Selepas liputan wajib tentang nelayan sudah selesai, pedamping desa kemudian mengarahkan kami ke Bupati Siau yang cantik dan anggun, Evangelian Sasingen. Sebenarnya kami sempat bete, biasalah gegara birokrasi yang ribet membuat kami menunggu kingga 2 jam atau lebih.
Hingga akhirnya, jam makan siang tiba dan kami dipanggil untuk menemuinya sembari perut keroncongan. Nah, ketemu wanita ini benar-benar tipikal pejabat wanita ala Indonesia dengan rambut kaku habis di hairspray hahaha... tapi tetap saja ramah. Tanpa berpanjang lebar saya langsung merepet menanyakan banyak hal terkait daerah pimpinannya dan juga soal gunung Karangetang yang begitu tersohor. Katanya, semua normal hidup berdampingan dengan gunung yang terus menerus mengeluarkan lava ini. Justru penduduk akan panik jika si gunung mulai berhenti memuntahkan lava merahnya.
Memang di sana sini sepanjang jalan, sudah dibuat aliran jalan lava hingga akhirnya ke laut. Dan saat mengamuk, dia bisa dengan mudah melahap semua rumah penduduk. Idih ngeri-ngeri sedap. Dari mulutnya, saya mengenal Siau lebih dalam dan ternyata penuh dengan ketakjuban yang membuat daerah ini benar-benar istimewa. Lepas dari si ibu, kami lantas dibawa ke pembuat perahu, Pak Niko namanya.
Dengan cekatan dia menunjukkan bengkelnya, gesit luar biasa begitu juga dia membangun bisnis ini walaupun dia cuma lulusan SD. Hingga akhirnya menjadi satu-satunya pembuat perahu andalan di Siau. Tapi saat berbicara lebih jauh, dia mengungkapkan hal yang mengejutkan. Betapa tidak, dia ternyata mengambil hampir semua bahan baku dari Filipina yang memang letaknya lebih dekat daripada harus mengambilnya di ibukota provinsi, Manado. Hmmmppf. Ironis.
Oke selepas, ini belasan pendamping desa kebingungan, mau dibawa kemana lagi nih rombongan media Jakarta. Akhirnya, setelah berembuk mirip rapat RT diputuskan kalau kita akan menuju Pantai Timbako. Apaan tuh? Jadi pantai ini juga mampu memanfaatkan dana desa untuk membangun pariwisata.
Uniknya pantai ini beda dari pantai lainnya karena punya air hangat, seperti Pantai Tawa
yang ada di Halmahera. Hangatnya air tak lepas dari peranan Gunung Karangetang yang seakan menaungi dan menjadi berkah sekaligus sesekali menjadi bencana. Saya memandangi si gunung yang angkuh itu setiap kami dalam perjalanan.
Sampai di Timbako kami harus menuruni tangga yang lumayan panjang dan bikin ngos-ngosan saya lihat kanan kiri masih belum rapi pun tak ada toilet yang membuat merana klo mau pipis. hiks. Kata pengelola, ini masih dalam pembangunan. Baiklah. Hari semakin sore dan tempat ini benar-benar minim penerangan. Saya mengerjap-ngerjap dan mulai membiasakan mata untuk melihat gelap. Ini penting karena jalan menuju pantai bahkan curam dan berbatu. Sudah ada sorak-sorai anak-anak yang menceburkan diri dan cliff jump. Begitu saja mereka, naik nyebur naik nyebur hahaha.