Lihat ke Halaman Asli

Ufqil mubin

Rumah Aspirasi

Menguak Kekeliruan Berpikir Fahri Hamzah (1)

Diperbarui: 24 Juli 2018   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fahri Hamzah

“Percaya saya, bahwa penguasa sekarang memiliki lingkaran anti Islam dan Islamophobia di sekitarnya,” demikian paragraf pertama tulisan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah (FH), yang diunggah di laman fanpage pribadinya.

Saya ingin membedah tulisan ini secara perlahan. Khususnya kesesuaiannya dengan konteks bangsa Indonesia. Tulisan yang berjudul “Pemerintah Mesti Taubat Nasuha” itu mungkin saja spiritnya untuk mengingatkan umat. Tetapi sejauh pengamatan saya, efeknya akan menciptakan perpecahan di masyarakat.

Apa alasannya? Pertama, sebagai negara dengan mayoritas penduduk yang beragam Islam, upaya penggiringan opini publik dari kalangan Muslim sangat potensial mendorong perpecahan bangsa ini.

Kedua, tulisan tersebut akan membangun ketakutan-ketakutan di kalangan umat Islam. Seolah pemerintah saat ini anti terhadap pemeluk agama Islam. Pada saat demikian, umat Nabi Muhammad tersebut akan terdorong untuk memusuhi pemerintah yang sah.

Ketiga, Islamphobia sudah terdengar nyaring di publik Barat. Spiritnya adalah permusuhan yang didasarkan identitas keagamaan dan kelompok sosial politik tertentu. Isu keagamaan seperti ini dengan cepat membakar emosi publik.

Pada dasarnya, pemikiran demikian mengandung beberapa kelemahan—kalau tidak dapat disebut kesalahan. Pertama, FH tidak menyebut secara gamblang, siapa saja orang-orang di lingkaran penguasa yang disebut anti terhadap Islam dan Islamphobia tersebut. Jika saja wakil rakyat asal daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) itu menyebutnya secara lugas, maka dengan mudah publik akan mengarahkan perhatian pada yang bersangkutan. Bukan sebaliknya publik diminta untuk menggali sendiri. Membangun narasi ketakutan dan permusuhan. Jika pun benar FH tahu dan paham, maka menyebutnya secara gamblang akan jauh lebih baik. Mengapa? Agar status tersebut tidak menimbulkan fitnah dan permusuhan, yang ujung-ujungnya kita sesama anak bangsa saling menuding dan menyalahkan.

Kedua, lingkaran penguasa saat ini tentu saja  dapat ditafsirkan menteri beserta orang-orang dekat Jokowi. Dari segi latar belakang menteri, nyaris 80 persen diduduki pejabat yang beragama Islam. Apa mungkin mayoritas menteri itu memusuhi agamanya sendiri? Akal sehal kita sendiri yang akan menjawabnya.

Sependek pengamatan saya, para menteri yang berlatar belakang agama Islam itu tergolong taat menunaikan ajaran Islam. Jadi sangat tidak elok apabila orang-orang yang taat menjalankan ritual agamanya, kemudian dicap anti terhadap agama yang dipeluknya.

Jika lingkaran penguasa yang anti Islam tersebut adalah sekelompok menteri yang 20 persen itu, maka kita dapat mengajukan pertanyaan, siapa dia? Mengapa tidak disebutkan secara langsung? Sehingga dengan mudah dapat dideteksi dan didorong untuk diganti oleh Presiden Jokowi. Seandainya benar menteri tersebut orang-orang yang anti Islam, maka sudah sewajarnya kita mendesak presiden untuk menggantinya.

Ketiga, FH tidak membedakan secara cermat antara Islam sebagai agama dan pemeluknya. Agama Islam, pada dasarnya sumber tata nilai universal yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar. Sementara pemeluknya, belum tentu menjalankan tata nilai universal tersebut. Keduanya ada garis pemisah yang tentu saja tidak dapat disatukan antara satu dengan yang lain.

Apa maknanya? Jika orang-orang yang berada di lingkaran pemerintah, tidak memiliki kesesuaian pandangan sosial, politik, dan ekspetasi kesamaan kepentingan dengan pemeluk agama Islam, maka tidak lantas yang bersangkutan memusuhi Islam. Tepatnya kita hanya menyebutnya bertentangan dengan kelompok yang kebetulan memeluk agama Islam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline