Lihat ke Halaman Asli

Priyo Setioko

Blogger, Penulis

Penghargaan untuk Film Terjelek Indonesia, Haruskah Ada?

Diperbarui: 3 Oktober 2022   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Perindustrian film layar lebar maupun dokumenter yang diproduksi anak bangsa saat ini memang mulai bangkit kembali setelah dua tahun bioskop sempat mati suri akibat dampak bencana Global. 

Hal ini bisa kita lihat dari mulai ramainya penonton film-film lokal yang semakin ramai, kita ambil contoh salah satunya adalah KKN Dii Desa Penari, dimana jumlah penonton film yang tayang selama Lebaran 2022 mampu meraih penonton hampir mengalahkan Avengers End Game yang merupakan film Hollywood terlaris di Indonesia saat ini.

Meskipun demikian, hal ini bukanlah pertama kalinya didalam sejarah perfilman Indonesia kembali dan mampu meraih penonton dengan jumlah yang sangat banyak. 

Sebab, awal abad 20 atau sekitar akhir 1990-an hingga 2000 an Perfilman Indonesia sempat mampu bangkit setelah sebelumnya di hujani dengan berbagai macam film "Maaf" berdarah panas.

Di tahun-tahun tersebut kebangkitan film Tanah air ditandai dengan meledaknya film yang di sutradarai oleh Sineas muda sebut saja Mira Lesmana, Riri Riza, Upi, Joko Anwar, Rudi Soejarwo dengan hasil-hasil seperti Ada Apa Dengan Cinta, Petualangan Sherina, Daun Diatas Bantal, Realita Cinta Rock N Roll.

Jika kita telusuri secara dalam kebangkitan film Indonesia di akhir tahun 1990-an dimulai dengan adanya film Kuldesak yang tayang tahun 1997. Berdasarkan buku Sinema Indonesia Bangkit Lagi Setelah Mati Suri1 Sekitar Tahun 1997, beberapa sineas muda Indonesia yang terdiri dari Nan T. Achnas, Mira Lesmana, Riri Riza dan Rizal Mantovani membuat film dengan judul Kuldesak.

Format dari film Kuldesak terinspirasi dari The New York Stories, sebuah film trilogi yang di sutradarai oleh Woody Allen, Martin Scorsese dan Francis Ford Coppolla. Dengan penuturan dialog khas Pulp Fiction karya Queentin Tarantino  dengan banyaknya ucapan kata kasar yang khas.

Namun menjelang akhir 2000 an perfilman Indonesia kembali mengalami mati suri, hal ini di tandai dengan banyaknya film-film panas dengan background Pocong, Kuntilanak maupun hantu aneh lainnya. Sebut saja Arwah Kuntilanak Duyung, Dendam Pocong Mupeng, Suster Ngesot dan sebagainya.

Terlebih lagi di tahun 2011 dimana terjadi kisruh pajak MPAA yang tidak mau membayar pajak ke Indonesia, alhasil film-film Hollywood blockbuster ketika itu ditarik dan Bioskop Indonesia malah dihiasi dengan film-film Porno Indonesia.

Bioskop kembali hadir di akhir tahun 2011  dengan adanya film-film Hollywood yang dulu sempat di tunda, seperti Captain America The First Avengers, Transformers The Dark Moon dan sebagainya. Film Indonesia kembali hadir dengan adanay The Raid : Redemptions yang tayang di tahun 2012.

Hadirnya The Raid Redemptions ternyata membuka berkah lain bagi perfilman tanah air, sejumlah aktor tanah air mulai dilirik Hollywood, bahkan hingga saat ini. Sebut saja Joe Taslim dimana orang lebih mengenalnya sebagai Sub Zero.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline