BANGSA yang kuat dan kokoh adalah bangsa yang tidak pernah melupakan budayanya. Sebaliknya, bangsa yang melupakan budayanya akan hilang dan ditelan oleh sejarah, ruang dan waktu. Budaya literasi adalah satu kebiasaan atau satu tradisi suatu suku atau bangsa. Budaya literasi merupakan aktivitas rutin yang sering dilakukan orang suatu suku atau bangsa. Budaya literasi juga mendorong agar terus mengunakan budaya pada tempatnya. Misalkan, budaya bakar batu bagi suku Lani di Papua Pegunungan. Karena itu budaya perlu dijaga dan dirawat oleh setiap orang baik dalam pemerintahan, politik bahkan dalam gerakan.
Untuk memperkokoh budaya literasi dan menjaga kebudayaan perlu didukung dengan fasilitas pendukung kreativitas, seperti gedung-gedung pertunjukan yang representatif, sarana-sarana tekno-estetika studio-studio seni, pusat-pusat belajar, komunitas kreaktor, jaringan media, galeri, dan kritik seni. Tanpa dukungan kreativitas yang dapat memfasilitasi pengembangan banyak anak-anak berbakat potensi lekas layu.
Karena itu, fokus perhatian yang lebih besar kita kepada dunia Literasi sebagai basis pendukung kreativitas. Sejauh ini sistem pendidikan negeri ini masih dibangun atas dasar hierarki pembelajaran yang usang; matematika dan sains di atas, sosial-humaniora di tengah, dan seni di dasar.
Alasannya, karena sistem hierarki ini warisan dari sistem pendidikan yang dirancang untuk memenuhi tuntutan revolusi industri. Padahal, situasinya sudah bergeser. Dalam perubahan budaya teknologi yang sangat pesat seiring dengan perkembangan ekonomi berbasis informasi, ide-ide kreatiflah yang menjadi sumber daya terpenting dan terlangka saat ini. Literasi merupakan basis pengetahuan dan kreativitas anak-anak.
Jadi, mendidik anak tentang bagaimana menumbuhkan kreativitas dan keingintahuan, seraya terus menyediakan pondasi yang sehat bagi pengembangan ketrampilan, pemikiran kritis, literasi yang kuat, dan matematika yang tajam adalah cara terbaik untuk mempersiapkan anak-anak menghadapi dunia dengan perubahan teknologi yang begitu pesat.
Pemikir pendidikan mulai dari Jhon Dewey hingga Paulo Freire dan Seymour Papers sepakat mengenai pentingnya belajar sambil bekerja. Hal itu berarti bahwa jika anak ingin banyak belajar, mereka harus banyak bekerja. Yang kata lain pengajaran harus lebih menekankan ekspresi dan eksplorasi daripada instruksi. Mengembangkan cinta lebih baik daripada kewajiban.
Dengan cara itu, Literasi akan mampu menciptakan suatu kehidupan yang mungkin dan dunia kemungkinan; suatu kehidupan dunia di mana anak-anak ini bisa merealisasikan mimpi-mimpi emansipatorinya, bangkit berkembang menjadi warga terhormat dalam pergaulan dunia. Semoga!
Waena, Jayapura 7 Mei 2024.
Maiton Gurik, Pengiat Literasi Papua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H