Lihat ke Halaman Asli

Masa Lalu Jadi Identitas

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Masa kelam yang menjadi identitas ku sekarang berawal dari sebuah keluarga yang tak ingin ku miliki. Sebuah keluarga yang setiap harinya dihisasi dengan pertengkaran dan percekcokan saja. Sungguh sangat mengiris hati. Keluarga yang selalu menjadi tempat kembali berubah menjadi neraka dunia yang tak ada seorang pun mau merasakannya.

Aku tak habis piker mengapa oang tuaku tega menodai perkawinan mereka yang telah terbina 20 tahun lalu. Akutak mengerti apa yang mereka inginkan. Emosi sesaat hancurkan kenangan indah yang dilalui bak tsunami yang memporak-porandakan Aceh delapan tahun silam. Sebuah ucapan yang tak seharusnya ada dalam ikatan sacral. Itulah perceraian.

Kebahagiaan yang ingin dirasakan setiap orang dalam keluarganya harus sirna karena perceraian.kurindukan keluarga utuh nan harmonis seperti teman-temanku yang lain. Ibu… ayah… aku dan adikku bukanlah boneka yang disimpan dalam lemari. Kami butuh perhatian dan kasih sayang kalian, mengapa kalian tak memikirkan nasib kami, mengapa dengan gampangnya perceraian itu menjadi solusi kesalahpahaman kalian.

Entah ku harus bagaimana menyikapi semua ini. siapa yang tak akan kecewa ketika melihat orang tua yang tak sepaham. Kekecewaanku berakhir dengan pikiran bahwa mereka bak anak kecil yang selalu ingin dituruti apa maunya, tana menghiraukan bagaimana untuk memenuhi keinginan tersebut.

Akhirnya ketukan palu putusan hakim menyetujui perceraian itu. Tepat 5 Februari 2012. Tak terasa air mata pun memasahi pipiku. Sungguh tak kuat ku menahan semua ini. akhirnya ku putuskan untuk pergi dari rumah untuk menenangkan diriku juga pikiranku. Namun di setiap jalan yang ku lalui, selalu ku melihat kebahagiaan keluarga yang sangat aku harapkan dari keluargaku sendiri. “Oh, Tuhan.. andai keluargaku seperti mereka, andaiaku yang menjadi anak itu, andai kenyataan ini tak pernah terjadi” pikirku. Kini hati dan pikiranku semakin resah gelisah tak karuan.

Entah apa yang harus aku lakukan, aku tak kuat dengan semua beban hidup ini. setan pun menjadi pemenang dalam pemilihan jalan yang harus aku pilih dalm hidupku. Ku jual handphone ku untuk membeli miras. Aku harus terjerumus dalam jurang kenistaan itu ketika ku baru berusia 17 tahun. Tak sadar tubuhku lemas tak berdaya dan semenjak itu aku batuk darah dan menjadi pecandu minuman.

Kesenangan itu akhirnya aku rasakan ketika semua beban pikiranku hilang karena minuman itu, meski hanya sesaat. Ketika kesadaranku pulih dan beban pikiranku teringat kembali selalu ku akhiri dengan minuman itu. Hinga uang yang aku punya habis karena minuman. Setiap masalah datng aku selesaikan dengan minuman. Karena dialah teman setiaku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline