Lihat ke Halaman Asli

Uci Lutfiana

Mahasiswa PPG Prajabatan PPKn 2023

Menumbuhkan Cinta Budaya Lokal Melalui Pembelajaran Berbasis Projek "Pembuatan Makanan Khas Tegal"

Diperbarui: 12 Maret 2024   14:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 2 produk makanan khas tegal "Tahu Aci" (dokpri)

Berbicara budaya lokal tentu kita akan membahas mengenai berbagai macam kebudayaan yang terdapat di setiap daerah di Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, tidak hanya terdiri dari ribuan pulau yang tersebar di seluruh daratan Indonesia melainkan juga sebagai rumah bagi berbagai suku, bahasa, kebudayaan, adat-istiadat, tradisi dan agama. Indonesia juga kaya akan flora-fauna yang diantaranya merupakan flora-fauna endemic khas Indonesia seperti Raflesia Arnoldi yang terdapat di Pulau Sumatera dan hewan purba komodo yang hidup di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Budaya dan tradisi diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang hingga masih ada sampai sekarang. Wilayah Indonesia memiliki budaya yang berbeda-beda dipengaruhi oleh kondisi alam, kondisi wilayah indonesia yang berbentuk kepulauan sehingga mempengaruhi persebaran penduduknya dan mempengaruhi kebudayaan yang berkembang pada masing-masing daerah. Faktor tersebut yang mempengaruhi perbedaan dari segi bahasa, pakaian, makanan, senjata, rumah adat, kesenian, tradisi dan lain-lain. Keberagaman tersebut yang harus selalu dilestarikan agar tidak tergerus oleh arus perkembangan zaman. Salah satu upaya yang dilakukan dalam menanamkan rasa cinta terhadap budaya lokal yaitu dengan menerapkan materi tersebut dalam pembelajaran di sekolah.

Kurikulum pendidikan menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis budaya agar peserta didik dapat mengenal lingkungan sekitar, mengetahui budaya yang berkembang dimasyarakat, memiliki rasa cinta dan bangga terhadap budaya tersebut serta memiliki keinginan untuk melestarikan dan mengembangkan budaya tersebut agar lebih dikenal oleh masyarakat luas bahkan manca negara. Kurikulum merdeka dalam pelaksanaannya menekankan pendekatan berbasis budaya atau yang leboh dikenal dengan CRT (culturally responsive teaching). Pendekatan ini sangat cocok digunakan dalam pembelajaran “Mengenal dan menghagai budaya lokal” yang merupakan materi Bab V mata pelajaran Pendidikan Pancasila Kelas VII SMP/MTs sederajat semester genap.

Penulis pada saat melaksanakan praktik pembelajaran PPL PPG Prajabatan merupakan guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila yang saat ini mengajar materi tersebut di kelas VII B SMP N 1 Kramat. Pembelajaran yang dikembangkan tentu menggunakan pendekatan berbasis budaya (CRT). Materi Bab V ini berisi budaya lokal yang terdapat di Indonesia yaitu tradisi/kesenian tradisional, makanan dan minuman tradisional, jajanan tradisional, senjata tradisional, pakaian tradisioanl, tari tradisional, rumah adat/tradisional, dolanan tradisional, lagu daerah, produk dan jasa lokal. Kurikulum merdeka menekankan pada aspek penguatan keterampilan abad-21 yaitu critical thinking (berpikir kritis), communication (komunikasi), collaboration (berkolaborasi/bekerjasama) dan creative (kreatif). Model pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran mengenal budaya lokal dan penguatan kemampuan abad-21 salah satunya yaitu project based learning (PjBL).

Projek yang akan dikembangkan yaitu pembuatan makanan tradisional khas yang dihubungkan dengan lingkungan tempat tinggal peserta didik kelas VII B SMP N 1 Kramat yaitu daerah Tegal. Tegal merupakan daerah wisata yang kaya akan budaya terutama kulinernya. Salah satu makanan iconic yang sudah dikenal luas oleh masyarakat diluar tegal yaitu Tahu Aci. Tahu Aci merupakan makahan yang terbuat dari tahu yang dicamour dengan adonan tepung tapioka (aci) yang digoreng dalam minyak. Hidangan ini sangat cocok ketika dimakan dalam kondisi masih hangat dan dalam cuaca yang dingin. Selain tahu aci, tegal juga memiliki makanan khas/tradisional yang tidak kalah enak seperti soto tauco, kupat bongkok, kupat glabed, olos, blendung, nasi lengko, nasi ponggol, rujak teplak dan makanan khas yang tidak kalah lezat.

Projek dilaksanakan dengan memberikan materi mengenai budaya lokal kemudian, peserta didik dibagi menjadi 4 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 8 peserta didik. Masing-masing kelompok membuat projek makanan yang berbeda diantaranya tahu aci, olos, tahu pletok dan cireng isi. Projek dilaksanakan dirumah masing-masing peserta didik dan hasilnya dipresentasikan di depan kelas dengan membawa produk atau makanan yang telah dibuat. Pelaksanaan model pembelajaran project based learning (PjBL) memiliki manfaat atau kelebihan diantanya membantu peserta didik mengembangkan keterampilan yang dapat diterapkan dalam dunia nyata, peserta didik dapat mengetahui secara langsung proses, langkah-langkah atau cara membuat atau menerapkan suatu projek, mengembangkan kemampuan berpikir kritis dengan negumpulkan, mengevaluasi dan menyimpulkan suatu informasi dalam menyelesaikan proyek yang mereka buat, mendorong peserta didik termotivasi dan terlibat aktif dalam pembelajaran dan melatih sikap bekerjasama (berkolaborasi) dengan membangun komunikasi antar peserta didik dalam memahami dan menyelesaikan suatu projek.

Peserta didik mempresentasikan produk atau makanan yang telah dibuat (dokpri)

Produk atau makanan yang sudah dibuat oleh semua kelompok (dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline