Lihat ke Halaman Asli

Ujang Ti Bandung

TERVERIFIKASI

Kompasioner sejak 2012

Perihal Kemandirian Akal dari Ketergantungan Mutlak pada Input Dunia Indrawi

Diperbarui: 1 Juli 2020   21:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Images : Jalan Akhirat.wordpress.com

 Ini adalah lanjutan dari tulisan kemarin perihal kemandirian akal dari ketergantungan secara mutlak pada input dunia inderawi

Ketika seorang atheis menulis di medsos 'langsung percaya adalah suatu kebodohan dan melihat dulu baru percaya maka itu adalah ciri akal sehat'

Dan saya langsung menanggapi dengan membuat tulisan yang intinya menekankan bahwa prinsip demikian atau prinsip 'lihat dulu baru percaya' adalah prinsip yang melemahkan akal, prinsip yang membuat akal terpenjara oleh prinsip empirisme. Prinsip yang membuat akal menjadi sempit, prinsip yang membuat akal nerada dibawah dominasi dunia inderawi.

Tapi diluar dugaan reaksi muncul atas pandangan saya tersebut,seseorang menyanggah pandangan saya dan berkata apa yang salah dengan pernyataan (diduga) ateis tersebut ?

Memang benar prinsip 'lihat dulu baru percaya' itu dari satu sisi bukanlah prinsip yang salah dan banyak digunakan orang di zaman ini misal oleh seorang yang hendak membeli barang atau sedang mengejar suatu berita yang memerlukan verifikasi empiris atau intinya digunakan oleh semua orang yang sedang mencari atau mengejar ngejar kebenaran yang bersifat empiris.

Artinya prinsip 'lihat dulu baru percaya' itu berlaku di dunia ilmu empirik yang acuan atau parameternya memang adalah kebenaran empiris,dan dalam dunia sains prinsip demikian malah menjadi suatu postulat yang menjadi kewajiban untuk dipegang sehingga sesuatu tidak bisa disebut benar apabila belum terbukti secara empirik atau tak layak dipercaya bila bukti empiriknya tidak ada.

Pandangan sains ini wajar dan benar sebab yang dikejar sains adalah murni hanya kebenaran fisik-empirik dan bukan kebenaran metafisis,bukan kebenaran rasional, bukan kebenaran menyeluruh juga bukan kebenaran hakiki sehingga bila ada saintis yang mencari cari kebenaran non fisik-non empirik maka artinya ia sudah berada diluar ranah sains

Perhatikan masalah ini:

Hanya saya meminta pembaca tulisan saya memperhatikan masalah ini yang saya awali dengan pertanyaan pertanyaan berikut ;

Apakah dalam kehidupannya manusia hanya bergumul dengan persoalan persoalan empirik ? yang niscaya memerlukan bukti empirik langsung itu ?

Bukankah akal fikiran atau akal budi manusia dihadapkan pada dua permasalahan sekaligus yaitu permasalahan fisik dan non fisik ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline