Bicara soal Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tentu tidak bisa lepas dari peranannya sebagai penjaga budaya bangsa. Sebagai sebuah miniature kecil dari Indonesia, Taman Mini menyajikan beragam budaya suku bangsa yang ada di Indonesia. Bukan hanya berfungsi sebagai wahana pendidikan, tapi juga lebih dari itu, TMII berfungsi sebagai perekat budaya bangsa.
Tapi benarkah Taman Mini berhasil menjalankan fungsinya sebagai perekat budaya bangsa? Saya adalah satu dari sekian banyak orang yang percaya bahwa Taman Mini telah berhasil membuka mata hati anak bangsa untuk mencintai budaya bangsanya, setidaknya pengalaman pribadi saya menunjukkan seperti itu. Ini adalah sekelumit kisah tentang itu.
***
Suatu hari di bulan Juni 1992. Anak itu begitu kegirangan ketika bus yang membawanya dari kampung halamannya di Purwakarta memasuki areal parker Taman Mini Indonesia Indah. Anak usia kelas 5 SD itu begitu bangga bisa menjejakkan kakin bisa di lokasi ini. Kini ia bisa menikmati tempat wisata yang banyak di bahas di buku IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) di kelasnya. Sebelumnya, selain dari buku pelajaran, ia banyak membaca ulasan TMII dari buku RPU (Rangkuman Pengetahuan Umum).
Dari buku RPU-lah ia banyak tahu jika di TMII ada beragam anjungan rumah adat dari 27 propinsi yang ada di Indonesia, lengkap dengan segala hal yang menyangkut budaya suku bangsa yang ada di propinsi tersebut. Mulai dari baju adat, senjata tradisional maupun alat keseniannya.
Tapi tak bisa dipungkiri, magnet terbesar baginya untuk mengunjungi taman mini adalah kereta gantung dan theater IMAX Keong Mas. Kedua wahana tersebut seolah menjadi tempat favorit bagi semua orang yang pernah ke sana. Setidaknya dia banyak mendengar kehebohan cerita teman-teman dan tetangganya mengenai pengalaman mereka sewaktu mencoba kedua wahana tersebut. Kini, ia akan mengalaminya sendiri. Minimal, rasa penasaran itu bisa hilang.
[caption id="attachment_376042" align="aligncenter" width="300" caption="Bergaya di depan Keong Mas, 1992"][/caption]
Namun, dibalik rasa penasaran akan sensasi mencoba wahana kereta gantung atau nonton film di keong mas, ada satu hal yang membekas baginya sepulang dari Taman Mini. Entah mengapa saat ia mengunjungi anjungan salah satu provinsi di pulau jawa, ia begitu terkesan. Setidaknya, sepulang dari tempat ini anak tersebut mau ikut berpartisipasi dalam parade budaya pada acara upaara akbar 17 agustusan di tingkat kecamatannya. Buktinya, ia mau saja ketika disuruh mengenakan pakaian adat khas Jawa Tengah, entah kenapa ia begitu terkesan sehabis melihatnya di anjungan jawa Tengah.
[caption id="attachment_376043" align="aligncenter" width="300" caption="Ikut Pawai budaya Acara 17-an"]
[/caption]
Ya, anak kecil itu adalah saya. Pengalaman masa kecil tersebut memang begitu samar-samar bagi saya. Ingatan yang masih berbekas kurang lebih seperti itu, pengalaman ikut acara 17an sewaktu SD memang karena saya begitu tertarik dengan budaya Jawa Tengah tersebut, sehabis mengikuti study tour ke taman mini.
Selain itu? Ingatan yang masih berbekas mungkin bagaimana susahnya untuk naik kereta gantung. Seingat saya, dulu antriannya panjang banget. Tapi, ini sepadan dengan sensasi ketika melintas di atas gugusan pulau nusantara di sana.
***
Kamis, 26 Maret 2015. Hari itu, saya kembali mengunjungi Taman Mini. Ini sebenarnya bukan disengaja. Saya dan istri hanya mendampingi Heidi, anak saya yang baru kelas 1 SD, yang sedang study tour ke sana. Selain memang wajib mendampingi anak, ada sedikit rasa penasaran juga di hati. Sudah sejauh mana perkembangannya?
[caption id="attachment_376049" align="aligncenter" width="300" caption="Kembali Ke Taman Mini"]
[/caption]
Setelah sekian tahun berlalu sejak study tour jaman SD seperti cerita diatas, tentu ada banyak perubahan di sana. Taman Mini pastinya sudah bertransformasi mengikuti perkembangan jaman, wahananya bukan hanya anjungan atau keong mas saja, tapi ada beragam fasilitas lain di sana. Yang sering saya dengar, ada Snow bay di sana, yang dibangun ketika era waterboom-waterboom begitu marak di bangun di kota-kota besar. Katanya ada juga theater 4D, yang mungkin lebih canggih dari Theater IMAX Keong Mas.
[caption id="attachment_376045" align="aligncenter" width="300" caption="Berpose di Istana Anak, 2015"]
[/caption]
Ini seperti pengulangan sejarah, pengalaman masa kecil mengunjungi taman mini saya turunkan ke Heidi. Sebagai orang tua yang baik, saya ceritakan tentang betapa serunya mengunjungi tempat ini. Cerita soal ikon taman mini, kereta gantung dan keong mas, atau anjungan-anjungan yang akan dikunjungi disana. Entahlah, apakah dia sama girangnya dengan saya ketika akan berangkat ke sana.
[caption id="attachment_376048" align="aligncenter" width="300" caption="Berpose di Museum Transportasi"]
[/caption]
Tentu banyak keceriaan yang ia temui disana. Namun satu hal yang saya cermati adalah bagaimana kesan yang dia dapatkan setelah berkunjung ke sana. Yang jelas, sepulang dari taman mini, dia merengek ingin melihat pertunjukan tarian tradisional. Ceritanya, sewaktu mengunjungi anjungan Jawa barat mungkin dia mendapat informasi tentang tarian jaipong atau tari tradisional lain di sana. Rasa penasarannya terbawa sampai pulang, mengingat hari itu memang tidak ada penampilan budaya di anjungan-anjungan di sana.
Beruntung, di kota Purwakarta setiap malam minggu selalu diadakan acara Purwakarta Kuliner Night, yang dikombinasikan dengan pentas seni dari berbagai sanggar yang ada di sana. Berlokasi di depan pelataran Gedung Kembar, pentas ini selalu menampilkan tarian jaipong ataupun tari merak di sana. Untuk menuntaskan rasa penasarannya, akhirnya saya bawa saja ke sana. Terbukti, Heidi begitu terkagum-kagum akan penampilan para penari jaipong, dan yang paling membuat tercengang adalah dia meminta untuk belajar tarian tersebut. What?
[caption id="attachment_376052" align="aligncenter" width="300" caption="Pentas Tari Tradisional di Purwakarta Kuliner Night"]
[/caption]
***
Kedua kisah lintas generasi diatas adalah bukti betapa Taman Mini Indonesia Indah memang berhasil menjalankan visinya sebagai perekat budaya bangsa. Ia tidak hanya memberi gambaran visual tentang budaya Indonesia, tapi ia juga telah sukses membius hati pengunjungnya untuk mencintai budaya bangsa tersebut. Ia telah menanamkan rasa cinta dan rasa bangga terhadap tanah airnya.
Tentu saja, di tengah gempuran budaya pop dari negeri luar seperti saat ini, rasanya wajar jika saya berharap Taman Mini Indonesia Indah terus berperan dalam upaya menjaga budaya bangsa agar tetap terjaga.
Selamat Ulang tahun Taman Mini Indonesia Indah yang ke-40.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H