Lihat ke Halaman Asli

Tytiek Widyantari

Pengagum dan penikmat kehidupan

Bukan Kehendak Tuhan

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13258757631558553824

[caption id="attachment_153871" align="alignleft" width="150" caption="AnugerahNya (photo koleksi pribadi)"][/caption] Waktunya kira-kira seminggu setelah liburan tahun baru.  Sinta menelepon Sisil, mantan istri Rama, adik lelaki satu-satunya.

“Halo, Sil... apa kabar?”

“Baik, Mbak.  Tumben.  Belum terlambat sekali untuk saya ucapkan selamat Natal dan tahun baru, kan?”

“Hehehe, iya ya... sampai lupa, selamat Natal dan tahun baru juga, Sil.”

Setelah menempuh sembilan tahun usia perkawinan mereka, Rama resmi berpisah dengan Sisil secara aturan negara melalui keputusan pengadilan negeri, tetapi tidak secara gereja katolik.  Dalam gereja katolik tidak dikenal perceraian, yang ada adalah pembatalan perkawinan.  Itu pun harus melalui proses yang sulit, memakan waktu lama dan belum tentu berhasil dikabulkan.

“Begini lho, Sil... saya mau menawarkan investasi melalui XYZ, ya hitung-hitung menabung untuk hari tua.  Nanti saya fax-kan ilustrasinya ya, murah kok, cuma (menyebutkan sejumlah angka).”

“Murah bagaimana tho, Mbak?  Segitu itu buat Mbak murah, buat saya kan susah...”

“Halaaah, wong bisa jalan-jalan keluar negeri kok cuma segitu saja nggak bisa, sih.  Gini deh, saya kirim saja dulu ya, dipikir-pikir, nanti minggu depan saya hubungi lagi.”

“Mbak, sa...”

“Sudahlah, Sil... program ini bagus sekali, sayang kalau nggak ikut.  Pokoknya saya kirim dulu ya.”

Dua minggu kemudian.

“Halo, Sil... bagaimana? Sudah dipertimbangkan yang saya kirimkan waktu itu?”

“Maaf, Mbak... saya belum tanya Mas Rama, nih!” Jawab Sisil sambil tertawa yang maksudnya bercanda menggoda Sinta.Manalah mungkin Sisil mengganggu Rama dengan persoalan remeh-temeh setelah setahun perpisahan mereka.

“Wah, kalau ini jadi jalan untuk bersatu kembali saya bikin selametan deh.”

“Lho, jadi selama ini nggak diselametin ya, Mbak?”

“Bukan gitu, Sil... perpisahan itu kan bukan kehendak Tuhan.”

Bagaimana Mbak tahu kalau itu kehendak Tuhan atau bukan?”

“Pokoknya...”

“Mbak, rasanya kita tidak perlu membicarakan hal itu ya. Mbak kan tahu sendiri permasalahannya bagaimana, juga bukan kehendak saya un...”

Pluuuuk! tut... tut... tut... begitu saja Sinta memutuskan pembicaraan.

Seminggu kemudian.

Sisil menceritakan kejadian itu kepada pastor tua pembimbing rohani yang mengerti betul bagaimana persoalannya, pemberi semangat yang mendukung Sisil pada masa-masa sulit sebelumnya.  Dengan senyum simpatik kebapakan, sang pastor berujar, “Harusnya kamu jawab saja, bukan kehendak Tuhan juga saya membeli asuransi yang Mbak tawarkan...”

Mungkin adakalanya memang perlu sok tahulah, apa sih yang menjadi kehendakNya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline