Lihat ke Halaman Asli

Uci Junaedi

SocialMedia

RUU Omnibus Law Cipta Kerja Menguntungkan Pekerja?

Diperbarui: 6 Maret 2020   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : ekbis. sindonews.com


Sebelum kita membahas polemik yang saat ini sedang ramai, maka terlebih dahulu kita mengetahui apa itu Omnibus Law dan Cipta Kerja itu.
Omnibus Law merupakan metode yang digunakan untuk mengganti dan/atau mencabut ketentuan dalam Undang-Undang, atau mengatur ulang beberapa ketentuan dalam UU ke dalam satu UU (Tematik). Sedangkan Cipta Kerja ada 11 klaster pembahasan

1. Penyederhanaan Perizinan
2. Persyaratan Investasi
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M
5. Kemudahan Berusaha
6. Dukungan Riset & Inovasi
7. Administrasi Pemerintahan
8. Pengenaan Sanksi
9. Pengadaan Lahan
10. Investasi dan Proyek Pemerintah
11. Kawasan Ekonomi

Akhir-akhir ini kita diributkan dengan pro-kontra RUU Omnibuslaw khususnya cluster mengenai Cipta Kerja. Apa saja yang menjadi polemik selama ini yaitu salah satunya adalah Pasal-pasal yang terkandung dalam RUU Cilaka mengubah ketentuan dalam pengaturan tenaga kerja asing, status kerja, pekerja alih daya, jam kerja termasuk istirahat dan cuti, pengupahan, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pesangon, sanksi dan pelanggaran, hak pekerja perempuan, dan jaminan sosial untuk pekerja. Hal ini yang menjadi polemik di kalangan masyarakat.

Bagaimana sih sebenarnya RUU Omnibuslaw khusunya cluster ketenagakerjaa itu mengatur hal-hal yang ditakutkan banyak orang itu ? Mari kita kupas tuntas dalam artikel ini. (Saya ambil dari berbagai sumber)

Mengenai pengaturan tenaga asing. Dalam draft RUU Omnibus Law khususnya Ciptaker, terdapat pasal-pasa yang mengatur tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) khususnya pada BAB IV Ketenagakerajaan.

Pasal 437 menjelaskan bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pada pasal ini juga disebutkan bahwa pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan TKA. TKA yang dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.

Jadi dari penjelasan tersebut, TKA yang boleh dipekerjakan adalah pekerjaan tertentu, seperti pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh pekerja dari dalam negeri. Seperti start up, kunjungan bisnis dan penelitian dibebaskan dari kewajiban Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Pengaturan Status kerja, pekerja alih daya, tidak seperti apa yang ditakutkan oleh berbagai kalangan seolah-olah pekerja itu akan bekerja sebagai tenaga kontrak seumur hidup padahal tidak demikian. Tenaga kerja kontrak itu khusus bagi pekerjaan yang bersifat sementara dan pada jangka waktu tertentu. Hal ini dimungkinkan karena adanya perkembangan tekhnologi digital dibarengi dengan revolusi industri 4.0.

Selain daripda itu, di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini bahkan memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja kontrak, yaitu diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan Pekerja Tetap, antara lain dalam hal: Upah, Jaminan Sosial, Perlindungan K3, termasuk kompensasi pengakhiran hubungan kerja.

Mengenai jam kerja termasuk istirahat dan cuti, serta pengupahan di dalam draft rancangan Omnibus Law Cipta Kerja menyatakan bahwa pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja yang ditetapkan pemerintah. Waktu kerja tersebut paling lama 8 jam sehari dan 40 jam 1 minggu.

Beberapa pihak menduga bahwa apabila seorang pekerja itu bekerja kurang dari 40 jam seminggu maka akan berpotensi mendapatkan gaji di bawah upah minimum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline