Lihat ke Halaman Asli

ISS di Mana Tanggung Jawabmu?

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13987334471995459777

[caption id="attachment_321791" align="aligncenter" width="300" caption="Manajemen ISS Indonesia dinilai tak terbuka menyikapi kasus yang kini membelit perusahaan tersebut. (Sumber : www.no.issworld.com)"][/caption]

Bola panas akibat kejahatan seksual terhadap sejumlah anak TK, membuat reputasi JIS (Jakarta International School) terpuruk. Kredibilitas yang sudah dibangun bertahun-tahun, seketika lenyap karena terungkapnya kasus pedofilia di lingkungan mereka.

Persoalan bertambah berat, ketika Kemendikbud menemukan fakta bahwa JIS selama ini tidak memiliki izin untuk menyelenggarakan kegiatan sekolah untuk anak-anak usia dini itu. Padahal sudah 10 tahun TK di JIS berjalan. Tak ada ampun, pemerintah akhirnya secara tegas menutup operasional TK mulai tahun ajaran mendatang, hingga JIS mengantungi izin secara resmi.

Derasnya sentimen publik terhadap JIS bisa jadi semakin bertambah, karena drama belumlah usai. Pasca terungkapnya pelaku pedofil yang selama bertahun-tahun menjadi guru di JIS oleh FBI, serta penangkapan pelakucleaning service hingga berjumlah enam orang oleh pihak kepolisian, pekan lalu kita dikejutkan dengan tewasnya salah satu terduga pelaku karena nekat bunuh diri.

Disisi lain, berdasarkan investigasi dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), kepolisian masih memburu satu pelaku yang hingga kini masih melenggang bebas.


Kedepan, publik belum tahu kejutan apa lagi yang akan terjadi dibalik pengungkapan kasus yang sudah menjadi konsumsi masyarakat internasional itu. Kepolisian juga berencana memerika para guru dan kepala sekolah, terkait dengan beredarnya isu geng pedofil di lingkungan JIS.

Namun apa pun itu, pemberitaan negatif yang bersifat massif telah membuat otoritas JIS seperti tak kuasa membendung gelombang berita yang semakin deras dan membuat citra sekolah internasional semakin terpuruk .

Dalam wawancara dengan Tempo (25/4/2014), Tim Carr menyebutkan bahwa ini adalah masa-masa yang sangat sulit dan banyak orang tua yang khawatir dengan kelangsungan sekolah. Namun ia bersyukur, bahwa sejauh ini belum ada orang tua yang ingin memindahkan anaknya dari JIS.

Carr juga mengungkapkan mengapa selama dua pekan JIS bungkam dan menutup rapat seluruh informasi terkait dengan kasus pelecehan itu. Ia beralasan pada saat kasus ini diketahui orang banyak, fokus JIS adalah menyampaikan informasi kepada siswa dan orang tua.

“Kami mengutamakan komunikasi internal sebelum berbicara dengan media. Semua orang amat terkejut karena secara emosional ini amat berat. Yang jelas, saat ini kami fokus melindungi siswa dan guru-guru kami agar bisa tetap fokus belajar”, ujarnya.

Terlepas dari ketidaksiapan JIS dalam menghadapi krisis komunikasi yang kini mendera, namun keterbukaan terhadap publik dan kesediaan melakukan kerjasama dengan berbagai otoritas terkait di negeri ini, sudah merupakan modal berharga dalam meredam isu kejahatan seksual di lingkungan mereka.

Jika JIS sudah menyadari kekeliruan dalam menyikapi crisis communication, hal sebaliknya justru terlihat dari manajamen PT ISS Indonesia. Hingga berita ini mencuat dan menjadi isu sentral di berbagai media massa, tidak ada sepotong kalimat pun yang keluar dari perusahaan yang memasok para petugas cleaning service sontoloyo itu.

Padahal jika mau jujur, “biang kerok” persoalan justru berawal dari ISS. Istilahnya, JIS hanya “ketiban pulung”, karena percaya sepenuhnya kepada ISS.

Mengapa media tidak mengejar ISS? Apakah media di Tanah Air lupa bahwa ISS juga merupakan muara dari persoalan ini?

Bisa jadi episentrum persoalan masih berpusat pada JIS. Namun media bukan tidak berupaya mengkonfirmasi tanggung jawab ISS dalam mega kasus ini. Tengok saja upaya yang dilakukan oleh jurnalis dari Beritsatu.com.

Dalam tulisan berjudul “Terkait Kejahatan Seks di JIS, ISS Indonesia Bungkam” yang ditayangkan pada Jumat (25/4/2014), Beritasatu kecewa karena manajemen ISS tidak menepati janji, padahal pihak humas ISS sebelumnya bersedia memberikan klarifikasi.

Berikut kutipan lengkap dari pemberitaan di Beritasatu.com tersebut.

PT ISS Indonesia, urung menyampaikan pernyataan terkait keterlibatan pegawainya Agun dan Virgiawan alias Awan sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual terhadap siswa TK di Jakarta International School (JIS).

Beritasatu.com, sudah berusaha mengkonfirmasi perihal kasus ini melalui sambungan telepon dan menyambangi Kantor ISS Indonesia di Jalan Jendral Sudirman Blok J No.3, Bintaro Jaya. Namun, pihak ISS urung memberikan komentar dengan alasan sedang rapat.

Pagi ini, Beritasatu.com mencoba menyambangi kantor ISS Indonesia, sekitar pukul 09.30. Saat sampai di sana, Beritasatu.com diterima sekuriti di pintu gerbang. Kemudian, sekuriti bernama M.Iqbal, menanyakan maksud kedatangan.

Setelah diberitahu maksud kedatangan untuk wawancara dengan pimpinan atau humas PT ISS Indonseia, sekuriti itu masuk ke dalam.

Beritasatu.com harus menunggu sekitar 1 jam untuk mendapat kepastian apakah dapat mewawancarai pihak PT ISS Indonesia. Akhirnya, setelah beberapa kali bolak-balik, M. Iqbal kembali dan menyampaikan, pihak humas atas nama Frea siap diwawancara sehabis istirahat siang.

"Tadi sudah koordinasi, bapak silahkan ketemu Ibu Frea, sekitar jam 13.30 atau 14.00," katanya.

Namun, ketika Beritasatu.com kembali pada pukul 13.40, M. Iqbal menyatakan, pihak humas mendadak ada rapat.

"Mohon maaf pak, pihak humas tiba-tiba rapat mendadak. Tidak bisa ditemui," bilangnya.

Ketika Beritasatu.com meminta nomor pihak humas, sang sekuriti enggan memberikannya.

"Maaf, saya tidak bisa memberikan nomornya. Bapak mungkin bisa menghubungi saja nomor telepon kantor, nanti akan disambungkan ke humas. Teleponnya di hari kerja," elaknya.

Dimana Houtman Simanjuntak?

Keengganan ISS Indonesia memberikan klarifikasi atas isu kejahatan seksual di JIS tentu memunculkan sejumlah tanda tanya. Wajar jika publik mempertanyakan tanggung jawab perusahaan tersebut, karena dimensi persoalan kini semakin meluas, tidak hanya menyangkut persoalan hukum, namun sudah merembes ke wilayah sosial, politik, dan budaya.

Jika asumsinya bahwa perusahaan asing memang tak mudah untuk bekerja sama, bisa jadi hal itu juga menjadi pijakan manajemen ISS Indonesia untuk “wait and see”. Cenderung menghindari kejaran pers karena hal ini menyangkut berita buruk yang berpotensi menggerus reputasi perusahaan.

Faktanya, tak banyak yang tahu bahwa ISS merupakan perusahaan yang berbasis di Kopenhagen, Denmark. Sebelumnya saya sendiri dan mungkin Anda mengira bahwa ISS adalah perusahaan lokal yang memahami kultur dan budaya bangsa Indonesia.

Namun dengan keengganan manajemen PT ISS Indonesia untuk terbuka kepada publik sebagai bentuk tanggung jawab sosial, memperkuat persepsi bahwa perusahaan asing memang hanya sekedar berbisnis dan mengeruk keuntungan semata.

Fakta bahwa manajemen puncak ISS lebih memutuskan untuk tidak terbuka sungguh bertolak belakang dengan tuntutan yang berkembang saat ini. Apalagi jika perusahaan tengah dilanda prahara.


Survey yang dilakukan Edelman Pacifik pada 2012, menyebutkan bahwa saat perusahaan dilanda krisis, peran CEO sangat dibutuhkan. Publik lebih mempercayai pernyataan yang dikeluarkan oleh pucuk pimpinan dibandingkan level dibawahnya.

Disisi lain, berkembangnya new media (blog, media online, social media), membuat pola komunikasi berubah dari vertical menjadi horizontal.Sehingga publik pun bebas menyatakan pendapat melalui berbagai media non konvensional itu.

Karenanya, ketiadaan informasi akibat keengganan manajemen perusahaan memberikan pernyataan atau klarifikasi, malah menyebabkan media dan publik mencari-cari informasi sendiri, yang belum tentu dapat dipercaya karena kredibilitasnya diragukan.

Alhasil, spekulasi yang tidak jelas akan semakin berkembang, yang ujung-ujungnya semakin merugikan perusahaan dan meruntuhkan kepercayaan stake holder.

Jika Tim Carr, kepala sekolah TK JIS, pada akhirnya bersedia menjadi nara sumber dan menjelaskan situasi yang terjadi kepada publik melalui corong media massa, maka hal yang sama seharusnya juga ditiru oleh Houtman Simanjuntak, Dirut PT ISS Indonesia.

Sebelumnya dalam berbagai kesempatan (sebagai bentuk pencitraan), Houtman selalu mengagung-agungkan empat sistem nilai yang menjadi keunggulan tenaga kerja yang dipasok oleh PT ISS Indonesia.Keempat sistem nilai itu adalah : menghargai kejujuran, bertindak sebagai wirausaha, memelihara tanggung jawab dan memberikan kualitas yang terbaik.

Diyakini, sistem nilai itu menjadikan ISS Indonesia tumbuh pesat. Sekarang ISS Indonesia telah menjadi perusahaan facility services yang terbesar dan terkemuka yang memiliki lebih dari 2.000 pelanggan dengan lebih dari 58.000 karyawan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Setiap tahun ISS Indonesia selalu bertumbuh signifikan, rata-rata lebih dari 20%. Sedangkan secara Global, ISS di seluruh dunia memiliki lebih dari 525.000 karyawan dengan lebih dari 125.000 pelanggan.

Kini dengan keterlibatan para cleaning service ISS dalam kasus kejahatan seksual di JIS, empat sistem nilai yang menjadi selama ini jargon ISS sepertinya hanya pepesan kosong belaka. Bisa jadi sistem rekrutmen yang dilakukan hanya sekedar formalitas dengan mengesampingkan nilai-nilai luhur tersebut.

Bagaimanapun, agar isu ini tidak semakin meluas, sebaiknya manajemen ISS tidak terus-terusan menutup diri. Tak seharusnya kebijakan yang (mungkin) digariskan oleh kantor pusat menjadi harga mati. Karena ISS berbasis di Indonesia sekaligus mencari keuntungan di Indonesia.

Jangan biarkan publik semakin antipati dan terus memelesetkan akronim ISS menjadi International Sodomy Services, seperti yang saat ini ramai berkembang di media-media sosial.

Inilah tantangan yang sesungguhnya buat Houtman Simanjuntak. Sebagai CEO, beranikah ia keluar dan menghadapi tanggung jawab?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline