Gunungan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang yang menyentuh tinggi 16 lantai menandakan betapa daruratnya permasalahan sampah di Indonesia.
Menurut laporan “The Atlas of Sustainable Development Goals 2023” yang dirilis Bank Dunia, Indonesia diketahui berada di peringkat ke ke-5 sebagai negara penghasil sampah terbesar di dunia, yaitu sebanyak 65,2 juta Ton per tahun.
Sementara penelitian dalam jurnal Nature (2024) yang dilakukan University of Leeds, Inggris, menyebutkan Indonesia sebagai penyumbang polusi plastik terbesar ketiga di dunia setelah China dan Nigeria.
Seperti yang kita ketahui, sebagian besar sampah di Indonesia dibawa dan dibiarkan menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir/Sampah (TPA/TPS). Sementara volume sampah terus melaju, banyak TPA yang kini kehabisan muatan, seperti yang terjadi di TPST Bantar Gebang. Di beberapa wilayah, bahkan sampah dibiarkan menumpuk begitu saja di jalanan.
Tumpukan sampah juga memicu munculnya gas Metana (CH4) yang 80 kali lipat lebih berbahaya dibanding Karbon dioksida (CO2).
Gas Metana adalah salah satu gas rumah kaca yang menjadi penyebab utama atas naiknya suhu bumi. Panasnya gas Metana juga pernah mengakibatkan beberapa TPA meledak seperti yang pernah terjadi di TPA Leuwigajah, Cimahi.
Butuhnya Peran Multi-Stakeholder
Rumitnya permasalahan sampah di Indonesia bukan hanya urusan satu atau dua orang. Masalah sampah adalah masalah kita bersama yang harus diselesaikan secara bersama-sama.
Seperti kata aktivis politik Amerika, Helen Keller, “Sendirian kita hanya dapat melakukan sedikit, bersama-sama kita bisa melakukan banyak hal."
Ya, upaya pengurangan sampah memerlukan peran banyak pihak alias multi-stakeholder.