Sampai saat ini di Indonesia, induk udang windu (Panaeus monodon) atau Black Tiger Prawn belum dianggap sebagai plasma nutfah perikanan. Plasma nutfah adalah organisme asli yang dapat menghasilkan jenis unggul baru. Apakah induk udang windu Indonesia layak disebut plasma nutfah? Tidak banyak penelitian mengenai keunggulan induk udang windu Indonesia, meskipun banyak tulisan yang menyebut keunggulan induk udang ini. Kebanyakan tulisan tersebut pun tidak menyebut sumber penelitiannya yang menyatakan induk udang windu, khususnya dari Aceh, adalah induk udang windu terbaik di dunia. Kurangnya penelitian mengenai induk udang windu Indonesia, menjadi salah satu penyebab pengelolaannya tidak diperhatikan oleh pemerintah. Ataukah mungkin banyak penelitian yang tidak dipublikasikan kepada masyarakat.
Akan tetapi, di antara penelitian yang sangat kurang tersebut, ada sebuah tulisan mengenai “Towards Sustainable Shrimp Culture in Thailand and the Region” yang menyebut suatu hasil penelitian mengenai induk udang windu terbaik di Indonesia adalah dari Aceh. Secara tersurat, Thailand yang pernah memproduski udang windu hasil budidaya terbesar di dunia sampai tahun 2003, telah mengakui keunggulan induk udang windu di Indonesia. Bahkan salah seorang staf Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee Aceh menyatakan bahwa keberhasilan budidaya udang windu di Thailand dan Vietnam karena mereka membenihkan induk udang windu dari Aceh.
Bagaimana dengan Indonesia sendiri? Sejak tahun 1990-an, produksi udang windu hasil budidaya mengalami fluktuasi. Dan beberapa tahun terakhir udang windu terdesak oleh produksi udang vannamei yang diintroduksi dari luar (Amerika Latin), yang ternyata menimbulkan banyak masalah khususnya merebaknya penyakit udang akibat intensifikasi budidaya udang vannamei ini. Akhirnya beberapa pihak mulai kembali fokus mengembangkan udang windu asli Indonesia dan memikirkan pengelolaannya. Pengelolaan dan pengembangan udang windu serta budidayanya, harus dilakukan secara menyeluruh. Salah satunya adalah pengelolaan induk udang windu agar menghasilkan benih unggul.
Induk udang windu yang dapat menghasilkan benih unggul merupakan salah satu alasan kuat menjadikan induk udang windu sebagai salah satu plasma nutfah perikanan Indonesia. Plasma nutfah menurut Undang-Undang Perikanan Tahun 2009 akan menjamin pelesatarian dan pemanfaatannya. Ekositem induk udang windu dapat dilindungi dan akan semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Bukan hanya Indonesia yang akan diuntungkan, tetapi seluruh dunia akan tetap memiliki induk udang windu terbaik sebagai salah satu kunci kesuksesan budidaya.
Berdasarkan dua latar belakang penting yaitu melestarikan induk udang windu Indonesia dan memperbaiki kembali produksi budidaya udang windu, maka WWF-Indonesia bekerja sama dengan Dirjen Perikanan Budidaya (DJPB), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), akan melaksanakan Lokakarya Nasional Pengelolaan Induk Udang Windu. Tujuan adalah sebagai acuan bagi pihak-pihak terkait untuk menyusun prioritas program dalam rangka pengelolaan berkegiatan udang windu di Indonesia, serta merancang program yang selaras antar berbagai pihak terkait sehingga pengelolaan udang windu menjadi lebih baik sampai dengan 10 tahun mendatang. Dimana sasaran adalah semua pihak yang terkait dengan mata rantai pengelolaan udang windu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya pengelolaan dan habitatnya, dan/atau pihak-pihak lain yang mempunyai komitmen dengan pengelolaan berkelanjutan udang windu di Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan lokakarya ini, semua pihak terkait diundang dan hadiri yaitu perwakilan Direktorat lingkup DJPB, UPT Air Payau DJPB, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi terkait, Pusat Litbang KKP, Direktorat SDI Dirjen Perikanan Tangkap, Pengumpul induk udang windu dari propinsi terkait, Kampus yang membina Kelautan Perikanan, dan Asosiasi Usaha Penangkapan Udang. Lokakarya ini dilaksanakan pada tanggal 30 April 2014, di Hotel Ambhara Jakarta, dibuka oleh Bapak Dirjen Perikanan Budidaya sekaligus sebagai Narasumber, Bapak Prof. Ir. Ketut Sugama, M.Sc, Ph.D. Narasumber lainnya adalah dari WWF-Indonesia, Instansi Pusat KKP, dan Pengusaha Udang Nasional.