Lihat ke Halaman Asli

Polemik Dwi Kewarganegaraan

Diperbarui: 8 September 2016   01:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: gnews.id

         

           

Dwi Kewarganegaraan adalah seseorang yang memiliki atau mempunyai 2 kewarganegaraan sekaligus, dikarenakan ayahnya adalah Warga Negara Asing (WNA) dan ibunya adalah Warga Negara Indonesia (WNI) atau pun sebaliknya. Bahwa dalam Undang – undang Nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan, seseorang tidak boleh memiliki kewarganegaraan ganda namun juga tidak boleh stateless atau tidak memiliki kewarganegaraan. 

Sekarang dalam kasus ini terdapat banyak sekali masalah – masalah yang terjadi seperti yang kita tahu Mantan Menteri ESDM Bapak Arcandra Tahar yang memiliki 2 kewarganegaraan, oleh karena itu Arcandra Tahar yang tadinya selaku Menteri ESDM namun di cabut jabatannya karena masalah tersebut. Jika kita lihat dari masalah ini sangat sulit bagaimana kebijakan pemerintah dalam mengambil tindakan, dimana yang memiliki dua kewarganegaraan tidak diizinkan untuk menjadi bagian dalam pekerjaan di bidang pemerintahan.

Namun seperti yang dikatakan Bapak Presiden RI bahwasannya beliau sangat mendukung dan mendorong RUU Dwi Kewarganegaraan. Dari sini dapat kita lihat bahwa Bapak Presiden setuju dengan diperbolehkannya dua kewarganegaraan di Indonesia, namun Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan “jika ingin dilakukannya Revisi UU tentang Dwi Kewarganegaraan sebaiknya jangan dilakukan revisi total”. 

Karena menurut beliau jika ingin revisi harus melihat aturan, dan sisir pasal – pasal yang dianggap masalah dan tidak sesuai dengan persoalan faktual. Dalam perbincangannya dengan KompasTV senin (22/8/2016) malam. Dalam kasus seperti ini pemerintah harus sangat berhati – hati dalam mengambil jalan dan tindakan kedepannya jangan sampai pemerintah lalai dalam mengambil suatu keputusan. Seperti apa yang dikatakan Wakil Presiden RI Bapak Jusuf Kalla beliau berkata “bahwa dengan diadakannya Dwi Kewarganegaraan ini akan terjadinya kerugian dan keuntungan”. 

Menurut beliau keuntungan di sini adalah jika suatu saat negara membutuhkannya sewaktu – waktu mereka dapat kembali, namun kerugiannya pun bahwa tidak sedikit dari mereka yang tinggal di Luar Negeri, enggan kembali ke tanah air dan malah ingin mengabdi kepada negara lain. Tutur pak JK. Dari sini dapat dikatakan alasan masyarakat yang enggan kembali ke tanah airnya itu dikarenakan mereka sudah bahagia dan nyaman tinggal di negara yang menjadi tempat mereka mengabdi. 

Bagaimana tidak di negara itu masyarakat – masyarakat yang bekerja di bidang manapun akan merasakan kepuasaan tersendiri dalam mengambil pekerjaannya, dikarenakan gaji yang sesuai dengan kinerjanya. Sangat berbeda jika kita lihat dari sisi pekerjaan yang ada di sana dengan di negara Indonesia.

Bahwasanya “Efek Komunikasi Politik” dari sisi yang saya ambil ini adalah bagaimana pemerintah “Menyampaikan/Delivered” dan masyarakat “Menerima/Accepted” apa yang disampaikan oleh pemerintah. Contohnya seperti Bapak Presiden RI setuju akan mendorong Revisi UU tentang Kewarganegaraan, disitu dapat kita lihat bagaimana sebagian masyarakat setuju dan sebagian lagi akan menolak apa yang akan dilakukan Oleh Presiden RI. 

Oleh karena itu solusinya mungkin pemerintah harus lebih berhati – hati dalam mengambil langkah selanjutnya, harus bisa melihat dari kedua sisi yang berbeda. Karena jika pemerintah salah tanggap mengambil keputusan yang salah, maka kemungkinan kerugian akan melebihi dari keuntungan yang ada di negara Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline