Lihat ke Halaman Asli

Ujang Ti Bandung

TERVERIFIKASI

Kompasioner sejak 2012

Apakah Agnostik Bisa Netral dari Kepercayaan?

Diperbarui: 16 Juni 2024   12:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Images : SlideShare

Kalau saya nilai agnostik adalah orang yang berusaha ingin memposisikan diri sebagai tidak ingin punya kepercayaan apapun dan tidak berupaya untuk mendalami kepercayaan apapun atau mengambil sikap menentang kepercayaan apapun (karena kalau menentang suatu kepercayaan maka ia akan jatuh pada memiliki kepercayaan juga)

Tapi untuk menjadi agnostik pun ternyata bukan tak perlu acuan atau prinsip dasar dimana dengan acuan yang ia pegang itu ia berupaya memposisikan diri sebagai agnostik

Menurut saya seorang agnostik akan berupaya untuk tidak jatuh pada bentuk kepercayaan tertentu atau menentangnya dengan berpegang pada apa yang bisa manusia capai sebatas pengetahuannya sebagai manusia.Agama ia tolak karena dianggap bukan berdasar ilmu pengetahuan manusia yang bersifat umum.Atau,bila suatu kepercayaan dianggap ada diluar batas ilmu pengetahuan manusia yang umum maka ia akan menolaknya.Maka sebab itu seorang agnostik mungkin akan sangat berpedoman pada pencapaian manusia di bidang sains

Maka seorang agnostik akan memposisikan diri sebagai "tidak tahu dan tidak berupaya menjawab" apa yang sains tidak mengetahui atau tidak menjawabnya

Tapi tahukah anda bahwa betapapun seorang agnostik berupaya "netral" dari kepercayaan tanpa sadar iapun akan jatuh pada sesuatu yang sebenarnya adalah "kepercayaan"

Saya mencoba analisis pandangan seorang agnostik yang ada dalam podcast Deni Sumargono

Pertama,dalam menilai agama si agnostik  memakai narasi pemahaman evolusionis yang menganggap agama sebagai hasil produk budaya berpikir manusia

Menurut saya untuk level agama agama hasil budaya atau filosofi manusia itu bisa klop-masih dapat difahami,Tapi tidak cocok ketika acuannya adalah agama wahyu karena agama wahyu dasarnya adalah firman atau ajaran Ilahi yang diwahyukan dan bukan produk hasil budaya berpikir manusia.Jadi kesalahan narasi evolusionis adalah tidak membuat perbedaan antara agama wahyu dengan agama hasil budaya berpikir manusia

Kedua,pandangan yang saya soroti adalah ketika si agnostik mengatakan bahwa semua berasal dari ketiadaan dan akan kembali kepada ketiadaan.Artinya setelah manusia mati maka semua selesai tanpa ada kelanjutannya.Menurut saya inipun adalah sebuah iman atau kepercayaan dan sama sekali bukan sesuatu yang diambil berdasar hasil pengukuran terukur sebagaimana yang selalu jadi acuan si agnostik (si agnostik selalu klaim berpijak pada hal hal yang "terukur" meniru prinsip saintifik)

Mengapa soal pasca kematian bukan sesuatu yang bisa diambil berdasar hasil penilaian terukur ? Ya karena apa yang terjadi sesudah mati secara empiris terukur itu tidak dapat diketahui.Semua manusia mau teis,ateis atau agnostik tak ada yang mengalami apa yang terjadi sesudah mati.Jadi apapun pandangan orang terhadap pasca kematian itu sifatnya adalah iman atau kepercayaan.Nah kalau dasarnya iman maka tinggal dinilai mana iman terhadap pasca kematian yang paling masuk akal.Disini berbagai argumentasi versi teis,ateis dan agnostik tentunya akan dinilai

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline