Lihat ke Halaman Asli

Eni Mira Qonita

Mahasiswi Aktif Universitas Ibn Khaldun Bogor Program Studi Komunikasi & penyiaran Islam

peran etika jurnalistik dalam penyebaran hoax di platform

Diperbarui: 19 Januari 2025   01:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

  • Pendahuluan

Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara manusia menerima, mendistribusikan, dan memproduksi informasi. Media digital, dengan karakteristiknya yang cepat, murah, dan mudah diakses, telah menjadi sumber utama berita bagi masyarakat modern. Namun, kemudahan ini juga membawa tantangan besar, yaitu munculnya informasi yang tidak terverifikasi atau hoax yang menyebar dengan cepat melalui platform digital.

Fenomena penyebaran hoax di media digital semakin masif, terutama karena algoritma media sosial yang lebih memprioritaskan viralitas dibandingkan akurasi. Salah satu contohnya adalah klaim palsu mengenai Presiden Jokowi yang disebut membagikan bantuan Rp100 juta melalui pendaftaran di WhatsApp. Informasi ini menimbulkan kebingungan di masyarakat dan dapat merusak kepercayaan terhadap pemerintah.

Dalam konteks ini, peran etika jurnalistik menjadi sangat penting. Prinsip-prinsip seperti kejujuran, akurasi, dan tanggung jawab moral merupakan pedoman bagi jurnalis untuk menyaring informasi sebelum disampaikan kepada publik. Penerapan etika jurnalistik yang baik di media digital tidak hanya dapat menangkal hoax, tetapi juga meningkatkan literasi informasi di masyarakat. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji peran etika jurnalistik dalam menghadapi hoax di platform media digital dan menawarkan solusi untuk memperkuat integritas informasi di era modern.

  • Kajian Teori

2.1 Hoax

Hoax merupakan informasi palsu atau menyesatkan yang disebarkan dengan tujuan tertentu, seperti memengaruhi opini publik, menimbulkan kekhawatiran, atau mendapatkan keuntungan pribadi. Hoax biasanya memiliki karakteristik berupa judul sensasional, sumber yang tidak jelas, serta konten yang sulit diverifikasi. Di media digital, hoax dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti klaim palsu tentang bantuan pemerintah, informasi kesehatan yang keliru, atau berita politik yang dipelintir. Contoh nyata adalah klaim Presiden Jokowi membagikan bantuan Rp100 juta melalui WhatsApp, yang tidak hanya meresahkan masyarakat tetapi juga menurunkan kredibilitas pihak terkait.

2.2 Etika Jurnalistik

Etika jurnalistik berfungsi sebagai panduan moral bagi para jurnalis dalam menyajikan informasi kepada publik. Prinsip-prinsip seperti kejujuran, akurasi, dan tanggung jawab sangat relevan dalam mencegah penyebaran hoax. Kejujuran mengharuskan jurnalis untuk menyampaikan fakta tanpa manipulasi, sementara akurasi memastikan informasi telah diverifikasi sebelum dipublikasikan. Hubungan erat antara etika jurnalistik dan kepercayaan publik menjadi kunci penting, di mana pelanggaran etika dapat merusak reputasi media dan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang disampaikan.

2.3 Media Digital

Media digital berbeda dengan media tradisional dalam hal kecepatan distribusi informasi. Jika media tradisional melalui proses editorial yang ketat, media digital sering kali berorientasi pada kecepatan untuk menarik perhatian. Algoritma platform digital mempercepat penyebaran hoax dengan memprioritaskan konten yang memiliki tingkat interaksi tinggi. Viralitas ini membuat hoax sulit dikendalikan, terutama jika masyarakat kurang memiliki literasi digital yang memadai.

Kajian ini menunjukkan bahwa kombinasi penerapan etika jurnalistik yang ketat dan edukasi literasi digital diperlukan untuk menghadapi tantangan penyebaran hoax di media digital.

  • Metodologi
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline