Lihat ke Halaman Asli

Zul Hendra

Bankir Syariah/Akuntan/Mahasiswa

Industri Keuangan Syariah di Indonesia "antara Peluang dan Tantangan"

Diperbarui: 21 Mei 2019   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kehadiran industri keuangan tidak dapat dielakkan dalam sistem perekonomian dunia. Hal ini untuk menunjang berjalannya roda perekonomian suatu negara. Dimana saat ini sistem perekonomian kapitalisme menjadi salah satu sistem ekonomi yang diadopsi hampir mayoritas negara di dunia. 

Sudah begitu banyak analisa dan bukti yang selalu menampilkan kesimpulan bahwa sistem kapitalis ini memiliki banyak sekali kelemahan dan menyimpan ancaman dalam dirinya berupa terjadinya krisis moneter yang dapat meluluhlantakkan perekonomian sebuah negara jika tidak diantisipasi. Sebagai contoh yakni terjadinya beberapa krisis ekonomi diantaranya krisis moneter di Asia Tenggara Tahun 1997, resesi ekonomi di AS Tahun 2008, hingga krisis utang Sovereign Eropa tahun 2009 hingga kini. 

Sehingga hal ini memunculkan berbagai kritikan terhadap kebijakan ekonomi kapitalis, terlebih ketika hasil yang disuguhkan oleh sistem ini tidak memberikan tatanan ekonomi yang kokoh dan sustainable. Kesenjangan ekonomi, kemiskinan, pengangguran, jerat hutang, ketimpangan kekuatan ekonomi serta masalah sosial yang muncul seperti, kriminalitas, pelacuran, perjudian dan lain sebagainya, menjadi indikator negatif yang populer dalam fenomena perekonomian kapitalis. Dengan berbagai kegagalan sistem ekonomi kapitalis tersebut memunculkan ketertarikan dunia barat terhadap sistem ekonomi syariah yang merupakan bagian dari ajaran Agama Islam. Hal ini terbukti dimana Inggris sebagai negara berpenduduk mayoritas non-muslim dapat menjadi pusat keuangan syariah di Barat.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia negara berpenduduk terbesar ke 4 didunia yakni sekitar 265 juta jiwa berdasarkan data BPS, dan 85% diantaranya muslim. Seharusnya Indonesia bisa menjadi pusat keuangan syariah global di dunia. Namun kenyataannya industri keuangan syariah di Indonesia masih kalah jauh dibanding negara tetangga Malaysia yang secara jumlah penduduknya hanya 12 persen dari jumlah penduduk Indonesia. 

Industri keuangan syariah sudah hampir 27 Tahun beroperasi di Indonesia yakni ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat pada tahun 1992. Namun hingga saat ini pertumbuhan market share perbankan syariah di Indonesia sangat sulit untuk tembus angka 10 persen yakni baru 5,70 persen dari total market share perbankan Indonesia, sementara aset perbankan syariah di Malaysia sudah mencapai 20 persen. 

Berdasarkan laporan Islamic Finance Country Index (IFCI) tahun 2018, dimana IFCI menempatkan Malaysia di atas daftar negara-negara yang memimpin industri syariah secara global. Sementara Iran pada peringkat kedua, Arab Saudi, UAE dan Kuwait masing-masing menempati peringkat ketiga, keempat dan kelima. Sementara Indonesia hanya menempati posisi ke 6 untuk pasar paling berpengaruh di industri jasa keuangan Islam global.

Menurut penulis beberapa hal yang menyebabkan Indonesia belum mampu mengoptimalkan potensi yang ada untuk pengembangan industri keuangan syariah, diantaranya: 1) Pertumbuhan industri keuangan syariah di Indonesia memang cukup pesat yakni kisaran 20-30% per tahun namun pertumbuhan industri keuangan konvensional juga mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. 

Market share industri keuangan syariah di Indonesia hingga saat ini baru mencapai 8.47% dari total market share keuangan Indonesia (sumber data-OJK 2018). Dengan demikian, pertumbuhan aset, laba, market share serta infrastruktur lembaga keuangan syariah masih jauh dibawah lembaga keuangan konvensional. 2) Masih kurangnya/belum meratanya pemahaman dan kesadaran masyarakat di Indonesia terutama umat muslim perihal sistem ekonomi dan keuangan syariah sehingga masih tertarik menggunakan lembaga keuangan konvensional. 

Berbagai kritikan dan tudingan muncul baik yang berasal dari akademisi, praktisi maupun masyarakat awam ditujukan ke lembaga keuangan syariah terutama perbankan syariah, diantaranya; Bank syariah hanya mengganti istilah/nama dari konven menjadi syariah, Bank syariah masih menggunakan prosentase dan mengacu kepada suku bunga BI, minjam di bank syariah itu mahal dan ribet, masih mengenakan denda, modal bank syariah dari Bank konvensional, serta banyak tudingan dan kritikan lainnya. 

Kritikan dan tudingan ini muncul sebagai bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah. 3) Lembaga keuangan syariah terkesan sebagai lembaga keuangan kelas dua di negeri ini, hal ini dibuktikan dengan belum adanya lembaga keuangan syariah berbentuk BUMN (milik Negara) baik perbankan syariah maupun lembaga keuangan syariah lainnya, beberapa lembaga keuangan syariah yang ada saat ini beberapa diantaranya hanya merupakan anak usaha perusahaan BUMN konvensional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline