Lihat ke Halaman Asli

Mahasiswa Agent of Peace

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tanggal 21 September diperingati sebagai Hari Perdamaian Sedunia yang telah ditetapkan oleh PBB dan Unesco. Momentun Hari Perdamaian tersebut diperingati secara berbeda-beda oleh orang-orang di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

Berangkat dari Hari Perdamaian Sedunia yang baru saja berlalu, Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK), mencatat setidaknya 1.051 orang tewas akibat kekerasan yang terjadi sejak Juni 2013 hingga Mei tahun ini. Jumlah insiden dan korban kekerasan ini amat memprihatinkan. Menjadi sebuah paradoks ketika setiap tahun di tanggal 21 september, diperingati sebagai Hari Perdamaian Sedunia namun tidak membawa dampak apa-apa dan hanya menjadi seremonial belaka.

Tak pelak, pemerintah dan kita semua harus ambil bagian dalam kampanye perdamaian di Indonesia. Tak terkecuali mahasiswa sebagai agen perubahan atau agent of change di masyarakat.

Mahasiswa sebagai agen perubahan sudah seyogianya membawa perubahan yang positif, khususnya di bidang perdamaian. Melihat begitu banyak terjadi kekerasan terjadi, dimulai dari kekerasan yang mengatasnamakan suku, ras atau pun agama. Sebagai mahasiswa, semestinya hal tersebut dapat dicegah dengan mengatasi prasangka atau negatif thinking terlebih dahulu.

Selain itu, mahasiswa sebagai intelektual, seharusnya bisa memetakan keadaan dan tidak mudah percaya atau terprovokasi oleh isu-isu tertentu. Sehingga tidak menjadi alat dari satu golongan atau kelompok tertentu yang ingin menggunakan kekerasan sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah.

Indonesia sebagai negara majemuk dan menjunjung tinggi nilai-nilai perbedaan dengan ber-asaskan semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’ sudah menjadi modal bahwa bangsa kita sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Dari sinilah semestinya idealisme tentang perdamaian dibangun dengan tidak menghancurkan perbedaan yang sudah digariskan Tuhan.

Agent of Peace

Menyandang predikat sebagai mahasiswa tentu tidak mudah karena mempunyai tanggung jawab sosial yang besar.Selain menjadi agent of change (agen perubahan) dan agent of social control (agen pengontrol sosial), mahasiswa di tengah dominasi tindak kekerasan yang merajela. Mahasiswa hendaknya mengambil bagian menjadi agen perdamaian seperti menolak segala bentuk kekerasan atas nama apapun termasuk yang mengatasnamakan Tuhan sekalipun.

Tentu lebih baik mencegah daripada mengobati. Oleh karena itu, mahasiswa lebih baik mencegah kekerasan lebih dahulu ketimbang mengobati luka setelah terjadi kekerasan. Maka mau tidak mau mahasiswa harus paham dulu tentang bagaimana membangun kerangka perdamaian yang dimulai dari diri sendiri kemudian baru ke orang lain (masyarakat). Setelah itu, menghilangkan prasangka merupakan hal yang sangat urgen ketika ingin mewujudkan sebuah perdamaian.

Di tengah dominasi tindak kekerasan, mahasiswa harus bisa menempatkan posisinya sebagai agen perubahan yang membawa perdamaian selain menjadi agen yang mengontrol keadaan sosial di sekitarnya. Kontrol sosial disini juga bisa diartikan sebagai penjaga stabilitas keamanan dalam bermasyarakat sehingga keadaan yang kondusif yang telah diciptakan tetap stabil dan terhindar dari konflik yang berujung kekerasan.

~ Artikel ini telah dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 23/10/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline