…….
(Artikel ini membahas metode Descartes apabila dikaitkan dengan problem ADA serta problem kebenaran yang bersifat menyeluruh,jadi bukan kajian mendalam tentang filsafat Descartes itu sendiri-mesti difahami)
……..
‘Aku berfikir maka aku ADA’,demikian pernyataan fenomenal Descartes beberapa abad lalu yang kemudian banyak dikutip oleh para pemerhati filsafat.artinya setelah ia (Descartes) dapat berfikir ia lalu dapat menyadari bahwa dirinya (termasuk kedalamnya : kesadarannya) adalah wujud ADA dengan beragam atribut yang melekat kedalam definisi ADA itu tentunya.dari sini mulai muncul bibit menjadikan kesadaran diri sebagai parameter berfikir dan kelak lebih jauh lagi sebagai parameter kebenaran.apa yang dapat tersadari secara tidak meragukan itulah kebenaran.dan apa yang belum masuk kedalam alam kesadaran mungkin sama sekali tidak menjadi perhitungan.
Lalu bagaimana ketika Descartes masih bayi ?,… saat itu tentu ia masih belum dapat berfikir dan belum menyadari dirinya ADA.pertanyaannya : apakah saat Descartes masih bayi bisa kita sebut Descartes belum ADA ? .. atau, ketika Descartes sedang tertidur atau sedang pingsan-saat ia tidak sedang menyadari keberadaan dirinya,apakah lantas harus kita sebut Descartes sedang ‘tidak ADA’ ? ….
Dengan kata lain kesadaran Descartes bukanlah faktor penentu ADA nya Descartes,sehingga andai apabila Descartes tidak menyatakan demikian atau tidak menyadari keberADA annya maka Descartes tetaplah ADA sebab ia telah ADA.Descartes bukan pencipta ADA nya Descartes tetapi penangkap ADA nya Descartes.analoginya ibarat intan dikedalaman bumi andai ia tak ditemukan sekalipun hakikatnya ia tetaplah ADA dimana manusia hanya penemu bukan pencipta keberADA an intan
Itulah problem ADA bisa sedemikian kompleks nya karena ia dapat dilihat dari berbagai sisi dan sudut pandang yang berbeda beda,dan karena ADA bukan semata mata problem kesadaran individu semata tetapi juga merupakan problem yang berkaitan dengan kemenyeluruhan.dengan kata lain ADA paralel dengan kemenyeluruhan dan kemenyeluruhan paralel dengan ADA.artinya problem ADA itu bisa dilihat dari sudut pandang individual dan bisa dilihat dari sudut pandang yang bersifat menyeluruh.sebab itu kemenyeluruhan itu bukan atau tak boleh dipandang sebagai hanya ‘ilusi-konsep’ atau ‘ide’ yang lahir dari alam fikiran tetapi harus dipandang sebagai bagian dari problem ADA,karena problem ADA mau tak mau akan berkaitan dan harus dikaitkan dengan kemenyeluruhan.bila tidak maka problem ADA hanya akan berputar putar sebatas sudut pandang individu per individu manusiawi
Bila Descartes berkata ‘aku berfikir maka aku ADA’ maka itu adalah ADA menurut sudut pandang Descartes dan sudut pandang itu tentu tak berlaku saat Descartes masih bayi atau sedang tertidur atau sedang pingsan (saat ia belum atau tidak menyadari keberadaan dirinya),sedang menurut sudut pandang lain selain Descartes misal sudut pandang orang orang selain Descartes saat Descartes masih bayi atau sedang tertidur tentu ia tak bisa disebut ‘tidak atau belum atau sedang tidak ADA’,saat saat seperti itu Descartes sudah atau sedang ADA tetapi ia belum atau tidak sedang menyadari keberADAannya. dengan kata lain,kalau dilihat dari sudut pandang menyeluruh saat masih bayi atau sedang dalam keadaan tidur pun Descartes tetap harus kita sebut sebagai ‘ADA’,tak peduli apakah ia telah atau sedang menyadari keberADAannya atau belum atau tidak
Untuk lebih jelas contoh lainnya : dahulu kala saat planet planet belum ditemukan keberADAannya apakah planet planet itu tidak ADA ? .. tentu saja hakikatnya planet planet itu sebenarnya ADA hanya keberadaannya belum diketahui manusia.dengan kata lain,kalau dilihat dari sudut pandang manusia (sebagai penangkap ADA) maka saat belum ditemukan planet planet itu belum bisa dikatakan telah ADA,tetapi kalau dilihat dari sudut pandang menyeluruh-yang terlepas dari sudut pandang manusia maka planet planet itu walau belum ditemukan manusia sebenarnya ia telah ADA.jadi ADA itu ada yang telah disadari keberADA annya dan ada yang belum disadari,atau dengan kata lain tidak semua ADA dapat disadari secara keseluruhannya secara serentak oleh manusia,sehingga dari keseluruhan ADA berapa persen yang telah dapat tersadari oleh manusia (?) …
Sehingga kalau kita menjadikan metodologi yang berpijak pada kesadaran ala Descartes sebagai parameter maka sebenarnya hanya sedikit dari ADA yang dapat diketahui dan lebih jauh lagi (karena problem ADA itu secara essensial berkaitan dengan masalah ‘kebenaran’) hanya sedikit dari kebenaran yang dapat diketahui dan atau difahami
Dengan kata lain essensi-hakikat ADA tidaklah bergantung pada sudut pandang manusia sebagai penangkapnya, atau jangan pernah melihat problem ADA semata mata hanya dari sudut pandang manusia,karena posisi manusia ketika berhadapan dengan problem ADA harus dilihat sebagai hanya penangkap sebagian kecil saja dari ADA yang menyeluruh. dengan kata lain, teramat banyak dan sebenarnya sebagian besar dari ADA sebenarnya masih gaib bagi manusia.sebab itu dengan berpijak pada realitas demikian itu jangan pernah memiliki prinsip bahwa yang ADA hanyalah yang tertangkap atau yang telah tersadari oleh manusia,sebab masih ada banyak ADA-ADA lain yang gaib yang berada diluar kesadaran atau penangkapan sadar manusia