Cinta, Jarak dan Waktu (Cinta Rudi Yang Belum Usai ... )
“Kamu janji ya enggak akan tinggalkan aku”
Tatapan Ine tajam ke Mata Rudi dibarengi dengan senyumnya yang penuh arti kesedihan.
“aku janji ke kamu aku akan selalu setia, tetap sayang dan makin cinta ama kamu” ucap rudi dengan penuh kelembutan dan perasaan.
Ine merasa khawatir dengan kepergian Rudi untuk dinas diluar kota. Sudah seminggu ini dia tidak bisa tidur karena Memikirkan Rudi yang akan pergi meninggalkannya untuk beberapa tahun. Rasa – rasanya itu waktu yang amat sangat lama buat Ine. Karena ia merasa bahwa Rudi akan lama tak berada disamping orang yang dicintainya itu.
“Ine kamu makan ya”
Rudi menyuapkan nasi goreng kesukaan Ine. Nasi goreng seafood yang biasa mereka makan dikala mereka melepaskan waktu bersama seiring melajunya waktu.
“Nanti dulu Rud, aku ingin puas melihat senyum kamu”
Ine melihat kekasinya dengan tatapan yang kosong, sayup dan penuh pengharapan yang dalam.
“ya sudah aku makan duluan ya, soalnya aku lapar nih, dari siang aku belum makan”
Rudi melahap nasi goreng yang ada dihadapannya. Lahap sekali tanpa melihat keramaian disekitarnya. Ia berfikir ini adalah saat – saat terakhir makan nasi goreng kesukaannya. Bau jalan disekitar cafe tidak dirasakannya lagi. Keramaian ditempat itu sama sekali dilupakan.
Tiba – tiba datang pengemen ke meja mereka, menyanyikan lagu kangen dari dewa 19. Tanpa basa – basi si pengamen langsung bernyanyi
Kuterima suratmu
Dan ku baca dan aku mengerti
Betapa merindunya
Dirimu akan hadirnya diriku
Didalam hari – hari mu
Bersama lagi....
Langsung Ine menyodorkan uang Rp 2.000 kepada si pengamen dan dengan cepat si pengamen mengambilnya kemudian pergi melanjutkan tembangnya ke cafe yang lain.
Ine membatin dalam hatinya
“Rud, seperti lagu tadi pasti aku akan kangen sama kamu. Aku akan selalu rindu kamu. Apa aku sanggup jalani ini tanpa kamu?? Aku rapuh tanpa kamu disisiku. apa kamu tahu itu??”
“prank!!!!!!”
Rudi menjatuhkan gelas dimeja, dan tiba – tiba Ine tersadar dan bangun dari khayalannya.
“ Pelan – pelan Rud, nanti kena baju kamu loh”
Tutur Ine sambil merapikan gelas yang jatuh
“ Iya, maaf sudah kagetin kamu”
Rudi memperhatikan baju nya yang terkena tumpahan air
“ Biar aku panggil pelayan buat membersihkan mejanya”
Segera ine meminta pelayan untuk membersihkan bekas tumpahan air yang ada di meja rmereka. Dengan sigap si pelayan datang untuk membersihkan meja meraka dari tumpahan air.
“Ne, dimakan nasinya, kalo dingin enggak enak “
“Iya Rud, perutku kayaknya sudah mulai ada demo nih”
Candaan Ine membuat Rudi tertawa kecil. Tawa kecil yang penuh makna berarti buat Ine. Tawa yang akan selalu diingat sampai kapanpun. Ine makan dengan dengan penuh beban hati. Karena ini adalah makan malam terakhir bersama Rudi. Makan secara perlahan, mengunyah dengan penuh kelembutan. Sambil melihat Rudi yang sibuk menjawab telepon dari teman kerjanya tentang ucapan sukses dan perpisahan.
“Iya pak, besok pagi saya berangkat ke manado, jam 10 pagi take off. Saya tidak tahu berapa lama di manado, yang jelas saya trainning dulu selama 3 bulan”
Rudi membalas pembicaraan temannya dari telepon.
“Oke pak, terima kasih atas bantuannya selama ini. Mohon doa dan semoga kita terus komunikasi ya pak”
Rudi mengakhiri pembicaraan dan langsung meletakkan Hp miliknya di meja.
“Siapa Rud, sepertinya dia atasan kamu ya??”
Ine bertanya disela –sela mengunyah nasi goreng kesukaanya
“Oh, itu pak Hamdan. Dulu beliau manager ku. Aku dekat sekali dengan dia. sudah seperti keluarga”
Rudi menjawab mantap kepada ine.
Ine mengambil jus alpukat yang tadi sudah ada dimeja. Dingin jus itu seperti hatinya yang sedang tak menentu atas takdir yang harus ia jalani. Aroma parfum Rudi pun menemani aroma jus alpukat yang khas dikala hati dan pikirannya berkecamuk hebat. Pelan sekali Ine meminumnya, sembari melamunkan hal – hal yang indah saat berdua dengan Rudi. Perlahan minuman itu memasuki tenggrokannya dan tanpa disadari jus itu pun habis.
Rudi dan Ine terlibat percakapan yang menarik, percakapan yang hanya hati mereka yang dapat mengartikan, percakapan yang mungkin terakhir mereka lakukan, dimana mereka dapat menyentuh jari – jemari. Meremasnya hingga kuat. Menyentuhnya dengan lembut. Merasakan kehangatan telapak tangan masing - masing. Ingin Ine terus menggenggam lembut jari tangan Rudi. Namun jam di tangan Ine menunjukkan pukul 10 malam dan saatnya Ine untuk kembali ke rumah. Ada rasa sesal Ine kepada waktu. mengapa ini begitu cepat. Apakah waktu tidak bisa berhenti.
“Rud, kita pulang yok, sudah malam. enggak enak sama mama ku ”
“Oke sayang “
Rudi langsung berdiri dan bergegas ke meja kasir untuk membayar makan mereka
Kemudian mereka berdua berjalan kaki menuju rumah Ine yang tak jauh dari kafe tempat favorit mereka selama pacaran. Jalanan yang agak sepi menemani langkah mereka. Dengan obrolan yang santai membuat perjalanan pulagn ke rumah Ine menjadi hangat
****
Di rumah Ine
Malam itu mereka duduk di teras rumah Diteras tempat biasa mereka duduk, bercanda dan menjadi saksi dalam kisah cinta mereka . 2 kursi di teras itu telah menjadi teman dalam mengarungi kisah roman mereka yang penuh dengan warna suka dan duka. Penuh kejutan, penuh haru dan penuh pesona.
Aroma teras pada malam itu sangat harum. Harumnya berasal bunga yang ada disekitar pekarangan rumah Ine. Tajam sekali wanginya, membuat hati Rudi sedikit berkecamuk. Suasana malam yang dingin sepertinya ingin menitikan air hujan perpisahan untuk mereka membuat suasana haru menjadi terasa.
“Rud, aku enggak bisa pacaran jarak jauh. Tapi aku akan mencobanya”
Ine meyakinkan dirinya untuk tetap kuat dan tegar dalam menghadapi masalah tesebut.
“Ne, niat ku hanya bekerja dan berkarir dalam perusahaan. Aku akan tetap setia walaupun dalam keadaan jauh darimu”
Rudi menguatkan hati Ine yang memang ragu untuk menjalani kisah asmara yang sudah dijalani selama 1 tahun ini.
“Rud, aku akan berusaha menjaga kepercayaan yang kamu berikan kepadaku”
Mata Ine mulai berkaca – kaca
“Ne, jangan sedih ya. Aku kan bisa pulang untuk cuti dan menjengukmu di medan. Aku janji padamu”
Rudi berjanji kepada ine dengan penuh keyakinan.
Malam itu terasa sangat memilukan buat Ine. Hatinya berkecamuk karena ia tak akan bersama selama Rudi bertugas diluar kota.
“Aku harap kamu adalah jodoh terakhirku”
Ine memeluk Rudi erat sekali. Erat sekali, hingga Rudi merasa sesak. Rudi tau Ine sangat menyayangi nya melebihi apapun. Rudi juga sama, Ia mencintai Ine melebihi dirinya. Tiada 1 momen yang ia lupakan bersama Ine. Canda tawa, senyum hangat yang selalu menyapanya setiap hari. Kecupan yang selalu mewarnai harinya. Tak akan mampu terhapus oleh waktu.
Tak terasa, hujan pun menetes dari langit yang gelap. Sepertinya langit juga turut bersedih melihat sepasang kekasih ini melalui malam yang terakhir ini. Dinginnya angin juga memeluk erat mereka untuk terakhir kalinya. Angin menjadi saksi disetiap hembusannya. terdapat doa – doa dan kata indah yang dilantunkan oleh 2 orang yang sedang dimabuk rasa haru ini.
Lama Ine memeluk kekasihnya. Merasakan bahwa ini adalah pelukan yang ia berikan untuk sang pengisi relung hatinya. Bukan karena takut kehilangan Rudi namun itu untuk menguatkan hatinya yang tengah bergelut keras dengan dirinya sendiri.
“Rud, aku sayang sama kamu”
Ine mengucapkannya dengan penuh kelembutan
“iya Ne, aku juga sayang sama kamu”
Rudi membalas ucapan kekasinya dengan lembut di telinga ine
Hujan rintik menemani malam itu. Malam yang tak akan dilupakan oleh mereka berdua. Dan waktu jualah yang memisahkan pelukan Ine dari orang yang dikasihinya yaitu Rudi. Waktu jualah yang tak akan pernah mengerti betapa Ine ingin terus memeluk pangeran yang ada di singgasana hatinya itu. Dalam hati ine berkata
“Wahai sang waktu, aku mohon untuk saat ini saja .janganlah kau pisahka aku dengannya. Tetaplah malam ini untukku selamanya, agar aku tetap memeluknya lama dan tak lepas”
“Ne, sudah jam 12 malam. Aku harus pulang. Besok pagi aku berangkat dari polonia jam 10.00 WIB”
“Iya sayang. Maaf ya, besok aku enggak bisa mengantarmu ke bandara. Karena besok hari pertamaku bekerja di perusahaan yang baru”
“ enggak apa – apa Ne, semoga kamu sukses bekerja diperusahaan yang baru”
Rudi berdiri, bangkit dari pelukan ine yang hangat. Penuh dengan rasa kasih sayang. Yang ia tidak dapat dari perempuan lain. Dan pasti akan selalu ia rindukan sampai kapan pun
Rudi berpamitan dengan orang tua Ine yang belum tidur. Ia memohon doa restu agar sukses diperantauan dan agar selalu sehat supaya bisa melihat Ine lagi.
Ine mengantar Rudi ke pintu gerbang rumahnya ditemani rintik hujan yang mulai mereda. Gerimis itu seperti bercerita kepada rudi bahwa gerimis akan selalu menjaga Ine dari panas hati dan amarah yang akan selalu Ine rasakan dikala kangen kepada kekasihnya.
Rudi menyalakan motornya. Motor yang selalu membawa mereka menjalani kehidupan romantika percintaan. Menjadi saksi bisu yang setia mengarungi kehidupan mereka berdua.
“Ne, kamu cantik sekali. Aku sayang ama kamu”
Rudi mencubit hidung Ine yang mancung, dengan tawa rudi yang khas
“iya jelekku. Aku sayang juga sama kamu”
Ine dengan cepat mengecup pipi kiri Rudi. Itu kecupan terakhir buatnya
“Malu ah”
wajah rudi pun memerah
Kemudian dengan lambaian terakhir dari Rudi. Ia pun segera melangkah pergi dari rumah Ine dengan ditemani rintikan hujan yang sudah reda. Lambaian yang khas. Lambain perpisahan dari Rudi apabila ia akan pulang dari rumah Ine.
Ine membalas dengan lambain juga. Lambaian dengan rasa amat berat, rasa yang tidak bisa ia mengerti dengan perasaannya sendiri.
Ine segera menuju kamar tidurnya. Pikirannnya terus menerawang jauh entah kemana. Kebimbangan, rasa curiga, rasa takut kehilangan. Semua tercampur menjadi satu. Menjadi rasa yang tidak bisa dijelaskan lagi oleh pikirannya sendiri. Lambat laun mata ine mulai lelah. Perlahan mata ine tertutup. Namun ada setetes air mata yang jatuh dibalut dengan untaian doa untuk keselamatan kekasihnya dan keselamatan hubungan mereka.
***
Pagi Hari Di Rumah Rudi
“Rud, koper mu sudah beres nak ?? Jangan sampai ada yang ketinggalan”
Ibu rudi memastikan kembali barang bawaan yang akan dibawa Rudi
“sudah beres mah”
Suara Rudi mantap sambil membawa keluar koper dan beberapa tas miliknya yang akan segera dibawa.
“Rud, taksinya sudah datang. Ayo cepat bawa semua barang – barang mu ke bagasi taksi”
“iya mah”
Dengan sigap Rudi segera beranjak pergi dari duduknya.
Rudi membawa 1 koper yang besar dan 1 tas ransel biasa. Perlengkapan itu telah ia siapkan sejak 3 hari yang lalu.
“Rud, semoga kau sehat selalu disana, semoga sukses ya, ibadahnya jangan tinggal ya nak . ”
Ibunya memberikan doa dan restu kepada anak satu – satunya itu. Ibunya mencium kening Rudi dengan penuh rasa haru dan bangga
“Iya mah. Rudi akan selalu ingat nasihat yang mamah berikan. Dann mamah jaga kesehatan ya, kalo ada apa – apa cepat hubungi Rudi”
“Iya, maaf ya nak , mamah ga bisa mengantarmu ke bandara karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini”
“iya mah. Rudi pamit ya”
Rudi segera masuk ke dalam taksi. Sebenarnya ia ingin menangis didepan ibunya yang tinggal seorang diri. Namun ia masih bisa menahannya karena malu kalau dilihat ibunya tercinta.
Langsung taksi melesat cepat menuju bandara. Pukul 08.00 WIB Rudi berangkat dari rumah. Ditengah perjalanan Rudi Melihat jalanan kota medan yang sudah mulai ramai dijalan – jalan protokol membuatnya takut , kalau ia ketinggalan penerbangan
“Mas, mau kemana??” tanya supir taksi kepada rudi
“ Ke manado pak, pindah tugas” jawab rudi
“Enak ya bisa jalan – jalan gartis dari perusahaan. Jadi apa mas disana”
Puji supir taksi dan bertanya agak dalam
“Jadi manager pak. Tapi trainning dulu selama 3 bulan”
Rudi menjelaskan secara jelas
“Hebat ya mas. sudah jadi bos” takjub supir taksi
Percakapan yang hangat itu mengalihkan pandangan Rudi akan lalu lintas yang padat saat itu. Mengalihkan perasaannya yang tengah gundah karena meninggalkan kota tempat bersemayam cinta pertamanya.
Pukul 08.45 WIB Rudi tiba di Bandara Polonia. Pintu masuk bandara polonia menyambut nya bersama dengan hangatnya mentari pagi. Aktifitas bandara yang ramai terasa sekali. Suara pesawat yang terbang dan mendarat membuat hatinya semakin gaduh dan makin berat meninggalkan kota yang ia cintai itu.
Rudi turun dari taksi. Dan supir taksi mengeluarkan koper milik Rudi dari bagasi.
“ Ini saja ya mas??”
Supir taksi mengeluarkan 1 koper besar dari bagasi
“ Iya pak” jawab Rudi
Kemudian Rudi membayar ongkos taksi sambil mengucapkan terima kasih telah mengantarkannya ke bandara.
“Terima kasih pak, sudah antar saya”
“ Sama – sama mas, sukses ya di perantauan”
Ucap supir taksi yang langsung masuk ke dalam taksi dan meninggalkan bandara.
Bergegas Rudi masuk kedalam bandara untuk melakuakn checkin penerbangan dengan membawa barang – barangnya. Antrian yang panjang membuat ia harus sabar. Tiba – tiba ine menelpon disela –sela antrian yang padat
“Rud, kamu sudah di bandara ya??”
“Iya Ne. Bagaimana hari pertama kamu bekerja ??”
“Baik Rud, kamu hati – hati ya disana, semoga sehat selalu, dan sukses dalam pekerjaannya dan satu lagi, kamu harus makin sayang sama aku”
“Iya sayang, terima kasih atas doanya. Aku akan selalu makin sayang dan cinta sama kamu”
Hati Rudi tenang sekali mendengar suara khas Ine dari telepon. Walaupun dalam suasana yang ramai orang mengantri, tapi Rudi merasa hanya dia dan Ine saja yang berada disitu. Mereka seperti memiliki waktu. hanya mereka berdua dalam ruang itu.
“Rud, aku lanjut kerja lagi ya. Nanti kalo sudah tiba di manado telpon aku ya”
“Iya sayang, met tugas ya. Love you sayang”
“love you too”
”Tuuuuuutttttt.....”
Pembicaraan yang hangat itu telah selesai. Dan Rudi segera melakukan check in. Terfikir olehnya kenangan – kenangan yang telah mereka lakukan. Lamunan itu makin jauh dan tak terasa panggilan boarding sudah beberapa kali. Dan Rudi berlari menuju ruang tunggu penerbangan.
Pukul 09.55 WIB pesawat yang membawa rudi ke manado lepas landas. Rasa kangen semakin membesar. Ingin rasanya terus disamping Ine. Ingin rasanya tak meninggalkannya dan membawanya ke manado. dan Ingin rasanya tak meninggalkan ibunya juga. Tapi apa dikata tugas yang membuat Rudi terpisah untuk beberapa saat dengan orang yang ia sayangi dan cintai.
***
Di manado
Sudah beberapa bulan Rudi berada di Manado. Kota yang kecil nan indah. Apalagi pemandangan ditempatnya bekerja adalah laut lepas teluk Manado. Menyaksikan matahari terbit dan terbenam disana. Apalagi pemandangan ini tidak pernah ia dapatkan waktu di medan.
Namun hal itu sangat berbanding terbalik dengan hubungan asmaranya terhadap Ine. Mereka lebih sering bertengkar melalui telepon ataupun sms. Entah siapa yang memulai pertengkaran itu. Karena tidak ada yang menduga sebelumnya mengapa ini sering terjadi.
Menurut Rudi rasa curiga yang berlebihan yang Ine tunjukkan awal dari perselisihan makin besar. Sebaliknya menurut Ine Tidak ada kabar dari Rudi, jarang telepon dan jarang sms awal dari retaknya hubungan mereka . Alasan – alasan ini yang membuat hubungan yang sangat hangat menjadi dingin dan beku
Rasa kangen yang besar kepada Ine membuat Rudi melupakan kesulitan hubungan yang mereka jalani. Di sudut kantin Rudi duduk dan berusaha menghubungi kekasihnya.Ia mengambil HP dari saku celananya.
“Halo sayang, lagi apa ni??”
Dengan nada yang agak lemas Rudi menyapa sang pujaan hatinya. Sudah beberapa hari ia tidak menelpon Ine. Rudi hanya mengirimkan sms untuk sekedar mengabarkan kondisinya di Manado . Hal ini karena kesibukannya dalam bekerja dan kondisi fisik yang lelah sehabis kerja.
“Iya sayang, aku lagi kerja ni. kamu lagi apa?”
suara Ine datar di telepon
“Aku lagi istirahat kerja, akhir – akhir ini pekerjaanku lagi banyak. Maaf ya enggak telpon kamu selama beberapa hari ini”
Rudi menjawab tanya Ine. hatinya berbunga dan semangat lagi ketika mendengar suara pacarnya.
“Iya ga apa – apa sayang, aku mengerti dengan kesibukan mu bekerja. Ya sudah kamu makan dulu . Aku lagi sibuk nih. enggak enak sama atasanku teleponan saat jam kerja”
Suara ine mulai ketus ditelepon membuat Rudi heran sejadinya
“Ne.. sekarang jam istirahat kan??. Kenapa kamu mesti enggak enak sama atasan mu??”
nada bicara Rudi agak tinggi dan sedikit emosi
“Sayang..., waktu kita itu selisih 1 jam antara Medan dan Manado. Disini masih jam 11 dan disana sudah jam 12 siang . Aku mau kerja dulu . Nanti kamu bisa telpon aku lagi.”
ine langsung menutup teleponnya. Dengan nada yang penuh kekesalan
“ne....”
Suara ine terputus. Sontak membuat Rudi menjadi kesal. Ia tidak membayangkan akan menjadi seperti ini. Ia fikir hari ini ia dapat menyelesaikan permasalahan yang tengah dihadapi. Hubungan jarak jauh membuat hati dan perasaan mereka sangat diuji. Jarak juga merubah Ine yang hangat menjadi dingin dan tampak aneh dimata Rudi.
Karena hal ini juga, Kinerja Rudi menurun dalam bekerja dan ia pernah mendapat teguran yang serius dari atasannya. Karena pekerjaan tidak selesai dan rudi sedang sibuk menelepon Ine yang kondisinya saat itu Ine sedang sakit.
“Rudi !! , Kamu bisa fokus enggak dalam bekerja. Jangan sering nelpon terus diruangan kerja kamu. Kapan kerjaanmu mau selesai !!!!”
Suara atasan rudi memenuhi ruangan kerjanya
“Maaf bu, pacar saya sedang sakit. Jadi saya tanya kondisinya seperti apa”
Jawab Rudi dengan penuh ketakutan
“Inget ya, kamu masih trainning disini. Jadi perbaiki kinerja mu kalo kamu ingin lulus”
Atasan Rudi mengancamnya dan meninggalkan ruangan kerja itu dengan muka yang merah dan penuh amarah kepada Rudi.
Pacaran jarak jauh membuatnya menjadi tidak fokus dalam bekerja. Ini disebabkan pertengkaran kecil pada saat ditelepon, atau sms. Paling sering adalah pada saat ditelepon sinyal enggak ada (dimanado sangat sering terjadi apabila cuaca sedang buruk), dan lainnya.
Sehabis pembicaraan dengan Ine, Rudi melamun dan datang pak Azis dan berbincang dengan Rudi. Pak azis memberikan nasihat kepadanya.
“ Rud, kamu harus kuat dalam menjalani ini. Memang tidak semanis pada saat kamu di Medan dulu. Tapi kamu harus tetap fokus pada pekerjaan mu agar kamu bisa lulus dalam masa trainning ini”.
Pak Azis sudah mendengarkan banyak cerita dari Rudi tentang hubungannya yang sedang tidak harmonis dengan pacarnya. Ia tidak mau melihat Rudi larut dalam kegundahan hati yang bisa berakibat fatal dalam pekerjaannya.
“Iya pak, terima kasih atas sarannya. Mungkin hal ini harus saya bicarakan lebih lanjut lagi dengan pacar saya. saya takut pekerjaan sia – sia karena masalah ini yang tidak selesai”
Hari – hari Rudi dilalui dengan rasa gelisah yang tak menentu. Ditambah hubungannya yang terus memburuk. Ia sangat takut kehilangan kekasih yang paling ia sayangi. Tapi ia juga takut kehilangan karir dalam pekerjaannya. Ini seperti makan buah si malakama fikirnya.
Rudi yakin Ine sangat mencintai dirinya. Dan hal ini pasti dapat diselesaikan dengan pengertian satu sama lain. Rudi tetap setia dalam menjalani kisah asrmanya. Tidak terpintas difikirannya untuk lari dari hubungan yang ia bangun dengan ketulusan. Semoga ini hanya ujian kecil dari apa yang tengah dihadapinya.
Rudi membatin dalam hatinya
“Ne, kalo saja kamu tahu perasaan ku saat ini, aku kangen banget sama kamu. Aku sayang sama kamu.aku ingin merasakan jari – jemarimu yang halus. Mengelus rambutmu yang bergelombang dan memelukmu erat. Menjadi tawamu disetiap kamu gembira. Tapi saat ini , Aku tak mengerti mengapa selama aku di Manado banyak sekali masalah kecil menjadi besar gara – gara jarak yang jauh ini. Aku mengerti sinyal ataupun pulsa tidak dapat menggantikan kehadiranku disisimu. Tidak dapat menemani kesendirianmu. Tidak dapat menghangatkan hatimu dikala dingin dan membeku. Tapi aku akan berusaha kuat dan akan selalu sabar dalam menghadapi ini. Demi dirimu dan masa depan kita. Aku sayang sama kamu”
Dan Rudi memohon kepada sang pencipta agar menunjukkan jalan kepadanya. Agar semua ini menjadi baik adanya.
*****
Di Medan (Kamar Ine)
“Aku kesal sama kamu Rud !!!!!!!”
Suara jeritan hati Ine yang dingin dan sedih dikala ia melamun sepi dikamarnya menunggu kabar dari sang raja dihatinya yaitu Rudi.
Rasa kangen yang besar, ingin selalu disamping Rudi, kekesalan karena Rudi yang tidak ada untuknya dikala sedih. Membuat Ine menjadi sangat kesal terhadap hubungan jarak jauh ini.
Jarak yang terpisah oleh laut. Dan hanya bisa disatukan dengan sinyal dan pulsa telepon. Maklum saja, biaya perjalanan dari Medan ke Manado relatif mahal. Dikala kangen Ine Cuma bertemu dengan Rudi melalui telepon saja. Dan itu tidak cukup menurutnya.
Pernah di suatu waktu Ine menelpon kekasihnya. Dikala rasa rindu di hati meledak hebat ingin kangenan dengan kekasihnya itu.
“Halo sayang, aku kangen kamu ni. Kita ngobrol yuk”
Ine mengajak Rudi untuk mengobrol dari telepon
“ Sayang, ini kan jam 1 malam, besok aja ya. Aku ngantuk ni. Tadi banyak kerjaan”
Suara Rudi yang berusaha melawan rasa kantuknya dan menjawab ine
“ya sudah sayang. Nice dream ya. Love you”
“love u too”
Ine menutup teleponnya . Ia kesal sejadinya malam itu. Saat dia kangen, Rudi tidak ada untuknya, minimal menemaninya ngobrol hingga ia tertidur.
Pikiran Ine menerawang jauh menghayalkan hal –hal yang dilakukan Rudi setiap hari. Ia mulai curiga terhadap pacarnya itu . Apalagi di bulan kedua, kekasihnya sangat jarang sekali memberikan kabar.Baik via telepon ataupun sms kepadanya.
Rasa cemburu yang dibalut rasa sayang yang amat besar membuat Ine menjadi sangat labil dan posesif. Kadang Ine memarahi Rudi melalui telepon karena tidak memberikan kabar. Sms kekesalan juga sangat sering dikirim Ine karena balasan sms dari rudi tidak ada.
Hal membuat Ine kecewa. Ia berfikir pekerjaan yang Rudi jalani membuat hubungan mereka retak dan bahkan bisa menjadi sangat buruk . Tidak mungkin Rudi mengundurkan diri untuknya. Karena Ine tahu, Rudi sangat mencintai pekerjaan yang telah membesarkan martabat keluarganya.
Ine berfikir dan meninmbang – nimbang dalam hatinya untuk segera mengambil keputusan terhadap hubungannya dengan Rudi.Ine menceritakan keresahan perasaannya kepada fitri temannya. Agar beban dihatinya berkurang sedikit
“Fit, aku sayang banget sama dia, aku ga mau kehilangan dia. Tapi aku ga mungkin terus kesal dengan jarak yang memisahkan kami berdua. Menurut mu bagaimana??”
Tanya Ine kepada Fitri
“Ne, alangkah baiknya kamu pertimbangkan dulu dengan persaanmu. Jangan sampai kamu menyesal melapaskan dia. Apalagi dia bekerja disana. Kasian Ne.. kalo keputusanmu berakhir menjadi buruk”
Pernyataan yang Fitri sampaikan membuat hati Ine menjadi semakin bimbang. Hatinya terus bergolak dengan egonya sendiri.
Ine menerawang jauh ke langit – langit kamarnya. Berusaha mengingat – ingat kembali kenangan yang mereka ciptakan saat mereka bersama dulu di Medan .
“Fit, kalo memang Rudi adalah jodohku maka kami akan bertemu lagi. Aku ga mau terus tersiksa batin ini, aku memang enggak bisa pacaran jarak jauh tapi aku mencobanya. ternyata aku enggak sanggup kayak gini”
Tiba – tiba menetes air mata Ine dan perlahan jatuh di kedua pipinya yang lembut. Hati Ine serasa tersayat – sayat karena tidak dapat mencurahkan kerinduannya kepada kekasihnya. Dengan pelukan Fitri, Ine menjadi sedikit lega. Karena sahabatnya tidak meninggalkannya dikala dirinya terjebak dengan romantika yang belum memiliki akhir.
“Ne, yang kuat ya. Ini hanya bunga – bunga pacaran. Semua itu akan indah pada saatnya. sesuai dengan ketentuan dari sang pencipta”
Fitri memberikan semangat kepada Ine. Dengan harapan dia bisa melupakan sedikit kesedihannya. Dan dapat fokus dengan kehidupannya sendiri.
Hari makin gelap. Hujan juga mulai turun. Mengingatkan ine kepada janji Rudi. janji akan kembali dipelukannya. Berjanji untuk selalu setia selamanya .
“Hujan, aku tak mengerti dengan hatiku. Aku tak mengerti dengan perasaanku. Aku ingin berbagi kangen dengannya. Ingin terus bersamanya. Menggandeng tangannya. Menjadi pelepas rindu untuknya. Menjadi malaikat penjagaku. Menemaniku dikala aku rapuh ditengah lautan kehidupan. Aku mohon padamu kekasihku, kamu jangan hanya jadi anganku saja. Tapi aku mohon kamu hadir dan menghangatkan hatiku yang sudah dingin hampir mambeku ini. Rud, aku rindu kamu. Aku mohon kamu mengerti dengan keadaanku ini. yang tersiksa karena rindu kepada mu”
Ucap Ine dalam hatinya yang penuh dengan beban kerinduan kepada Rudi kekasihnya yang paling dicintai
***
Kamar Rudi (Manado)
Siang yang terik, panas dan Suara deru mesin. Membangukan rudi yang tengah tertidur. Kebetulan rumah kosnya dipinggir jalan kota. Badan Rudi seperti remuk. Karena kemarin ia habis membereskan gudang tempatnya bekerja. Malas sekali ia ingin bangkit dari tidurnya. Dan memang dia juga sedang libur kerja. Ia memilih istriahat di kamarnya yang sempit dan penuh dengan barang - barang miliknya.
Cuaca diluar panas menyengat. Ini cocok untuk mencuci pakaian pikirnya. Dan setelah mencuci dilanjut lagi dengan tidur. Apalagi hari ini Senin , orang yang mencuci pakaian pasti sedikit tidak seperti di hari Sabtu atau Minggu.
HP Rudi berdering, sepertinya ada panggilan masuk. Dilihatnya layar HP itu ternyata pacarnya menelepon. Padahal biasanya jam segini Ine masih kerja. Kemudian ia menerima telepon tersebut.
“Halo sayang, kok nelpon jam segini? Emang kamu enggak kerja ya”
Rudi menjawab telepon dari Ine dengan lembut dan mesra
“Rud, aku mau kita putus”
Jawaban Ine membuatnya seperti tersambar petir di siang bolong. Memerah matanya dan dia bangkit dari tidurnya.
“Apa sayang, kamu minta putus??? Kamu jangan bercanda dong ?? Kamu ini kenapa sih”
Suara Rudi yang keras membuat Ine menangis.
“Rud, aku sayang kamu. Tapi aku enggak bisa seperti ini terus. Kamu enggak pernah ada saat aku butuh disini. Terus aku enggak tahan dengan hubungan ini. Aku sudah coba bertahan dan menahannya Rud. Tapi tetap enggak bisa”
Terdengar isak tangis Ine di telepon dan itu membuat Rudi menjadi luluh dan berusaha menenangkan tangisan Ine dan emosinya.
“Ne, apa yang kamu rasakan, sama seperti yang aku rasakan. Apa kamu enggak memikirkan aku?? ... Apa jangan – jangan ada orang ketiga??? Kamu tega menyakiti perasaanku Ne!!!! Tega kamu Ne membuat aku begini”
Rudi menutup matanya. sambil mendengarkan tangisan Ine yang semakin menjadi karena mendengar suara Rudi yang lirih dan semakin pelan karena terbawa perasaan dan kesedihannya.
Rudi merasa dikhianati oleh kekasih yang selalu dibanggakannya, dipujanya setiap waktu, dipercayainya melebihi apapun.
“Iya Rud, aku sudah punya pacar baru disini. Kamu tidak perlu tau siapa dia. Dan kamu jangan temui aku lagi. Aku ga ingin melihat kamu.”
Jawab ine dengan tangisan dan sambil tersedak
“Ne... kamu tega sama aku. Aku salah menilaimu selama ine. Sejujurnya aku tidak terima akan hal ini . tapi kalo memang itu keputusanmu aku tidak bisa menolak lagi. Apalagi kau sudah punya pacar baru yang selalu mengisi kesunyian hatimu dikala aku tak bisa mengisinya. Dan aku harap dia lebih baik dari aku dan lebih mencintaimu daripada aku.”
Rudi hampir menangis. Mata nya sudah berkaca – kaca. Kakinya lemas dan dengan perlahan dia sudah tertidur di lantai. Hatinya tidak bisa menerima keputusan Ine yang ingin putus. Tapi dia juga mengerti tidak mungkin menyakiti perasaan Ine terus karena kerinduan yang Rudi buat.
“Maaf ya sayang. Aku betul – betul menyesal telah menyakitimu. Tapi perasaan ini telah sakit akibat rindu yang kamu tanamkan di hatiku. Mungkin inilah jalannya. Kamu adalah pacar terbaik yang pernah aku miliki. Cinta tulusmu akan selalu kuingat.”
Suara ine pelan mengatakannya kepada rudi
“Ne, aku harap kamu bahagia dengan keputusanmu itu. Aku harus bisa menerimanya walupun dengan sangat berat hati ini menerimanya. Sayang sekali ne, aku begini untuk masa depan kita. Tapi sekarang aku hanya menikmatinya dengan penuh kekecewaan.”
Mereka diam sejenak. Sepertinya ada kontak batin diantara mereka. Hati mereka sepeti saling berbicara. Seperti ingin memeluk satu sama lain.
“Ne, anggap aja aku enggak pernah ada di kehidupanmu. dan hapus semua memori tentang aku di fikiranmu. hapus semua kisah tentang aku. Dan sebaliknya aku juga. Aku akan menghapus semua kenangan indah bersama mu. janjimu kepadaku. Akan ku hapus semua. Anggap saja kita tidak pernah bertemu dan tak saling kenal”
Perasaan Rudi seperti tertusuk pedang yang amat tajam dan teramat sakit sekali. Emosi mempengaruhi perkataan yang dia ucapkan
“Kenapa harus begitu Rud, kita kan bisa jadi teman dan tetap komunikasi walaupun sudah tidak pacaran lagi”
Ine mencoba Meyakinkan rudi agar mereka tetap berkomunikasi walaupun sudah tidak pacaran lagi
“Sudahlah Ne, aku ga bisa seperti itu. Dan aku ingin mengucapkan untuk yang terakhir kalinya kepadamu. Aku sayang sama kamu...”
Dan kemudian Rudi menutup pembicaraan mereka dengan mematikan HP nya. Dan dengan dibalut rasa emosi ia membuang HP yang digenggam ke lantai hingga berantakan.
Hancur hati Rudi mendengar keputusan Ine yang tidak mendasar karena harus mengakhiri hubungan yang telah lama ia bangun atas dasar cinta dan kasih sayang. Badan Rudi lemas. Ia tak tahu lagi harus berbuat apa atas hal ini. Kesal ,sedih, sakit dan emosi tercampur menjadi satu. Pikirannya terus menerawang wajah Ine yang jauh disana. Ia membayangkan saat di Medan bermesraan dan bercanda bersama Ine. Pupus sudah harapan yang telah Rudi cita – cita kan. Pupus hanya dalam waktu beberapa menit. Rudi hanya bisa menutup muka nya dengan bantal . dan larut dalam kesedihan yang amat dalam dan menyakitkan itu.
Cuaca yang panas berubah mendung dan air menetes dari langit membasahi tanah Manado. Langit sepertinya menangisi akhir hubungan sepasang kekasih ini. langit hari itu bersedih melihat Rudi meratapi kisah romantis yang sudah gagal karena jarak dan waktu yang membentang jauh.
***
Di Kantor Ine (Medan)
“Ne, kenapa kamu menangis??”
Atasan Ine bertanya kepadanya
“Saya merasa bersalah terhadap pacar saya bu, saya memutuskan dia hari ini”
Ine menjawabnya dengan tersedu – sedu. Dan mengusap air matanya dengan tisu
“loh, bukannya kamu sayang sama dia Ne??? Kenapa kamu putuskan dia??”
Tanya atasannya lebih dalam
“Begini bu, saya sayang sama dia. Tapi saya juga ga bisa pacaran jarak jauh. Apalagi dia enggak bisa terus bersama dengan saya disini. Lagian saya sering emosi gara – gara rasa rindu saya yang terus memuncak.”
Ine menjawab dengan terbata – bata. Dan terus mengusap air matanya dengan tisu
“Ne, kamu harusnya kuat dalam menjalaninya. Apalagi dia bekerja disana. Tapi memang benar, jarak itu terkadang menjadi penghalang yang amat besar buat hubungan pacaran. Orang Yang sudah menikah saja banyak yang bermasalah gara – gara jarak. Tapi percayalah Ne, semua ini sudah takdir dari yang maha kuasa. Dan kita hanya dapat bersabar atas apa yang sudah diberi”
Atasan Ine berusaha menguatkannya dikala kesedihan melandanya.
“Terima kasih bu atas nasehatnya. Yang saya ingin tanyakan apakah pilihan saya tepat untuk memutuskan pacar saya??”
Ine penasaran dengan keputusannya
“Ne, semua keputusan itu benar. Tidak ada yang salah. Tergantung kita dalam menyikapinya. Dan selama keputusan itu dari diri kamu dan sudah kamu pikirkan matang – matang menurut saya tidak salah kok”
Jawaban atasannya menguatkan perasaannya yang tengah gaduh dengan pikirannya.
“Tapi bu, saya masih kasihan terhadap keadaan pacar saya atas kejadian ini. Alangkah kejamnya saya menghianati cinta yang telah dia beri buat saya”
“Sudahlah Ne, ini sudah menjadi keputusanmu. resiko apapun kamu harus terima dengan bijak. Apalagi keputusan ini kamu yang buat. Jadi jangan menjadi suatu ganjalan buatmu. Apalagi kamu sudah mempertimbangkannya. Sudah Ne. Kamu lanjut lagi bekerja. Banyak pekerjaan yang menunggumu. Dan kerjaanmu itu tidak selesai apabila kamu tangisi terus”
“Iya bu, terima kasih atas sarannya”
Pembicaraan ine dengan atasannya di kantor berakhir. Ine kembali lagi bertugas didepan komputernya. Sambil mengusap air matanya yang terus jatuh membasahi pipinya. Perasaan ine masih gaduh atas keputusannya yang telah ia buat hari ini. Rasa bersalah, kecewa, sedih, bimbang bercampur menjadi satu dan membentuk gelombang besar yang terus menghantam dadanya hingga sesak. Sebenarnya ia juga tak ingin berpisah dengan Rudi. Tapi keputusan telah dibuat. pahit sekali menurutnya. Ine juga membohongi Rudi dengan mengatakan bahwa ia telah memliki pengganti kekasihnya itu. Seperti tamparan yang besar buat ine yang telah membohongi Rudi . Ia bingung alasan apa yang ingin disampaikan kepada Rudi agar masuk akal. Sungguh sangat menyedihkan hari ini buat Ine.
Tiba – tiba hujan turun dengan deras di Medan. Ine melihat dari jendela ruang kerjanya. Sepertinya langit bersedih untuk Ine yang sedang kesakitan terhadap keputusan yang diambilnya. Keputusan yang amat berat. Kebohongan yang amat sangat keji. Sebenarnya Ine ingin menelpon kembali Rudi. Namun nomornya tidak dapat dihubungi. Entah apa penyebabnya. Perasaannya semakin tidak karuan saat itu dan merasa amat sangat bersalah.
****
Setahun Kemudian (Medan)
“Rud, kamu sudah tiba di Medan ??”
Tanya ibu Rudi
“Sudah mah, Rudi sudah di jalan naik taksi”
Jawab Rudi. Yang tengah mengabari ibunya lewat telepon
Rudi mengambil cuti selama 10 hari dan memilih untuk pulang ke medan melihat ibunya. Sudah satu tahun dia tidak melihat kota medan yang penuh dengan cerita. Cerita yang romantis penuh kenangan saat bersama Ine mantan kekasihnya. tapi itu adalah masa lalu menurutnya.
Dalam perjalanan, Rudi mengenang kembali memori kisah asmaranya dengan Ine. setelah putus ia tidak pernah berkomunikasi dengan Ine. lama sekali, ada rasa kangen terhadap ine. Apalagi supir taksi membawa Rudi melewati jalan yang dulu dilewati saat mereka masih pacaran. Rasa kangen itupun makin besar. Dan Rudi berkeinginan untuk datang dan menjenguk Ine walau hanya sebentar.
“ Pak, nanti lewat jalan SM Raja ya . Saya ingin menemui teman disana”
Pinta Rudi kepada supir taksi
“Baik mas. Nanti bilang saja berhentinya dimana”
Jawab supir taksi
Taksi bergerak menuju jalan SM Raja. Rudi memandang keadaan dikiri dan kanan jalan. Tak ada yang berubah. Hanya kemacetan yang bertambah. Terlintas kembali memorinya bersama Ine dikala sedang menambal ban motor Rudi yang bocor. Jelas sekali ingatan itu. Sehingga Rudi tidak sabar ingin segera bertemu dengan mantan terindahnya untuk mengucapkan kata maaf telah membuatnya kesal dan labil dalam hubungan yang berat selama pacaran dengannya.
“Pak, masuk gang itu ya, terus belok kanan . Rumahnya gerbang warna putih dan didepan rumah yang ada pohon mangganya. Nanti bapak tunggu di depan ya”
Rudi memberi perintah kepada supir taksi sambil menunjuk arah
“baik mas,”Jawab supir taksi
Taksi berhenti tepat didepan rumah dengan gerbang warna putih dan didepan rumah yang ada pohon mangganya. Kebetulan rumah yang seperti itu Cuma ada satu di gang itu. Dan rumah itu adalah rumah Ine. Rudi keluar dari taksi dan menuju kearah rumah itu. Dia pegang gerbang itu dan terpintas memori bersama Ine.
Rudi melihat Rumah itu tampak berantakan dan sepertinya kosong tidak berpenghuni.
“apakah ine sudah pindah, kok sepi ya??”
Hatinya berkata penuh tanda tanya
kemudian ia masuk kedalam rumah melalui gerbang putih yang sudah usang dan penuh karat.
“selamat siang .. ne.. ini aku Rudi”
Rudi memanggil ine sampai beberapa kali. Hasilnya tidak satu orang pun keluar ataupun menyahuti panggilannya.
Kemudian seorang wanita mendatangi Rudi, sepertinya tetangga Ine. Dan wanita itu berbicara kepada Rudi
“Mas, mau ketemu siapa ya??”
Wanita itu tidak mengenali Rudi yang notabene adalah pacar ine yang sering datang ke rumah itu beberapa tahun yang lalu sewaktu dimedan
“Saya mau ketemu Ine , apakah dia ada dirumah??”
Rudi bertanya kepada wanita tersebut
“Oooo..., mau ketemu Ine toh. Mas, rumah ini telah lama kosong kira – kira beberapa bulan yang lalu. Keluargnya menjual rumah ini. Dan Ine sekeluarga pindah ke Bandung.”
Mendengar jawaban wanita itu. Hatinya seperti teriris pisau, sakit sekali. Rudi sedih sekali karena tidak bisa mengucapkan kata perpisahan untuknya.
Obrolan antara Rudi dan tetangga Ine berakhir. Rudi kembali naik ke dalam taksi menuju rumahnya. Rudi merasa bersalah terhadap Ine. karena ia tidak sepatutnya mengakhiri komunikasi dengan Ine begitu saja. Minimal mereka bisa berteman. Kenangan- kenangan yang Rudi lalui bersama Ine adalah hal yang luar biasa dalam hidupnya. Tiada saat yang paling bahagia kecuali saat bersama dengan Ine.
Selama perjalanan menuju rumah, Rudi terus mengutak – atik HP miliknya berharap nomor HP Ine masih tersimpan. Namun kenyataannya nomor itu telah hilang bersama masa lalu yang indah itu.
“Ne, kamu adalah kekasih terbaikku. Walaupun kau telah menjadi mantan. Kamu tetap mantan yang paling terbaik. Semoga kenanganmu bersamaku tetap bersemi. Biarlah masa lalu ini menjadi pengingatku dikala aku rindu padamu. Semoga tuhan dapat mempertemukan kita kembali dan bisa mengulang kebahagian itu lagi”
Sampai saat ini Rudi masih mencari kabar tentang Ine. Ia ingin sekali mengucapkan kata maaf kepada orang yang telah ikhlas memberinya cinta tulus dan kasih sayang yang sempurna untuknya.
Medan adalah akhir dari kisah cinta Rudi. Namun ini adalah awal dari pendewasaan diri baginya. Dari sini Rudi tahu bahwa jarak adalah tantangan yang amat besar pengaruhnya terhadap penentu suatu hubungan. Makin jauh jarak, makin berbeda waktu makin sulit tantangan itu. Jarak dan waktu membuat derita tapi jarak dan waktu juga yang membuatnya sukses dan bahagia dengan pekerjaannya. Pilihan yang teramat sulit dan memang seperti itu adanya. Tapi yang Rudi pahami adalah ia telah setia menjalani hubungan yang telah usai itu. Sesulit apapaun tetap dijalani. Dan berharap semua kekecewaan dalam hatinya hilang seiring waktu dan jarak yang membentang.
Tamat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H