Lihat ke Halaman Asli

setiadi ihsan

Social Worker, Lecturer.

Empati

Diperbarui: 19 April 2019   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bismillah...

Ini adalah kali pertama bagi saya dalam berbagi tulisan melalui media ini.

Akun sudah lama dibuka. Penyakit kronis, lupa password, akhirnya gagal terus untuk berbagi.

Baiklah, langsung menuju pokok tulisan.

Empati, persoalan ini yang ingin saya bahas. Dalam ilmu komunikasi, empati memegang peran penting. Komunikasi assertif yang menengahi dari dua jenis ekstrim gaya komunikasi, agresif dan pasif, kuncinya adalah empati. 

Dalam komunikasi assertif, kepiawaian dalam mengungkapkan ide/gagasan secara verbal/non verbal harus dibarengi dengan ketiadaan dampak menyakitkan/merendahkan bahkan menghina dari sang penerima pesan. Inilah nilai empati.

Dalam ilmu komunikasi pula, satu quote sudah lama dikenal dan dipercaya: The best communicator is a good listener, ini juga sarat dengan nilai empati. Mendengar, berbeda dengan mendengarkan. Listening is not hearing. 

Mendengarkan memerlukan usaha, selain menyengaja untuk "mendengar" sesuatu, kita juga memberikan perhatian dan/atau response. Tidak semua orang bisa nyaman dalam posisi "mendengarkan", berbeda dalam posisi ketka kita berbicara.

Mendengar dan mendengarkan adalah pelajaran pertama yang kita dapat. Dibandingkan mata, sewaktu kita bati, maka telinga-lah yang lebih dahulu berfungsi. Dari mendengarkan ini pula kita, pertana kali berinteraksi dengan lingkungan, termasuk mengenali suara ibu dan ayah kita. Namun demikian, mendengarkan meski kita pelajari sejak lahir, bukan berarti menjadikan kita piawai sebagai seorang pendengar yang baik.

Dari interaksi sosial, selain menjadikan kita bisa belajar dan saling mengenal, juga berpotensi konflik, entah itu berupa kesalahfahaman sampai kepada pertengkaran dan permusuhan. Ini, dapat terjadi karena komununikasi yang salah, tdk efektif, secara umum... kita menyebutnya sebagai kondisi missed communication. Missed communication ini sering diakibatkan karena persoalan ketiadaan empati.

Menyimak hingar-bingar dunia medsos saat ini. Kita banyak dipertontonkan dengan silang pendapat, adu argumen, saling sindir, bahkan saling ejek dan saling hina antar dua pendukung paslon presiden yang masih belum kunjung selesai, bahkan semakin memanas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline