Lihat ke Halaman Asli

Suatu Sore Bersama Maling Jemuran

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Jemuran bukan sekedar jemuran.  Ia adalah instalasi artistik & pernyataan gamblang seseorang mengenai selera, gender, usia, kelas sosial, budaya & etnisitas, dan beragam identitas lain yang tak terhingga jumlahnya."

Begitulah cara Aiko Urfia Rakhmi melihat jemuran; secara lebih mendalam.  Pemahaman itu pula yang membawa perupa kelahiran Tokyo ini ke pameran foto perdananya, Maling Jemuran. Setelah sukes tak terduga dari Maling Jemuran Part 1 di The Japan Foundation pada 2-17 Desember 2009 lalu, sang maling melanjutkan aksinya dengan Maling Jemuran Part 2 di Gedung Foto Jurnalistik Antara pada 9-16 Januari 2010. Layaknya paparazzi yang mengejar-ngejar selebriti secara sembunyi-sembunyi, Aiko mengejar jemuran ke berbagai pelosok nusantara - diantaranya Palembang, Bangka dan Belitung, Cirebon, Kampung Naga, Baduy, Ujung Genteng dan Tasikmalaya - selama dua tahun; memotretnya tanpa permisi dan mentahbiskan dirinya menjadi seorang maling foto jemuran.  Upaya kejar-kejaran ini menghasilkan 50-an karya foto bertemakan jemuran terpilih untuk dipamerkan dan dibukukan dalam buku fotografi berjudul sama. Ide instalasi foto ini berawal dari pertemuan kembali dengan seorang guru, yang kemudian menantang Aiko untuk berkarya dan mewujudkan mimpinya sebagai seniman.  Dengan dukungan guru, keluarga dan rekan-rekan terdekat - yang juga berbagi hasrat berkesenian, Aiko mengambil langkah berani untuk mewujudkan ide-ide liar yang selama ini dibungkam.  "Mimpi itu harus dikejar.. mati-matian," katanya dalam sebuah obrolan santai.  "Akan ada banyak orang yang gak percaya pada mimpi-mimpi lo, tapi pasti ada beberapa orang yang selalu di belakang lo.. you just gotta  stick with them," lanjutnya. Menyiapkan instalasi foto ini juga menjadi pembelajaran tersendiri untuk Aiko.  Tidak hanya ditantang untuk hunting objek ke berbagai tempat, Aiko juga ditantang untuk mendalami seluk-beluk jemuran: sejarah jemuran, budaya menjemur dan kaitannya dengan isu pemanasan global; mengajak kita untuk memahami suatu objek lebih dari sekadar kasat mata. Aiko sangat bersyukur pameran perdananya mendapat respon positif dari masyarakat dan media, bahkan melebihi ekspektasinya.  "Super luar biasa," katanya.  Tidak berlebihan sepertinya ekspresi Aiko ini, mengingat pameran perdananya ini berhasil mengundang perhatian media untuk meliput (kliping liputan media turut dijemur dalam instalasi ini), partisipasi pengunjung untuk menyumbangkan pakaian (dalam) berisi pesan untuk dijemur dan menyumbangkan aksi (salah satunya, peragaan Yoga Gembira pada Maling Jemuran Part 1) yang divideokan dan diputar ulang selama Maling Jemuran Part 2. What's Next Selanjutnya Aiko berencana mengadakan roadshow instalasi Maling Jemuran ke beberapa tempat; meskipun ide ini masih harus bergantung pada kucuran dana.  Secara umum Aiko mengaku sedang mengali lebih dalam ide-ide untuk karya berikutnya; mungkin dengan karya jahil dan nakal semacam ini, mungkin dengan karya 'serius'.  "Ingin menjadi diri sendiri dulu, duit comes next," katanya optimis.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline