Lihat ke Halaman Asli

Panutan

Diperbarui: 15 Maret 2018   22:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang Indonesia merasa pembahasan mengenai hari kasih sayang merupakan salah satu hal yang tabu, terutama orang Indonesia yang berada pada generasi baby boomersatau yang dapat dikatakan orang zaman old. Tidak menyalahkan karena pada masa itu, masyarakat kita disibukkan dengan bagaimana harus bertahan hidup dan berjuang. 

Bukan bagaimana tentang memberi atau menerima sayang-sayang-an seperti zaman sekarang. Pun begitu, semakin berkembangnya zaman maka semakin banyak pula informasi yang datang dan juga pergi tanpa harus disaring atau dipilah pilih. 

Budaya pun mulai bergeser dari pengajaran sang wali songo dengan dongeng tentang dunia bagian timur, sekarang berubah menjadi pengajaran melalui media dengan bayang-bayang negara di dunia bagian barat. Hari valentineatau hari kasih sayang, termasuk salah satunya. 

Saya secara pribadi, sangat labil sebagai pendukung atau bukan terhadap hari kasih sayang. Pada satu sisi, saya rasa itu memberikan hal positif sebagai salah satu pengingat bahwa sebagai makhluk hidup yang memiliki rasa kita dapat memberikan dan menerima kasih. 

Di satu sisi, saya rasa untuk menetapkan satu hari sebagai hari kasih sayang bukanlah hal yang baik karena bisa saja dong di hari ini kita sayang-sayangan namun besoknya saling benci-bencian? Terlepas dari itu, pemberian kisah kasih dari satu orang ke orang lain dapat menjadi dukungan kita untuk hidup. B

anyak kasus bunuh diri yang dilakukan, menandakan bahwa diri mereka merasa insecure dan merasa tidak ada yang peduli terhadap mereka. Bagaimana diri mereka membuka jalan untuk menerima rasa, tertutup dengan pikiran bahwa mereka merasa kosong dan kekurangan rasa. Oleh karena itu, rasa kasih sayang dapat menjadi salah satu pengisi kekosongan dan penambah kekurangan tersebut. 

Bercerita tentang kisah kasih selalu dikaitkan dengan pernyataan bahwa "Manusia diciptakan berpasang-pasangan". Menandakan bahwa banyaknya kasih sayang yang kita terima dan kita beri, kita dapatkan dari pasangan kita. Bukanlah menjadi sesuatu yang salah beranggapan begitu. Tapi, ketika anggapannya hanya sebatas itu, akan menjadi salah menurut saya.

 Bercermin dari diri saya, tidak ada hal yang paling penting di dunia ini selain keluarga. Bila dunia dikatakan fana, maka satu hal yang membuat nyata adalah keluarga. Saya saat ini belum memiliki suami atau pasangan atau bahkan anak dan keluarga inti saya sendiri. Hidup sehari-hari saya dipenuhi dengan cinta yang diberikan oleh ayah dan ibu saya. Apakah cukup? Melebihi cukup. 

Sebagai keluarga yang dibimbing oleh seorang kepala keluarga yang cukup kaku, seharusnya menjadi hal yang tabu. Tetapi berbeda dengan ayah saya. Khusus pada hari ini dan lebaran, beliau menjadi orang paling romantis didunia. Tidak hanya terhadap istri tetapi juga terhadap saya, anaknya. Hal tersebut tentu saja mendorong saya untuk berlaku hal yang sama dan memberikan lebih dari apa yang saya dapatkan dari ayah saya. 

Setiap hari kasih sayang, kami akan teriak "Happy Valentine" sambil mencium pipi kiri dan kanan kami masing-masing. Terkadang ditambahi ciuman dikening. Sebatas sampai disitu? 

Tidak. Ayah dan ibu saya terkadang secara tiba-tiba membawa kejutan berupa martabak atau makanan yang anak-anaknya inginkan. Ayah saya pun terkadang secara terang-terangan meminta cokelat. Haha. Yang sering kami lakukan adalah berbincang di ruang tamu yang menjadi ruang keluarga sambil membahas kehidupan kami masing-masing. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline