Sudah bukan rahasia lagi bahwa makin mendekati akhir zaman karakter umum umat manusia itu makin orientasi ke dunia fisik-ke dunia nampak-ke dunia alam lahiriah dan artinya makin meninggalkan dunia metafisik, baik dari segi sikap-perilaku-moralitas termasuk dari segi pemikiran maupun segi ilmu pengetahuan-termasuk dari segi epistemology. dimana sebagai contoh,pemikiran (filsafat) manusia makin orientasi menjadikan dunia nampak sebagai parameter kebenaran, demikian pula teori serta konsep keilmuan menjadikan hal hal yang empiris sebagai parameter utama ilmu pengetahuan, epistemology makin ditarik lebih dari fakta fakta empiris.sehingga dunia metafisika nampak makin kabur atau bahkan mungkin makin nampak gelap, padahal idealnya mesti difahami secara konseptual dalam arti : sistematis-terstruktur-mekanistis-konstruktif-terorganisir atau dengan bahasa lain : ‘ilmiah’
Karakter demikian paralel dengan atau melahirkan sikap manusia yang makin serba pragmatik dan kurang suka dengan hal hal yang serba teoritis apalagi termasuk teori teori yang membahas hal metafisis, dianggapnya itu suatu hal yang tidak praktis.kebermanfaatan diukur dengan perolehan atau imbalan material,idealisme idealisme metafisis tak begitu lagi dihargai,bahkan 'kebahagiaan' sebagai salah satu perolehan manusia tertinggi diukur dengan pencapaian material
Tetapi hal demikian memang merupakan suatu kondisi yang sudah dinubuatkan oleh Rasul sejak zaman dahulu sebagai ciri khas utama dari akhir zaman,sehingga bahkan saat itu agamapun lebih dilihat dan difahami sisi permukaan kulit luar nya semata,agama lebih dilihat sebagai institusi moral-lebih dilihat aspek atau sisi ritualnya serta lebih ditonjolkan symbol symbol nampak nya tidak difahami sebagai institusi yang didalamnya berisi rahasia konsep kebenaran Ilahiah yang bersifat mutlak atau dengan kata lain tidak dilihat dan difahami dari sisi essensi-substansi nya
Padahal dunia fisik-metafisik adalah sebuah kesatuan realitas yang tidak bisa dan tidak boleh dipisahkan satu sama lain.dan keduanya harus difahami secara menyatu padu-tidak terpecah belah, sebab dunia fisik adalah cermin dari dunia metafisik demikian pula sebaliknya dunia metafisik adalah cermin dari dunia fisik.dengan kata lain untuk memahami dunia fisik secara utuh maka kita harus melibatkan dunia metafisik dan demikian pula sebaliknya,untuk memahami dunia metafisik kita harus melibatkan realitas dunia fisik sebagai gambarannya dalam arti dunia metafisika tak bisa difahami hanya dengan menggunakan teori teori spekulatif atau khayali semata.
Ada banyak teori yang lahir dari dunia filsafat yang berupaya mensistematiskan keduanya atau berupaya memahami keduanya secara menyatu padu walau tidak sedikit teori filsafat yang cenderung bersifat memecah belah semisal teori filsafat yang bersandar pada prinsip materialisme atau empirisme dan demikian pula kecenderungan dari filsafat posmodernisme saat ini yang nampak sudah tidak peduli lagi dengan pemahaman akan konsep metafisika yang terstruktur-konstruktif khususnya sejak era Derrida melakukan ‘dekonstruksi’
Masalahnya adalah,manusia banyak yang terjebak dalam dunia fisik-dunia alam nampak-dunia alam lahiriah tanpa mereka tahu baik hakikatnya maupun makna nya,termasuk hakikat dirinya sendiri. mereka berada didalamnya hanya seperti bagian dari komponen mesin waktu yang bergerak secara mekanis,hanya mengikuti rutinitas,hanya mengikuti dinamika kehidupan tanpa memiliki kesadaran serta pendalaman metafisis,sehingga mendalami metafisika sebenarnya merupakan hal yang sangat urgent dalam kehidupan ini agar kita dapat mengenal hakikat serta makna terdalam dari segala suatu,sesuatu yang akan memberi kita sebuah kebahagiaan spiritual tersendiri,karena sebagai perbandingan; menjadi materialist atau seorang yang serba orientasi ke dunia fisik dan tidak mau mendalami dunia metafisika itu berakibat pada mengalami kekeringan ruhaniah karena manusia bukan robot yang dapat menjalani mekanisme kehidupan tanpa hati sama sekali
Pada prinsipnya ber metafisika itu adalah sebuah upaya mengambil jarak dari dunia nampak,upaya melihat dunia fisik dari dunia lain,dalam upaya mencari kacamata sudut pandang yang ideal untuk melihat dunia nampak secara lebih jelas-transparan.sehingga dengan mendalami atau dengan ber metafisika maka kelak manusia dapat memiliki kacamata sudut pandang untuk memahami realitas nampak atau dengan kata lain dapat memahami realitas dunia nampak secara konseptual-terstruktur-sistematis-tidak acak
Karena sebenarnya realitas itu tampil kehadapan kita dalam wujud yang Nampak acak-terpotong potong-terpecah belah,ia tampil kepada kita secara berwarna warni dan kita menyebutnya sebagai ‘keragaman’ - ‘pluralitas’ dan banyak manusia yang terpesona oleh beragam keunikannya itu dan ia berhenti disitu tanpa berupaya misal; mengenal kerangka atau konstruksi atau mekanisme atau hukum kehidupan pasti dibalik realitas lahiriah yang beragam itu,dan kecenderungan prinsip dasar filsafat posmo juga adalah berangkat hanya dari melihat fakta keunikan yang beragam itu
Salah satu efek atau akibat dari realitas yang tampil kehadapan manusia dalam bentuk yang nampak acak-terpotong potong itu adalah manusia akan cenderung mengenal ilmu pengetahuan serta kebenaran secara acak-terpotong potong pula.nah masuk ke dunia metafisika adalah upaya mencari kerangka ilmiah yang bisa menyatupadukan keseluruhannya atau agar dapat melihatnya secara menyeluruh dan menyatu padu
Analoginya ibarat kita harus melihat sebuah kota dari ketinggian agar kita dapat melihat area kota itu secara lebih menyeluruh dan menyatu suatu yang sulit diperoleh apabila melihatnya dari permukaan kota,maka demikian pula untuk memahami dunia nampak secara konseptual-menyatu padu kita harus melihatnya dari dunia metafisika tetapi tentu harus dengan menggunakan ilmu tidak bisa dengan jalan berspekulasi, nah ‘ilmu’ atau konsep untuk ber metafisika itu bisa didapat dari agama maupun dari filsafat
Dengan kata lain,bermetafisika adalah upaya membingkai realitas nampak yang beragam itu agar ia dapat dilihat serta difahami secara konseptual-ilmiah tidak dibiarkan untuk difahami secara acak-terpotong potong-parsialistik