwa semua persepsi keliru seperti diatas ternyata salah. Kamu?