Lihat ke Halaman Asli

Tytiek Widyantari

Pengagum dan penikmat kehidupan

Pesan Tenteram Ajahn Brahm, “All is Well”

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13321901567269036

[caption id="attachment_167173" align="alignleft" width="300" caption="Plenary Hall JCC, 18 Maret 2012 (photo koleksi pribadi)"][/caption]

‘ALL IS WELL’ – menjadi semacam mantera yang memotivasi orang untuk berpikir positif dengan mencari semacam hikmah dari setiap kejadian.  Kata-kata itulah yang kemudian menjadi kata kunci pada kunjungan Ajahn Brahm ke Jakarta kali ini.  Acara yang disponsori oleh Yayasan Ehipassiko ini diadakan pada hari Minggu, 18 Maret 2012 di Plenary Hall JCC, Senayan.

Di hadapan sekitar 5000 orang siang itu, jam 13:45 Ajahn Brahm mengawali ceramahnya.  Cerita pertama mengenai permintaan maaf dari seorang wanita yang mendapatkan buku karya Ajahn Brahm dari salah seorang sahabatnya.  Dia sama sekali tidak tertarik membacanya, bikhu yang membuat buku dengan gambar cacing aneh itu pasti bukan bikhu yang baik, pikirnya.  Walaupun sahabatnya berusaha meyakinkan, bahwa isi buku itu bagus sekali, dia bergeming saja.  Dia sangat menggemari acara Kick Andy, hingga suatu hari dia memenangkan semacam lomba yang diadakan oleh Kick Andy.  Hadiahnya? Buku Ajahn Brahm yang sangat dia benci.  Mau dibuang ke tempat sampah, sayang sekali ada tanda tangan asli di dalamnya.  Akhirnya dia baca juga buku itu.  Hasilnya? “… now she likes me.”  Ajahn Brahm mengatakannya sambil tertawa jenaka.  All is well.

[caption id="attachment_167174" align="alignleft" width="150" caption="Ajahn Brahm pada acara pemberian 'cap jempol' (photo koleksi pribadi)"]

13321904751333977060

[/caption] Ajahn Brahm memang seorang yang bahagia, sangat bahagia.  Terpancar dari wajahnya yang selalu segar dengan senyumnya yang bersahabat.  Beliau berbagi kebahagiaannya melalui cerita-cerita yang memiliki pesan moral sangat tinggi dengan bahasa yang sederhana, sehingga tidak sulit bagi kita untuk mencernanya.  Sarjana Fisika Teori dari Cambridge University kelahiran London tahun 1951, yang kemudian memilih jalan hidup sebagi bikhu ini, adalah juga seorang pencerita luar biasa yang berkeliling dunia untuk berbagi kebahagiaannya dalam ceramah yang dibanjiri ribuan orang.  All is well.

Salah satu contoh, memberi kesempatan orang lain untuk berbuat baik.  Misalnya, bagaimana bisa dikatakan well, kalau pada kenyataannya kita sedang tidak enak badan atau sakit?  Tidak ada salahnya kita sakit, dengan demikian kita memberi kesempatan kepada orang lain untuk berbuat baik dengan memperhatikan kita.  Suatu hari, dalam salah satu acaranya, Ajahn Brahm terbatuk-batuk.  Muncul beberapa orang memberikan obat, masing-masing mengatakan obat itu baik untuk mengobati sakitnya.  Walaupun dengan menggunakan semua obat-obat itu menjadikannya lebih sakit, tetapi beliau menikmatinya sebagai sesuatu yang baik adanya.  All is well.

Ketika salah seorang menanyakan apakah seorang Ajahn Brahm pernah kesepian, beliau bilang bagus sekali kalau bisa mengalami kesendirian, tetapi pada kenyataannya ketika tidak ada siapa-siapa selalu ada sahabat terbaik bersamanya, diri sendiri.  Menjelang tidur beliau biasa mengatakan, ‘Selamat malam, Ajahn Brahm’, dan ketika bangun pagi menyapa diri, ‘Selamat pagi, senang sekali melihatmu kembali’.  Kesimpulannya, ketika kita menyukai diri sendiri, menghargainya, maka kita tidak akan pernah kesepian.  All is well.

Rasanya dua jam terlalu singkat mendengarkan Ajahn Brahm berbicara.  Beliau bisa bercerita dengan menarik sekali, termasuk mengekspresikan apa yang sedang diceritakannya.  Cerita tentang laba-laba yang ingin sekali bunuh diri, misalnya.  Beliau mengawalinya dengan, ‘Once upon a time there was a spider born in Jakarta…’ Si laba-laba ini membangun jaring-jaring tempat tinggalnya dengan indah sekali, tetapi seorang pembantu rumah tangga melihatnya sebagai kotoran yang harus dibersihkan.  Jaring-jaring atau rumah pertamanya yang indah musnah, tetapi si laba-laba tidak putus ada dan membangunnya kembali.  Demikian terjadi sampai lima kali yang membuatnya putus asa.  Dengan kelaparan dan gontai menyusuri jalan-jalan Jakarta yang macet, si laba-laba memasang diri untuk terbunuh.  Setiap kali dia berharap mati terinjak, justru tubuhnya yang kecil kurus itu berada di lekukan alas sepatu orang, demikian juga ketika dia berharap terlindas mobil, lagi-lagi dia berada di sela-sela cekungan bannya.  Mau bunuh diri saja susah benar, pikir si laba-laba.  Kembali dia menyusuri jalanan Jakarta yang panas dan berdebu dan bertemu dengan seekor laba-laba lain yang gemuk dan tampak bersukacita.  Curhatlah si laba-laba kurus kepada si laba-laba gemuk, yang akhirnya si laba-laba gemuk mengajaknya untuk tinggal bersama di jaring-jaring atau rumah yang sejak pertama kali dibangun tanpa terusik manusia.  Mau tahu dimana si laba-laba gemuk membangun rumahnya dengan aman damai tenteram sentosa? Di kotak derma!  All is well.

Ade Rai, binaragawan kita yang juga salah seorang pemberi testimoni pada buku beliau ‘Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 3!”, menyatakan memiliki perubahan konsep tentang ‘orang kaya’ setelah mengenal buah pikir Ajahn Brahm.  Baginya sekarang, orang kaya itu tidak lagi identik dengan memiliki segala benda duniawi, tetapi orang yang memiliki berbagai ragam sudut pandang dalam melihat sesuatu di hadapannya.  Sehingga dalam menyelesaikan persoalannya pun memiliki pilihan-pilihan yang tepat dan menikmatinya.  Baginya Ajahn Brahm adalah orang terkaya di dunia.  Ade Rai juga berkisah bagaimana dia akhirnya bisa berdiri di panggung yang sama dengan Ajahn Brahm.  Mulanya dia pikir dapat tenang-tenang saja mengikuti ceramah Ajahn Brahm di antara sekian banyak pengunjung Plenary Hall siang itu.  Namun ketika sebelum acara, Pak Handaka sang pemilik hajat mendaulatnya untuk berbicara di depan, fokus pikirannya terpecah antara mendengarkan ceramah dan mempersiapkan apa yang hendak dikatakannya.  Mendengarkan dan menerapkan prinsip segala sesuatu baik adanya mengantarnya dapat berdiri dan bersaksi di hadapan ribuan pengunjung bersama Ajahn Brahm.  All is well.

Karya terbaru Ajahn Brahm yang diluncurkan bersamaan dengan kunjungan beliau kali ini, selain buku ketiga trilogi ‘Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya’, adalah sebuah komik berjudul ‘Kangarooguru’ yang mengisahkan tentang seorang guru bijak kerajaan yang akibat difitnah diasingkan ke sudut jauh Pulau Kanguru.  Pesan yang menarik dari buku ini, ‘kalau ingin bahagia, bahagialah saat ini, kalau kita bisa bahagia saat ini, kita akan bahagia selamanya’.   All is well.

Biasanya kita akan meminta tanda tangan penulis pada bukunya sebagai kenang-kenangan, bukan?  Bayangkan betapa pegalnya Ajahn Brahm harus menandatangani ribuan buku pada kesempatan yang singkat.  Tentu saja Ajahn Brahm tidak dapat dihalangi untuk memberikan tanda tangan kepada para penggemarnya.   Sebagai solusinya, tanda tangan diberikan dalam bentuk ‘cap jempol’!  All is well.

Bagi penyuka ketenteraman, tema ‘semua baik adanya’ ini tentunya merupakan pesan yang akan tetap aktual sepanjang segala masa.  All is well.

Untuk semua yang telah terjadi, TERIMA KASIH

Untuk  semua yang akan terjadi, BAIKLAH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline