Lihat ke Halaman Asli

Mengurai Simpul Pendidikan

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis: Abd. Rahman A. Ghani, Prof. Dr. M.Pd.

Editor: Ade Hikmat, dkk.

Isi: xvi+267 hlm.

Ukuran: 14 x 21 cm.

Tahun: 2009

Penerbit: Uhamka Press

Pendidikan merupakan rancang bangun sadar manusia untuk melakukan perubahan menuju masa depan yang lebih baik. UU No. 20 Tahun 2003 tentang SPN menyebutkan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan diri, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1). Dengan demikian, pendidikan lebih dari sekedar proses transfer of knowledge, culture dan value. Pendidikan sekaligus adalah proses pembudayaan untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.

Persoalan muncul ketika dalam proses yang merentang tersebut terdapat kompleksitas faktor dan aspek yang terlibat dan saling mempengaruhi, baik yang bersifat internal maupun eksternal, konseptual-normatif maupun empiris-teknis. Dari aspek internal, terdapat faktor guru, siswa, sarana-prasarana, dll., dari aspek eksternal terdapat berbagai kebijakan pendidikan, kondisi ekonomi, budaya, sosial, lingkungan sekolah, dll. Semua aspek itu saling mempengaruhi. Kekuarangan atau ketidak-lengkapan salah satu komponen dapat berpengaruh pada kualitas proses maupun hasil pendidikan.

Sementara pada saat yang sama, pendidikan juga harus menetapkan pilihan rumusn konsep, tujuan maupun metode implementasinya. Pendidikan juga dituntut untuk terus-menerus memberikan solusi di tengah dinamika sosial-budaya maupun politik-ekonomi yang terus berubah. Pada titik inilah, pendidikan dituntut untuk terus mengembangkan peran dan fungsinya di tengah dinamika perubahan kehidupan.

“Mengurai Simpul Pendidikan” merupakan proses reasoning dan refleksi atas berbagai hal atau fenomena yang terkait dengan dunia pendidikan. Ia merupakan respon atas beberapa realitas yang terjadi dalam dunia pendidikan. “Simpul” bisa berarti “ikatan,” atau “kata kunci.” Maka “Mengurai Simpul” berarti mendeskripsikan berbagai “kata kunci” atau “ikatan” yang terkait dengan pendidikan, baik berupa konsep maupun problem. Tujuannya untuk menempatkan sebuah konsep atau persoalan secara proporsional sehingga dapat dibuat solusi yang konstruktif dan relevan. Karena itu, di saat yang sama, “Mengurai Simpul” juga melakukan idealisasi sehingga realitas yang ada bisa ditingkatkan menjadi lebih baik.

Secara makro, salah satu fenomena yang menarik dan penting untuk dicermati dalam dunia pendidikan adalah mulai merebaknya krisis identitas, baik identitas diri, sosial maupun negara. Di mana-mana yang terjadi adalah upaya peniruan atau penjiplakan tanpa mengetahui hakikat apa yang dijiplak. Orang bergaya ala artis pujaan, tanpa mengetahu makna dan manfaat dari gaya itu. Demikian pula, orang meniru istilah suatu bahasa tanpa mengetahui maksud dari istilah itu; lebih parah jika seseorang meniru gaya hidup sesorang tanpa mengerti gaya hidup yang ditiru dan bahkan kondisi diri. Akibatnya, seseorang bukan lagi menjadi diri-sendiri, tetapi foto copy dari yang lain. Inilah fenomena krisis identitas.

Simpul pertama dari buku ini menjelaskan secara panjang lebar fenomena krisis tersebut. Dengan mengutip syair dari pujangga besar Ranggawarsita, penulis ingin mengatakan bahwa pada dasarnya fenomena krisis selalu terjadi pada setiap perode sejarah. Krisis seakan menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan dalam realitas kehidupan individu, masyarakat dan negara. Lalu apa yang harus dilakukan oleh dunia pendidikan? Tidak ada pilihan lain kecuali harus menghadapi; dan tidak sekedar menghadapi tetapi harus menghadapi dengan solusi sehingga dunia pendidikan benar-benar menjadi agent of change ke arah yang lebih baik. Melengkapi uraian itu, penting untuk mencermati realitas pendidikan di Kota Tangerang. Di tengah gencarnya industrialisasi di kota ini, pendidikan tetap sangat diperhatikan. Berbagai upaya pembenahan dan pengembangan terus dilakukan oleh model kepemimpinan profetis. Hasilnya, angka kelulusan dan indeks partisipasi anak usia sekolah menunjukkan kenaikan yang sangat signifikan. Begitu juga, dengan perbaikan kondisi fisik sarana sekolah dan anggaran pendidikan.

Simpul kedua berhubungan dengan konsep pembelajaran yang perlu dikembangkan untuk menciptakan proses dan out put yang baik. Konsep Kemandirian Belajar menjadi hal yang menarik untuk dicermati. Maka dipaparkan dan dijelaskan terlebih dahulu landasan teori yang penting dan perlu untuk dikembangkan dalam suatu proses pembelajaran. Terkait dengan proses pembelajaran, posisi dan peran guru sangatlah penting. Tanpa dukungan guru yang kompeten maka prorses pembelajaran akan berjalan apa adanya. Guru bukan pekerjaaan sampingan, tetapi sebagai profesi yang penting. Guru adalah ujung tombak keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Selanjutnya, penulis tunjukkan hasil penelitian atas sebuah realitas yang terjadi di dunia pendidikan.

Simpul ketiga membicarakan evaluasi pembelajaran dan model penelitian tindakan kelas. Penulis telah memberikan uraian yang menarik dan patut dicermati tentang evaluasi pendidikan dan beberepa metode evaluasi. Misal, bagaimana melakukan PTK (Penelitian Tindakan Kelas). PTK merupakan salah satu evaluasi proses pembelajaran. Bagi tenaga pendidik, PTK sangat penting dan berguna untuk terus meningkatkan efektivitas dan kualitas proses pembelajaran; dan bagi sekolah, PTK juga sangat berguna untuk terus melakukan perbaikan out put pendidikan. Hal yang sama juga bagi metodologi yang lain. Begitu juga dengan masalah penelitian. Penelitian itu “ruh” dari kehidupan ilmiah, terlebih bagi pendidikan tinggi. Fenomena tertinggalnya aspek penelitian di dunia pendidikan tinggi menjadi satu hal yang signifikan bahkan urgen untuk dibenahi. Karena, lemahnya penelitian hanya akan membuat dunia pendidikan tinggi menjadi – bukan produsen – konsumen.

Materi buku ini sebenarnya merupakan bentuk kegelisahan dari seorang pelaku pendidikan. Menariknya – demikian menurut Prof. Dr. H. Aminuddin Rasyad – “kegelisahan itu tidak diekspresikan dalam wujud kritik semata, tetapi lebih dalam bentuk langkah-langkah solutif sehingga penting untuk dicermati oleh siapapun yang peduli pada pendidikan. Meski merupakan kumpulan tulisan, namun tema-tema yang diangkat buku ini masih tetap relevan. Beberapa tulisan bahkan merupakan hasil penelitian yang dilakukan langsung oleh penulis. Dan hal ini sangat penting, sebab apa yang ditulis di buku ini bukan hanya wacana, tetapi record atas kondisi riil pendidikan; dan ini penting unuk menjadi bahan renungan dan pelajaran bagi siapapun, khususnya pelaku pendidikan” (hlm. xiv). Tulisan-tulisan di buku ini – begitu penilaian Prof. Dr. H. Djaali – “menarik untuk dikaji sejalan dengan hiruk pikuk ikhwal meningkanya anggaran pendidikan. Karena, jika naiknya anggaran tidak dibarengi dengan upaya-upaya konstruktif, maka peningkatan itu hanya menjadi mubadzir. Dan yang paling dirugikan adalah bangsa Indonesia, selain juga peradaban. Maka, peningkatan 20% anggaran pendidikan sudah seharusnya disikapi dengan memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan paling tidak sebesar 200% dari sekarang (hlm. x)”. ****




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline