Di tengah kondisi Bangsa Indonesia yang dirundung berbagai nestapa akibat bencana alam, konflik sosial, kesenjangan ekonomi dan lainnya, sudah saatnya kita membangkitkan lagi semangat kesetiakawanan sosial nasional.
Peringatan setiap 20 Desember berawal dari sejarah rakyat Indonesia menunjukkan solidaritas yang luar biasa untuk membebaskan tanah air dari cengkraman negara penjajah. Adalah mantan Menteri Sosial H. Moeljadi Djojomartono, yang memiliki jasa besar dalam melahirkan Hari Sosial Nasional pertama pada 20 Desember 1958. Seiring berjalannya waktu, maka peringatan tersebut diubah menjadi Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN).
Peringatan HKSN pun sangat berdekatan dengan Hari Bela Negara Nasional yang jatuh 19 Desember 2017. Keduanya memiliki semangat yang sama yakni cinta tanah air demi keutuhan dan kedaulatan NKRI. Sejarah membuktikan Indonesia adalah negara besar yang lahir dari kemajemukan. Rasa kesetiakawanan ini berubah menjadi sistem amunisi dan persenjataan sosial yang telah terbukti mampu menangkal semua ancaman bangsa dan negara.
Bahkan, rencana Belanda menguasai kembali NKRI pada 20 Desember 1949 gagal total karena pendudukan di Yogyakarta tidak berhasil. Apa sebab? Saat itu, rakyat Indonesia menunjukkan tidak ada yang lebih penting daripada kemerdekaan hakiki. Semua perbedaan antar suku dan agama disingkirkan demi keutuhan dan kedaulatan NKRI.
Ciri khas kebersamaan dan semangat gotong royong ini tidak boleh hilang. Meski saat ini, seiring berkembangnya liberalisme yang didukung dengan individualisme di dalam masyarakat, berbagai kalangan khawatir semangat gotong royong sudah mulai pupus dari bangsa Indonesia. Penulis melihat semangat kesetiakawanan ini justru masih terjaga dengan baik, khususnya di saat Indonesia dilanda bencana alam.
Pada 2004, ketika terjadi tsunami di Aceh, seluruh rakyat Indonesia mulai anak-anak hingga dewasa menyisihkan sebagian harta mereka untuk disumbangkan masyarakat Aceh. Begitu pula ketika banjir, longsor hingga bencana gempa menimpa Yogyakarta, Jawa Barat dan daerah lainnya, semangat kesetiakawanan ditunjukkan dengan baik.
Saat ini, ketika bencana kembali menimpa beberapa wilayah di Indonesia, solidaritas kesetiakawanan sosial nasional pun mendapat tempat yang baik. Untuk implementasi hal itu, Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) hadir bersama Pemerintah, Khususnya Kementerian Sosial RI. BK3S telah menjalankan sejumlah program pengentasan persoalan sosial demi terwujudnya keadilan di tengah masyarakat kita.
Dalam perjalanan kurang lebih satu dekade, BK3S menyimpulkan ada enam hal krusial yang berkaitan dengan optimalisasi program-program sosial di tanah air. Pertama, kesetiakawanan sosial berkaitan erat dengan keadilan sosial.
Oleh sebab itu, negara harus terdepan dalam menghadapi sejumlah persoalan keadilan sosial. Dengan demikian, rakyat Indonesia akan merasakan secara konkret akan hadirnya negara dalam kehidupan sosial mereka. Semangat nawacita yang pernah dijanjikan Jokowi-JK saat kampanye Pilpres 2014, harus dibuktikan lagi secara nyata hingga saat ini.
Sesuai fungsi ideologi, Negara harus menggunakan kekuatan dan kekuasaannya dalam mobilisasi dan implementasi keadilan sosial ini. Dengan kekuatan yang ada, Negara harus mampu memobilisasi semua sumber daya alam, sumber daya ekonomi, sumber daya manusia untuk kesejahteraan rakyat secara adil.
Secara otomatis, dari tengah masyarakat akan lahir rasa solidaritas tinggi dan kesetiakawanan sosial yang lebih optimal lagi. Ketidakadilan dapat menyulut berbagai persoalan besar dan merupakan stigma dari rasa apatisme terhadap aturan dan hukum, bahkan akan meningkatkan ketidaksetiaan terhadap negara. Ini tentu harus dihindari dan tidak boleh terjadi.