Lihat ke Halaman Asli

Ujang Ti Bandung

Kompasioner sejak 2012

Rekonstruksi Pesan Emha Ainun Nadjib: Mencari Makna 'Kebebasan Berfikir'

Diperbarui: 19 Oktober 2016   06:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Images : anakpadi.com

'Jangan percaya sama saya,saya hanya mengantar sejumlah bahan dan cara berfikir yang kamu harus mengolahnya,nanti kamu akan menemukan apa yang kamu percaya secara otentik,dari fikiran dan hatimu sendiri ‘(EMHA AINUN NADJIB-CAK NUN)

Sebuah pesan yang mungkin akan  meninggalkan sebuah kesan tersendiri yang mendalam sebab didalamnya terselip sebuah nasihat yang bernuansakan ‘pembebasan’, dari seorang tokoh yang gagasan serta pemikirannya tentu sudah familiar dimata para pengagumnya.sebuah pesan yang nampak memperlihatkan filosofi  ingin memerdekakan manusia manusia yang dianggap masih terbelenggu oleh doktrin doktrin atau entah oleh apa. doktrin yang seolah tidak membebaskan akal sehingga membuat manusia terbelenggu oleh keharusan untuk percaya dan tanpa memberi pilihan lain

Apakah keyakinan itu identik dengan doktrin yang membelenggu sehingga memerlukan para ‘pembebas’ untuk turun tangan melepaskan tali temali yang melilitnya? .. penulis akan mencoba untuk menelusuri persoalan ini.dan sejatinya artikel ini bukan semata rekonstruksi atas pesan Cak nun tetapi melebar menjadi persoalan yang lebih universal,walau di awal terinspirasi melalui pesan Cak nun. Inti yang ingin saya sampaikan adalah ‘makna kebebasan berfikir’ dan pesan Cak Nun sebagai salah satu pemicu nya.jadi maaf misal apabila isinya dianggap keluar atau melebar dari konteks pesan Cak nun

..................................

Dengan kata lain ada ruang kebebasan berfikir yang hendak di kedepankan oleh Cak Nun dalam visi dan misi nya ditengah tengah  stigma seolah agama adalah ‘doktrin yang mau tak mau harus dipercayai’-tanpa menyertakan peran kebebasan berfikir sebagai instrument sentral nya.dan demikian pula para pekerja agama seperti para ulama seolah lebih  dinampakkan sebagai bagian dari indoktrinasi .

Walau harus saya nyatakan bahwa merupakan suatu konsekuensi dari prinsip kebebasan itu sendiri kalau lalu sebagian orang tidak mau menerima alias menolak bahan dan cara berfikir yang disodorkan oleh Cak nun itu,sehingga andai misal beliau mengharuskan orang untuk menelan bahan dan cara berfikir yang disodorkannya dengan iming iming ‘apabila ingin memperoleh nuansa kebebasan dalam berfikir’ maka itupun suatu yang menyalahi asas kebebasan itu sendiri.sebab dalam prinsip kebebasan tak boleh ada bentuk pemaksaan serta perekayasaan dari luar untuk menghasilkan sesuatu yang disetting dari luar-tidak dari dalam

Dengan kata lain Cak Nun harus legowo misal andai ada orang yang tidak mau menerima bahan dan cara berfikir yang disodorkannya karena,itulah resiko dari diterapkannya prinsip kebebasan.dan masalahnya ; dalam kaitannya dengan agama serta keyakinan maka bahan serta cara berfikir yang berkaitan dengan hal itu teramat banyak ragamnya bukan hanya yang diantar atau disodorkan oleh Cak Nun,termasuk yang memiliki pengaruh yang paling besar sebenarnya adalah: pengalaman yang bersifat pribadi-yang bersifat ekslusif serta subyektif.sebab itu karakter dari seorang yang memiliki pengalaman pribadi yang kuat adalah bahwa ia tidak mudah di doktrin serta tidak mudah menelan bahan bahan serta cara berfikir yang disodorkan fihak luar apapun stigma fihak luar terhadapnya  

Sehingga bila parameternya adalah ‘kebebasan’ maka itu akan kembali pada prinsip bahwa orang bebas untuk memakai atau menerima bahan serta cara berfikir apapun sebagaimana yang dikehendakinya-bukan yang dikehendaki orang lain.sehingga kalau ada orang yang mem vonis bahwa bahan serta cara berfikir tertentu adalah berlawanan dengan prinsip kebebasan maka ia telah meng intervensi kebebasan orang lain

Prinsip ‘kebebasan’ itu tidak bisa dijadikan bahan untuk mendoktrin karena bila itu dilakukan maka itu akan berlawanan dengan substansi dari kebebasan itu sendiri,sehingga bila ada yang berbeda prinsip-keyakinan lalu kita vonis sebagai orang orang yang ‘tidak memiliki kebebasan dalam berfikir’ maka itu sama dengan memaksa orang lain untuk sama dengan kita dan itu melanggar prinsip kebebasan

Beda dengan konsep ‘kebenaran’  yang bisa digunakan sebagai bahan untuk mendoktrin karena ‘kebenaran’ paralel-berkaitan dengan peralatan berfikir yang ada pada diri manusia itu sendiri yang adalah diciptakan sebagai alat untuk menangkap kebenaran,sehingga bila kita men doktrin kan kebenaran maka secara otomatis peralatan berfikir yang ada pada diri manusia akan dapat membaca nya terkecuali pada orang orang yang menutup diri dari mencari kebenaran tentunya

Suara hati nurani sebagai simbol-parameter kebebasan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline