Sangat rumit menceritakan soal Natuna, apalagi itu sudah terjadi pada 2019 silam. Namun perjalanan Natuna merupakan salah satu perjalanan tak terlupakan apalagi saya berkesempatan untuk mengunjungi Pulau yang berbatasan dengan Vietnam. Jadi ayo Tya mengingat-ngingat kembali Jelajah Natuna ini.
Semua dimulai dari penerbangan dari Jakarta menuju Batam. Saya jadi satu-satunya penulis ditemani 2 videografer, 1 fotografer dan juga seorang sekretaris. Penerbangan ke Batam cukup lancar dan kami langsung dijamu salah satu klien BUMN. Di Batam saya bergabung dengan jurnalis senior yang bertugas menangani wilayah Kepri. Nah sejak perjumpaan ini, tim kami bukan langsung membahas agenda kunjungan melainkan isu asap yang saat itu makin parah di kawasan Kepri. Banyak cerita dari belakang yang bikin saya tercengang berikut permainan para oknum. Pembahasan seperti ini yang sekarang saya rindukan, bicara soal negara dan bangsa memang bukan milik orang-orang biasa.
Besok kami sudah harus bersiap menuju Natuna. Namun sebelum itu, malamnya kami diajak lagi makan seafood yang tempatnya ternyata dekat sekali dengan negara Singapura. Di kejauhan saya melihat negara Singapura yang jauh terang dan berwarna warni dibandingkan tempat kami makan yang begitu temaram. Di situ juga saya pertama kali mencoba puding kelapa yang ada di dalam wadah batok kelapa sungguh aneh hahaha...
Tapi kanehan dan isu asap ini rupanya terus mengintai kami. Ya, pesawat kami ke Natuna didelay dalam kurun waktu tidak tentu. Maka dengan begitu, nasib liputan kami pun menjadi tidak tentu. Semua gelisah, kami menclok dari tempat ke tempat lain di bandara sembari harap harap cemas kapan cuaca membaik. Akhirnya sore kami dapat kepastian, pesawat kami pun bisa berangkat setelah tak delay delay yak berkesudahan.
Sore kami di Natuna pun tidak tenang. Kami yang baru saja tiba dan berbincang dengan klien di kantornya tiba-tiba dikejutkan dengan kejadian rumah sakit di Ranai, RSUD kebakaran. Sebenarnya kami bukan jurnalis lapangan tapi hampir semua di tim merupakan bekas jurnalis lapangan. Makanya dengan sigap kami langsung lari meluncur memburu berita. Bahkan saat itu tidak ada mobil yang mengantar kami sampai kami harus naik mobil bak terbuka. Sungguh sore yang mendebarkan.
Saat kami tiba, api sudah padam. Alhamdulillah karena kejadiannya apinya tidak besar tapi cukup membuat hampir semua pasien diungsikan ke luar rs. Situasi keos pun mereda dan kami bisa menghela napas karena itu berarti kejadian ini tidak harus dilaporkan besar-besaran. Setelah semua selesai, kami beristirahat di sebuah hotel yang lebih mirip motel karena cuma 3 lantai haha. Tapi fasilitasnya oke lah. Malamnya saya dipaksa bergadang untuk bicara sana sini terkait agenda liputan. Gara-gara tiap malam begini, saya muntah-muntah kelelahan apalagi dengan udara yang masih diliputi asap sungguh sangat tidak nyaman.
Tapi apa mau dikata, semua mesti sesuai rencana. Memaksakan badan yang sudah kelelahan bertugas di kondisi yang tidak enak sudah jadi makanan sehari-hari jadi yang perlu dilakukan cuma mengenali diri dan ngedopping obat. Besoknya kami ke tempat cantik yang ternyata disembunyikan Natuna, penasaran? Ikutin terus ceritanya di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H