Lihat ke Halaman Asli

Tyas

---

Rendahnya Kualitas Masyarakat Indonesia, Kemnaker Membuat Pelatihan dan Program Vokasi

Diperbarui: 18 April 2024   18:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penandatangan nota kesepahaman antara Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Semarang dengan dunia usaha dan dunia industri, dinyatakan sebagai respon dari para pemerintah dalam hal pemanfaatan sarana prasarana pelatihan di BBPVP Semarang. Pelatihan ini disertai dengan penempatan kerja sebanyak delapan lembaga1,2,3. 

Lantas, mengapa perlu dilakukan penyesuaian Kembali bagi para pekerja. Bagaimana kualitas Pendidikan di Indonesia? Apakah sekolah belum mampu mendidik lulusan untuk berkarya dalam dunia pekerjaan atau industri? lalu apakah yang di ajarkan di sekolah hanya sekedar kewajiban saja tanpa output yang berkualitas? Jika ditinjau, mana yang salah, Pendidikan atau lapangan kerjanya?

Alih-alih mengadakan pelatihan vokasi yang bermanis kata untuk meningkatkan kualitas SDM dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja sesuai pasar kerja yang ditujukan sehingga link and match dengan dunia industri. Pemerintah sebaiknya memperbaiki kurikulum atau pengajaran sehingga hasil belajar dapat langsung dipakai. 

Bukan pengadaan penambahan pelatihan yang berkedok penyerapan dana. Sejatinya pelatihan ini tidak mengubah nasib pekerja menjadi lebih baik dan sejahtera karena hasil yang dari industri diraup sebesarnya oleh pengusaha beberapa kelompok saja sehingga terjadi ketimpangan yang sangat jauh.

Dilansir dari Kompas.com satu persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49.3 persen kekayaan nasional4. Hal ini merupakan konsekuensi penerapan Sistem ekonomi kapitalis, yang hanya menganggap pekerja sebagai salah satu faktor produksi, begitu pula dengan sistem pendidikan, jauh dikata untuk menciptakan intelektual, pekerja industripun masih diperlukan pelatihan lanjut atas dasar kapitalisme. Pekerja hanya dijadikan 'mesin' peraup penghasilan tanpa diperhatikan baik kemajuan pemikirannya juga ekonominya. Hal tersebut seharusnya dilindungi oleh pemerintah, sehingga pelantara antara pekerja dan pengusaha tidak berat sebelah.

Diteliti oleh Thomas B. Pepinsky (2014)5, teori oligarki kaku karena hanya fokus pada sumber daya kekuasaan material dibanding kan non-material, sehingga bagaimana jika itu terjadi pada pemimpin Indonesia? bagaimana kesejahteraan rakyatnya? Faktanya, banyak orang yang menduduki pemerintahan oligarki yang memegang banyak proyek dan Perusahaan di bawahnya disebut juga oligarki. 

Dalam studi yang dikemukakan oleh survey nasional indikator politik Indonesia6, Warga miskin beresiko besar pada money politics. Bersambut dengan penelitian bahwa faktor Pendidikan tinggi akan mengurangi jumlah pemilih yang bisa disuap dengan uang7. Lantas bagaimana fakta politik dan Pendidikan di Indonesia? Pemerintah akan mendukung yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, bukan kesejahteraan Masyarakat atau pekerja yang tidak membuat penguasa semakin kaya.

Islam menjadikan negara sebagai pengurus rakyat termasuk dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Dalam Al Quran Surat Takathur ayat 1-28 disebutkan bahwa kecenderungan manusia untuk mengumpulkan harta sebanyak nya hingga melupakan kehidupan akhirat, pada Surat Taha yang menunjukan persekongkolan Firaun sebagai penguasa dan Korun sebagai pengusaha dan tentara sebagai penjaga negara, istilah lain dalam politik modern saat ini adalah oligarki. 

Berbeda dengan peraturan dalam negara Islam yang akan mempersiapkan ketersediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan negara dan rakyat, bukan semata untuk kepentingan oligarki. Negara Islam memiliki mekanisme dalam menentukan upah pekerja sehingga pekerja tidak didzalimi oleh pemberi kerja, tentunya dengan mempertimbangkan harga terkini dari kebutuhan. Kesejahteraan setiap rakyatnya dengan dijamin terutama dalam kebutuhan pokok dan pemenuhan kebutuhan komunal. Dalam islam seorang pemimpin tidak boleh mementingkan kebutuhan pribadinya.

Bentuk pemilihan pemimpin di Indonesia memang berdasarkan demokrasi, namun sokongan tradisi kekuasaan dan legitimasi garis keturunan sangat kental dan kuat sehingga tidak semata demokrasi yang rasional dan legal tetapi traditional dan kharismatik. Sedangkan bila ditinjau dari Islam, pemilihan pemimpin akan didasarkan pada yang aturan dalam Islam, ditinjau dengan syarat umum dan khusus yang berlandaskan keimanan. Maka pantas saja, jika ketimpangan kekayaan dan hutang negara akan semakin besar, karena konsen utama adalah menghasilkan materi. Wallahualam bishawab

(Najma Putri)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline