Lihat ke Halaman Asli

Soal Pungli: Ganjar Marah, Masyarakat Tidak Melapor dan Dimana Ombudsman RI Jateng?

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1398748654688930971

Pungutan liar adalah pengenaan biaya tambahan dari biaya resmi yang ditanggung oleh masyarakat yang mengurus dokumen tertentu pada instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik. Kegiatan memungut secara liar adalah kegiatan meminta bayaran tertentu diluar dari biaya resmi oleh instansi tertentu. Adanya istilah pungutan liar berbanding terbalik dengan pungutan resmi yang biasanya disetor ke kas negara.

Inilah wajah pak Ganjar yang kesal terhadap petugas karena melakukan pungli saat sidak ke jembatan timbang Subah, Batang, di liput wartawan Merdeka.com,

[caption id="attachment_333888" align="alignnone" width="300" caption="merdeka.com"][/caption]

Pada umumnya, pungutan liar dilakukan petugas layanan publik kategori birokrat kelas rendah. Motifnya adalah untuk menambah penghasilan akibat gaji resmi para birokrat rata-rata masih tergolong rendah. Bila birokrasi tingkat tinggi bisa melakukan korupsi untuk menambah penghasilannya, maka birokrasi tingkat rendah melalui pungutan liar. Adanya kesempatan, lemahnya pengawasan dan rendahnya etika birokrat menjadi faktor pendorong suburnya perilaku korup melalui pungutan liar.

Dalam proses pelayanan publik, posisi masyarakat sangat rentan menjadi korban pungutan liar karena daya tawar yang rendah. Masyarakat "dipaksa" menyerahkan sejumlah uang tambahan karena ketiadaan lembaga pengawasan yang efektif untuk memaksa birokrat yang kerap melakukan pungutan liar. Masyarakat juga tidak mendapatkan lembaga pengaduan yang bonafid karena rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap citra para birokrat. Selain itu, pengaduan masyarakat kerap kali tidak mendapatkan tanggapan yang memadai dari inspektorat sebagai pengawas internal.
Pada sisi lain, masyarakat pun kerap menyumbang kontribusi terhadap tumbuh suburnya praktek pungutan liar dengan cara membiasakan memberi uang tanpa mampu bersikap kritis melakukan penolakan pembayaran diluar dari biaya resmi. Budaya "memberi" masyarakat untuk memperlancar urusan dengan birokrat susah untuk dihilangkan karena telah berlangsung selama berabad-abad. Sejak zaman feodal, masyarakat terbiasa "memberi" kepada upeti kepada raja dan aparat kerajaan.
Kehadiran Ombudsman sebagai pengawas pelayanan publik menjadi riaison d'etat demi terciptanya pengawasan aparat pemerintah. Ombudsman sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 diantaranya, adalah meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman dan kesejahteraan yang semakin baik serta mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih serta bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.

Fungsi Ombudsman juga mendorong pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik untuk menerapkan secara konsisten asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance). Diantara asas-asas itu adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum untuk menciptakan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Ombudsman juga dapat mendorong penegakan integritas dikalangan birokrasi. Dorongan moral berupa reward dan award bagi aparat pemerintah yang punya reputasi baik, salah satu yang dapat didorong oleh Ombudsman kepada instansi-instansi penyelenggara pelayanan publik. Integritas penyelenggara pelayanan publik tercipta dari kualitas moral dan iman aparat birokrasi.



Kewenangan Ombudsman memanggil dan memeriksa birokrat yang melakukan praktek pungutan liar memungkinkan praktek buruk birokrat tersebut menurun dari tahun ke tahun. Pengawasan dan monitoring Ombudsman dapat mendorong birokrasi menjauhi praktek tercela itu dan lebih meningkatkan citra pelayanan publik yang baik.


Saatnya Kepala Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Jawa Tengah, Ahmad Zaid bertindak mengatasi pungli di jembatan ini,  dan biarkan saja Pak Ganjar marah-marah. ORI harus melibatkan radio komunitas di daerah untuk melaporkan soal pelayanan publik oleh pemerintah. Kemudian menjamin pihak pelapor sesuai Pasal 23 UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline