Ekspor dan impor ini memang menjadi salah satu kegiatan penting pertanian di Indonesia. Terutama dalam penyediaan barang dan produk pertanian yang tentunya dibutuhkan masyarakat dalam mencukupi kebutuhan. Dalam hal ini ekspor dan impor dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kenaikan atau penurunan harga, pasokan barang dan produk, jumlah barang yang akan diproduksi ataupun dibutuhkan. Sulitnya menentukan harga di pasaran terutama pasar internasional, apalagi berhubungan dengan jumlah pasokan barang/produk pertanian.
Indonesia sebagai negara agraris sudah tidak diragukan lagi sebagai negara yang kaya akan potensi sumber daya alamnya. Namun, pemerintah perlu melakukan pengelolaaan yang modern, penyediaan lahan kepada petani sehingga kebutuhan masyarakat tepenuhi. Masalah yang dihadapi sekarang ketika negara kita impor secara terus menerus dan harga salah satu produk pertanian naik. Ini akan menjadi satu persoalan yang dapat menghambat jalannya kegiatan pertanian.
Salah satu bahan produk pangan yang dibutuhkan masyarakat yaitu kedelai. Kedelai mempunyai potensi yang amat besar sebagai sumber utama protein bagi masyarakat di Indonesia. Tanaman kedelai sebagian cocok pada iklim subtropis dan juga tropis, sebenarnya tanaman ini kurang cocok di Indonesia, karena iklim yang ada di negara kita adalah tropis. Indonesia membutuhkan kedelai dengan pasokan yang tinggi. Kedelai di Indonesia ini sebagai bahan utama produk makanan seperti pembuatan tempe dan tahu. Oleh karena itu, diperlukan stok yang banyak untuk pembuatan produk tersebut.
Kenaikan harga kedelai berlangsung secara cepat dan terjadi beberapa kali, sehingga harga kedelai lokal maupun impor mengalami kenaikan karena pengaruh pasar (26/7). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 bahwa produksi kedelai lokal sebesar 851.286 ton atau sekitar 29% dari total kebutuhan. Sehingga indonesia harus impor kedelai sebanyak 2.087.986 ton atau 71% untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Dari data di atas jelas bahwa pasokan kedelai yang rendah menyebabkan negara kita untuk melakukan impor dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai menjadi sangat tinggi.
Sedangkan pada tahun 2012 ini total kebutuhan nasional sekitar 2,2 juta ton. Jumlah tersebut diserap untuk pangan atau perajin sekitar 83,7% seperti industri kecap, tauco dan sisanya 14,7% lainnya, untuk benih 1,2%, untuk pakan 0,4%. Data di atas menunjukkan kebutuhan kedelai Indonesia sangat tinggi dan pasokan rendah sehingga perlu impor.
Menteri Pertanian Suswono (2012) berpendapat bahwa swasembada lahan kedelai diperlukan lahan sekitar 500 ribu ha. Padahal dalam rencana kerja Kementrian Pertanian mencapai swasembada tahun 2014 itu dapat memproduksi kedelai sekitar 2,7 juta ton dan ini juga dipengaruhi karena masalah lahan.
Kesulitan Indonesia sendiri dari segi ekspansi lahan dan tingkat pemanfaatan belum mendukung dan menjanjikan tingkat produksi yang tinggi. Namun, di Indonesia banyak jutaan hektare (ha) lahan yang masih terlantar dan belum dimanfaatkan ataupun dikelola dengan baik. Selain itu, pemerintah juga dapat menentukan dan mendukung dalam memproduksi kedelai. Ironisnya kebijakan pemerintah tidak pernah dirancang untuk kepentingan jangka panjang.
Indonesia sebagai negara pengekspor itu masih sangat sulit terutama dalam penyediaan pasokan, dan pengelolaan lahan yang belum dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk penyediaan produk. Namun, Indonesia akan mampu mengatasinya jika semua sektor mendukung baik dari sumber daya, masyarakat, dan pemerintah dalam menentukan kebijakan impor dan ekspor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H