Lihat ke Halaman Asli

Ujang Ti Bandung

TERVERIFIKASI

Kompasioner sejak 2012

Dari Kasus Hilangnya Pesawat MAS: Belajar Familiar dengan Pengertian Kata Gaib

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

..

GAIB bukan berarti TIDAK ADA

..

Masih banyak orang yang salah pengertian dan lalu bersikap a priori terhadap makna kata ‘gaib’, dianggapnya itu adalah kosa kata yang berhubungan dengan dunia mistik-dunia khayali-mitos atau hal hal yang 'tidak ada' dan karenanya sering ditolak untuk masuk kedalam kamus ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan oleh sebagian orang dianggap hanya berkaitan dengan hal hal yang bersifat empirik

Padahal pengertian ‘gaib’ yang sebenarnya adalah sesuatu yang berada diluar pengetahuan empirik manusia dan bukan berarti tidak ada.saya beri contoh : sampai saat ini 20 maret 2014 pesawat MH 370 masih gaib dari pengetahuan empirik manusia dan manusia masih hanya bisa menduga duga - berhipotesa atau berlogika seputar nasibnya,tapi bukan berarti pesawat itu telah menjadi tiada hanya manusia tidak tahu dimana keberadaannya.untuk memastikan ‘telah tiada’ tentu harus berdasar bukti empirik sedang untuk mengatakan sebagai ‘gaib’ tentu tak memerlukan bukti empirik.kata ‘gaib’ itu hanya menunjukkan keterbatasan manusia untuk mengetahuinya secara empirik

Zaman dahulu planet planet masih gaib dari pengetahuan empirik manusia dan ketika manusia sudah menemukan peralatan teknologi yang bisa mendeteksi keberadaannya maka planet planet itu menjadi tidak gaib lagi bagi umat manusia,dengan kata lain planet planet itu kini sudah merupakan ‘fakta empirik’

Tak perlu jauh jauh, kunci rumah atau kunci kendaraan kita saja sering ‘gaib’ dari pandangan kita dan kita mencarinya kesana kemari,bukan berarti kunci itu menjadi lenyap-tidak ada tetapi keberadaannya diluar pengetahuan empirik kita

Tetapi segala realitas yang ada dalam kehidupan ini bukankah tak lantas semuanya secara langsung bisa hadir sebagai fakta empirik dalam satu saat (?) sebab fakta empirik itu ditemukan secara bertahap satu demi satu dalam berbagai saat yang berbeda.bahkan sains pun menemukan fakta empirik itu secara bertahap, dan apa yang sampai saat ini belum bisa dihadirkan oleh sains sebagai fakta empirik maka para saintis hanya bisa sebatas berteori-berhipotesa

Sebab itu kita tidak boleh a priori terhadap semua yang dideskripsikan sebagai ‘gaib’ sebab yang semula gaib itu bisa jadi suatu saat akan menjadi sebuah fakta empirik saat sudah memperlihatkan keberadaannya. artinya manusia tak boleh selalu langsung memvonis hal hal yang saat ini belum tertangkap oleh pengalaman dunia inderawi nya (gaib) sebagai ‘tidak ada’ tetapi katakanlah ‘keberadaannya belum bisa ditangkap oleh pengalaman dunia indera’.sebab untuk menyatakan sesuatu sebagai ‘tidak ada’ itu secara kaidah keilmuan tentu tak bisa sembarangan sebab manusia harus bisa memastikan secara empirik bahwa sesuatu itu memang tidak ada

Nah antara dunia indera dengan hal hal yang bersifat gaib itu terdapat :

1.wilayah berlogika-berhipotesa

2.wilayah percaya dan yakin

Mengapa dalam diri manusia ada wilayah berlogika-berhipotesa lalu kemudian ada wilayah percaya dan yakin (?) … itu adalah suatu yang alami-real-logis dan merupakan sesuatu yang tak bisa dihindari dikarenakan sebab :

1.karena manusia menyadari keterbatasan dunia inderawinya sehingga tidak semua hal-realitas bisa langsung masuk ke dalam pengalaman dunia inderawinya sebagai pengetahuan empirik.nah secara naluriah manusia berupaya menjangkau serta memegang hal yang tak bisa dijangkau oleh dunia inderawinya itu diantaranya dengan berlogika-berhipotesa tiada lain untuk percaya dan yakin,karena naluri alami manusia selalu berupaya mencari keyakinan

2.mengingat tidak semua hal yang ingin diketahui manusia bisa selalu tersedia sebagai pengetahuan empirik termasuk bagi para saintis sekalipun

Itulah saya ingin mengantarkan kembali kosa kata ‘gaib’ kedalam wilayah berfikir logis dan realistis dan karenanya harus masuk ke wilayah dunia ilmu pengetahuan setelah kehadirannya di dunia ilmu pengetahuan selalu cenderung dipandang miring dan cenderung ditolak masuk oleh orang orang yang dalam berfikir hanya orientasi kepada metodologi empirisme semata.dengan kata lain bila ingin realistis dengan keterbatasannya manusia mau tak mau harus familiar dengan kata ‘gaib’

Manusia bisa saja menyisihkan kata ‘gaib’ itu dari kamus ilmu pengetahuan tetapi risikonya manusia menjadi tidak realistis dengan status dirinya,padahal kata ‘gaib’ itu ada dalam kamus ilmu pengetahuan oleh karena adanya sifat terbatas dalam diri manusia

Tetapi manusia boleh saja menyingkirkan kata ‘gaib’ dari wacana keilmuan bila yang sedang dibicarakan memang hanya sebatas kebenaran empirik semata,misal ketika yang dibicarakan adalah dunia teknologi. yang aneh adalah bila ada seorang yang mengklaim sebagai ilmuwan - berbicara dengan mengatas namakan ilmu pengetahuan dan lalu ia berbicara tentang Tuhan-agama-alam akhirat tetapi ia menolak definisi konsep ‘gaib’ sebagaimana digambarkan diatas dan hanya selalu ingin menggunakan metodologi empirisme ketika berbicara tentang hal hal abstrak-gaib seperti itu.ganjil bukan (?)

Sebab kata ‘gaib’ itu akan muncul ketika manusia sudah berhadapan dengan ‘keterbatasan diri’,bukan ketika berhadapan dengan hal hal yang ‘tidak ada’,sebab kalimat ‘tidak ada’ itu tentu suatu yang berada dalam wilayah pengetahuan empirik,sebab sesuatu dinyatakan ‘tidak ada’ karena secara empirik memang dipastikan sebagai ‘tidak ada’ artinya tidak ada bukan gaib karena pasti tidak ada nya,dan sesuatu dinyatakan ‘gaib’ karena sesuatu itu berada diluar pengetahuan empirik manusia dan artinya tentu bukan ‘tidak ada’

Artinya ‘gaib’ dengan ‘tidak ada’ itu berbeda,yang satu berada diluar wilayah empirik,yang satu berada didalam wilayah empirik.tetapi faktanya banyak orang bahkan sekelas ilmuwan yang masih berani mem vonis sesuatu yang dinyatakan gaib sebagai ‘tidak ada’ padahal secara empirik ia tidak bisa memastikan ketidak beradaannya.secara kaidah keilmuan sesuatu yang secara empirik tidak bisa dipastikan ketidak beradaannya tentu tak boleh di vonis sebagai ‘tidak ada’ tetapi cukup katakan : masih ‘gaib’ atau ‘tidak tahu’

Sebelum ditemukan bukti empiriknya, beranikah anda memastikan bahwa pesawat MH 370 itu kini sebagai ‘telah tiada’ karena hancur berkeping keping  misal (?) … padahal pesawat itu bisa saja sebenarnya masih ada tetapi keberadaannya masih ‘gaib’ bagi pengetahuan empirik manusia.

Bahkan merupakan fakta tersendiri bahwa dalam sejarah penerbangan pernah ada pesawat pesawat yang hilang mysterius dan hingga kini tidak diketahui nasibnya,semisal pesawat pesawat yang hilang disekitar wilayah segitiga Bermuda.hanya dalam kasus seperti itu biasanya manusia mengganti penggunaan kata 'gaib' dengan kata 'mysteri'

Sebab itu mengapa tidak dibiasakan menggunakan kata ‘gaib’ untuk menyadarkan diri kita akan keterbatasan diri kita sebagai manusia (?)

Dan ada teramat banyak hal yang masih gaib dalam kehidupan kita termasuk alam kubur-alam akhirat dan bukan berarti ‘tidak ada’ sebab untuk menyatakan sesuatu sebagai ‘tidak ada’ secara empirik harus dipastikan terlebih dahulu sebagai tidak ada.menyatakan ‘tidak ada’ terhadap sesuatu yang tidak bisa diketahui secara pasti ketidak beradaannya sungguh sebenarnya merupakan suatu yang melanggar kaidah berfikir,sebab itu kata ‘gaib’ mau tak mau idealnya mesti masuk kedalam kamus berfikir umat manusia, sebagai pendamping keterbatasan manusia dan agar manusia terbiasa berfikiran dan bersikap realistik

………………………

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline