Hukum kausalitas menyatakan ; tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan, karena akibat pasti terjadi karena adanya sebab. Pandangan sebab-akibat bisa kita gunakan sebagai pendekatan dalam melihat fenomena terjadinya bencana alam. bahwa banjir, gempa dan tsunami memiliki serangkaian sebab dan tidak terjadi secara kebetulan.
Fenomena alam dapat terjadi apabila syarat-syarat terjadinya bencana itu telah terpenuhi. Misalnya, banjir terjadi akibat tumpukan sampah di setiap Drainase perkotaan, gempa terjadi karena bertemunya dua buah lempeng dll. Semua kejadian-kejadian itu terjadi karena syarat-syaratnya telah terpenuhi.
Sains telah mampu menjelaskan secara empiris, bahwa penyebab utama bencana alam adalah rusaknya ekosistem lingkungan yang dihuni oleh manusia. Pembuktian sains juga menepis sebuah konsep pemikiran mistis, bahwa bencana adalah "ajang penghakiman" dan "turunnya azab" Yang Maha Kuasa. Dan cara berpikir seperti itu harus kita buang sejauh mungkin karena hanya menambah luka kesedihan para penyintas bencana.
Pandangan antroposentris menempatkan manusia sebagai aktor utama penyebab terjadiya bencana. Kenapa manusia? Karena manusia adalah wujud potensial yang bisa saja berbuat kerusakan/kebaikan, tergantung bagaimana ia mengontrol dirinya. Jika manusia berkehandak untuk merusak maka konsekuensinya adalah kerusakan begitupun sebaliknya. sebab
Pada penghujung tahun 2018, indonesia menjadi sering dilanda bencana mulai dari Gempa, Tsunami, Tanah longsor, banjir dan serangkaian peristiwa yang tak sedikit memakan korban jiwa. Bencana seakan datang secara sporadis yang membuat masyrakat kita menjadi cemas.
Badan nasional penanggulangan bencana (BNPD) mencatat, ada 1.999 bencana terjadi di indonesia di sepanjang tahun 2018.
Serasa belum lepas kesedihan kita tentang bencana gempa yang melanda palu dan banten, baru-baru ini banjir melanda kota makassar.
Kota makassar sendiri menjadi salah satu kota langganan banjir dengan intensitas curah hujan yang tinggi di setiap tahunnya. Bisa dikatakan, makassar tanpa banjir bagai sayur tanpa garam. Banjir sudah menjadi sebuah kenyataan pahit yang mesti diterima masyarakatnya. beberapa usaha telah dilakukan namun tak kunjung menghadirkan solusi yang konkrit.
Jika kondisi ini terus berlangsung tanpa pencegahan, akan menyebabkan perubahan psikologis masyarakat perkotaan, dari ramah menjadi sangat temparamental. Sebab lingkungan yang baik, menjadi faktor penentu meningkatnya pola hidup masyarakat kearah yang lebih harmonis.
Ada beberapa faktor yang bisa kita identifikasi sebagai penyebab banjir di kota makassar.
Pertama, pembangunan yang pesat menyebabkan ketersediaan lahan semakin kurang, sehingga Ruang Terbukau Hijau (RTH) yang berfungsi sebagai area resapan air juga ikut berkurang. Padahal seharusnya , 30% dari setiap kawasan harus memiliki ruang terbuka hijau. Hal ini disebabkan, kurangnya perencanaan matang dari pemerintah daerah dalam memetakan kawasan yang berpotensi banjir, dan juga penerapan regulasi yang tidak menyeluruh.