Lihat ke Halaman Asli

urang banjar

Senang dengan aktivitas bertani

Sesajen dan Tradisi

Diperbarui: 13 Januari 2023   09:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh Sesajen yang Diletakkan di Suatu Tempat, dok. pribadi

Masih ingat video viral seorang pemuda menendang sesajen di Gunung Semeru beberapa waktu lalu. Ya, tampak di video tersebut seorang pemuda menendang dan mengacak-acak sesajen yang ditaruh oleh orang lain di Gunung Semeru. Nah, ini mirip pengalaman saya kemarin sore yang secara tidak sengaja menemukan sesajen di belakang rumah orang tua, tapi saya tidak melakukan seperti pemuda di Gunung Semeru. Saya malah merasa sedih dan kecewa mengapa tradisi menaruh sesajen di kampung saya sampai hari ini belum hilang. Sebagai seorang yang beriman kepada Allah SWT, saya menolak keras sesajen jika itu ditujukan untuk persembahan kepada arwah leluhur ataupun jin penunggu di tempat tersebut.

Ingatan saya kembali pada masa kecil di kampung yang saat itu belum ada listrik, jalan masih becek dan pohon-pohon besar masih mendominasi. Biasa kalau ada masyarakat yang akan mengadakan pesta atau hajatan, agar acaranya berlangsung aman dan tanpa gangguan, maka sang dukun yang dipilih oleh yang empunya hajat akan menaruh sesajen di bawah pohon yang besar, tempat-tempat yang dianggap angker misalnya di dekat makam, kepala/muara kali, dan tempat lainnya. 

Saya masih ingat betul biasanya sesajen yang isinya berupa makanan, kue, rokok, kopi dan uang logam diletakkan dalam satu wadah yang terbuat dari kedebong pisang. Saya dan teman-teman sebaya yang sedang bermain kadang mendapati orang yang sedang meletakkan sesajen, setelah orang tersebut pergi maka kami ambil uang dan makanan dalam sesajen tersebut. Saat itu kami sebagai anak-anak senang bisa dapat uang dan makanan, dan tidak tahu sesungguhnya makanan itu dipersembahkan untuk arwah leluhur ataupun jin penunggu di tempat tersebut.

Setelah berlalu 40 tahun, ternyata tradisi itu belum hilang, kegiatan menaruh sesajen masih ada. Padahal mesjid di kampung saya makin banyak, ustadz dan ustadzah tidak kurang-kurang menerangkan apa itu hakikat syirik. Syirik adalah tindakan/perbuatan yang meyakini bahwa ada kekuatan lain selain kekuatan-Nya. Nabi Muhammad SAW perlu waktu 13 tahun di kota Mekkah untuk membebaskan manusia dari perbuatan syirik. 

Waktu itu masyarakat arab meyakini bahwa patung-patung dan berhala yang mereka sembah memberi manfaat dan kekuatan, padahal sejatinya patung ya tetap patung, bahkan patung tidak bisa menolong dirinya sendiri, apalagi menolong orang yang menyembahnya. Saya pikir untuk menghilangkan kemusyrikan yang ada di kampung cukup dengan memotong generasi, misalnya dulu zaman nenek saya memang masih pakai sesajen jika ada acara-acara tertentu, lalu kakek dan nenek saya meninggal, di zaman bapak dan ibu saya tradisi sesajen sudah mulai terkikis, nah saya berharap di zaman saya dan anak saya tradisi sesajen benar-benar hilang. Tapi ternyata tidak demikian, buktinya di zaman modern seperti ini masih ada orang yang menyekutukan Allah SWT.

Sepertinya memang harus diajarkan kepada generasi mendatang tentang aqidah Islam yang benar yang meyakini bahwa tidak ada kekuatan lain selain kekuatan-Nya, tidak ada yang patut dimintai pertolongan dan perlindungan kecuali hanya kepada-Nya. Juga meyakini tidak ada yang memberi selamat atau celaka selain dari kehendak-Nya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline