Lihat ke Halaman Asli

Syafiatuddiniah (Tuty Queen)

Virtual Assistant | Founder Canva Creative Class | Kreator Pinterest Indonesia

Berkenalan dengan Batik Tangsel

Diperbarui: 10 April 2017   05:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang ini batik semakin digemari semua kalangan. Batik tidak lagi menjadi kain yang dipakai untuk acara-acara resmi atau sakral saja tapi juga menjadi pilihan untuk fashion. Batik di desain sebaik mungkin agar penggunanya bisa tampil fashionable dan benar-benar pas saat dikenakan. Apalagi bagi orang-orang yang paham filosofi batik, bisa membedakan mana yang cocok dipakai untuk acara pernikahan, mana yang bisa dipakai untuk sehari-hari, atau mana yang pas dipakai untuk acara ritual. Unik sekali kan batik ini.

Batik memang jadi kebanggaan. Batik adalah identitas bangsa Indonesia, memiliki makna simbolis dan nilai estetika yang tinggi. Di seluruh penjuru Nusantara tidak semua memiliki motif batik yang sana, masing-masing daerah memiliki ciri khas nya sendiri. Batik sendiri telah resmi diakui PBB (UNESCO) sebagai Warisan Kemanusiaan Untuk Budaya Lisan dan Non Bendawi Milik Indonesia pada 2 Oktober 2009. Makanya kalau ada negara lain yang mengklaim batik adalah milik negaranya kita senyumin aja ya.

Sabtu, 25 Maret 2017 lalu saya bersama komunitas Ketapels berkunjung ke Grya Batik Sekar Purnama yang berlokasi di Pondok Pucung, Kota Tangerang Selatan. Jujur saja saya juga baru tahu kalau ada batik etnik Tangerang Selatan. Grya yang kami kunjungi ini adalah milik Dra. Nelty Fariza Kusmilianti, pengrajin batik etnik Tangsel. Bu Nelty mengatakan bahwa beliau menyadari batik ini warisan dunia yang membanggakan. Awalnya bu Nelty bisnis cinderamata khas Nusantara, karena suami yang bekerja di perusahaan asing yang terkadang membutuhkan cinderamata khas Nusantara. Memang agak repot kalau mondar mandir hunting cinderamata khas Nusantara, akhirnya bu Nelty ingin produksi sendiri cinderamata tersebut dan pilihannya adalah batik.

Usaha yang dirintis bu Nelty sejak tahun 2004 ini berawal dengan batik etnik Banten. Setelah Tangerang Selatan lahir, bu Nelty membuat inovasi dari dengan membuat batik Tangsel. Menurut bu Nelty merintis usaha itu sebaiknya  usaha yang berkualitas dan berbasis kearifan lokal. Seperti batik Tangsel ini, ada yang tersampaikan lewat batik yaitu budaya Tangerang Selatan. Karena batik Tangsel belum ada Perda nya, jadi untuk motif di imajinasikan dengan destinsasi wisata dan potensi yang ada di Tangsel. Misalnya anggrek, sudimara, ayam wereng, ondel-ondel, debus, rumah blandongan, rampak bedug, dll.

Dalam membatik diperlukan ekspresi jiwa, karena ada pengaruhnya dengan motif, jika saat pengerjaan mood dan soul nya bagus, motif yang dihasilkan juga bagus. Benar-benar harus telaten, nggak semudah yang kita bayangkan dan bukan cuma coretan biasa. Saya dan teman-teman Ketapels mendapat kesempatan workshop membatik hari itu. Benar-benar merasakan bagaimana melototin garis-garis motif, berhadapan dengan kompor dan wajan yang berisi malam tulis, berusaha untuk rapi yang ada malah keluar dari alur. Wajarlah kalau batik mahal, karena proses pembuatannya nggak gampang loh. Jangan bandingkan dengan produk-produk asing yang menjual motif batik dengan harga lebih murah ya, karena itu hanya tekstil. Kalau teman-teman mengikuti workshop membatik seperri saya dan teman-teman Ketapels pasti akan lebih mengerti dan menghargai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline