Cuaca cerah, tiada hujan maupun badai, namun ombak menghempas perahu tradisional yang bermuatan 30 orang itu tanpa ampun, sesekali air laut masuk membasahi isi kapal, meyirami wajah dan badan penumpangnya. angin timur katanya, dimana saat-saat itu perairan laut Makassar memang sedang dalam kondisi murka. Wajah-wajah itu tegang, sesekali mulut berkomat-kamit melafalkan doa agar diberi keselamatan selama perjalanan. Di haluan kapal, 4 temannya yang lain, tanpa memikirkan keselamatan, malah asik bercanda dengan maut. Mereka berteriak sembari tertawa saat kapal menghempas seolah menunggangi kuda. Menunggu ombak besar, berpegangan, dan kemudian tertawa. Atap kapal yang terbuat dari terpal akhirnya robek tak mampu menahan gempuran angin. Beberapa orang mencari perlindungan dari terpaan air laut. Ponco, kantung plastik bahkan spanduk banner bertuliskan couchsurfing Makassar menjadi payung darurat. Sebuah pengalaman 50 menit dimainkan oleh ganasnya ombak angin timur perairan Makassar.
Meskipun mulut sempat berkomat-kamit melafalkan ayat suci, wajah tegang penuh harap cemas dan kulit yang semakin hitam eksotik, namun harus diakui bahwa pulau Langkadea menyimpan keindahan dan tanda Tanya tersendiri. Pulau Langkadea adalah sebuah pulau yang terletak di barat daya Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan dimana membutuhkan waktu tempuh perjalanan sekitar 50 menit dari pelabuhan tradisional Paotere Makassar. Cukup dengan Rp 750.000 sebuah perahu berukuran sedang dengan kapasitas penumpang sekitar 30-40 orang dapat disewa. Disarankan untuk membawa air tawar, perlengkapan camp, alat masak, ransum dan kebutuhan pokok lainnya.
Pulau ini tak berpenghuni, sangat cocok untuk wisatawan yang membutuhkan ketenangan. Namun dari ketidakberpenghunian yang kemudian disandingkan dengan kondisi pulau yang luas areanya hanya sekitar 3x lapangan sepak bola ini, muncul tanda tanya. Di sebelah timur pulau nampak onggokan kayu yang terpancang tanpa atap yang merupakan bekas dermaga. Dari pinggir pantai ditemukan rongsokan rumah yang berdiri miring, lapuk, tanpa sekat dinding. Jauh lebih ke dalam, ditemukan puing-puing rumah yang ditandai dengan bekas wc yang masih kelihatan jelas dan beberapa serakan ubin di lantai. Terdapat sebuah gudang yang berisi genset tua yang disimpan secara permanen yang dapat dilihat dengan disemenkannya dengan lantai gudang. Hanya sebuah musholla yang berdiri kokoh meskipun jelas tidak terawat. Di beberapa tempat ditemukan kuburan manusia dengan nisan yang terbuat dari kayu maupun batu. Sumur yang tak terisi lagi oleh air dan beberapa bangunan yang tak jelas bentuknya. Sungguh suatu pemandangan yang memiliki tanda Tanya.
Kemungkinan pulau ini dulunya adalah sebuah pulau yang berpenghuni . Jika kemudian pulau ini ditinggalkan oleh warganya, itu dengan alasan apa? Mengingat bahwa genset yang terbilang cukup canggih, rumah-rumah yang permanen dan musholla yang cukup besar. Beberapa sumur yang dibuat secara permanen pula menandakan bahwa air untuk pokok hidup ada keberadaannya, meskipun kondisinya yang sekarang sudah ditimbun dengan pasir. Entah apa yang terjadi sebelumnya dengan pulau ini. Dari beberapa versi, konon dulunya pulau ini adalah milik sebuah keluarga. Saat sang ayah meninggal, pulau ini menjadi sengketa oleh anak-anaknya. Dan versi lainnya menyebutkan bahwa pulau ini dihuni oleh warga, namun saat pergantian bupati, pulau ini juga menjadi sengketa politik. Entah yang mana versi aslinya. Namun jika dilihat dari kondisinya, jelas pulau ini dulu makmur adanya.
Berbicara tentang keindahan, eksotisme dan karang lautnya; pulau Langkadea adalah salah satu spot rekomendasi untuk memanjakan mata. Birunya langit yang berpadu dengan birunya laut menjadi sebuah lukisan alam penyejuk hati. Sunrise jingga emas kemerahan di sudut timur berlatar pegunungan karst khas Sulawesi Selatan dan sunset yang terbenam di ufuk barat jauh menyelam di laut Sulawesi. Pasir yang kekuningan berpadu dengan jernihnya air laut adalah memori alam dalam singgasana keindahan duniawi. Kaki-kaki telanjang berlari di pinggir pantai, tertawa, bermain dengan air, dan kemudian menyeburkan diri di air, merupakan sebuah kenikmatan tiada tara. Berenang sedikit, menggunakan finsh dan peralatan snorkeling, mata dimanjakan oleh karang-karang serta penghuninya yang menari indah di dasar laut. Atau jika hanya ingin memanjakan kantuk, cukuplah menggelar matras di bawah pohon, niscaya simfoni angin yang bergesek dengan dedaunan akan meninabobokan kita dalam dekapannya. Lembut angin membelai wajah serta lembut matahari yang masuk di sela-sela pepohonan akan menyeret kita dalam buaian mimpi indah. Sebuah surga dan ketenangan dengan motto “inilah hidup santai kawan!”
Maka berkunjunglah ke pulau Langkadea, nikmati keindahannya dan biarkan isi kepala dipenuhi tanda tanya. Sebuah surga dari sudut pulau Sulawesi yang belum terlalu terjamah dan mesti dijaga kelestariannya.
Foto bersama member couchsurfing Makassar
sunset di langkadea
Pemandangan di Pulau Langkadea
Camp di pinggir pantai
Jalan setapak di pulau Langkadea
Sisa-sisa bangunan
genset yang tak terpakai
Mesjid yang masih berdiri kokoh
Santai yo mamen!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H