Sejak mulai mengompos, saya jadi sering memerhatikan sampah.
Di pasar, sampah sayur dan buah busuk dibiarkan teronggok begitu saja di pojokan. Daun-daun kering di jalan, serbuk kayu hasil gergajian dan sekam padi, lebih sering dibakar agar tidak berterbangan dan mempercepat pembuangan.
Ah, andaikan mereka tahu... Seberapa besar bahaya zat metana akibat timbunan sampah dan karbon dioksida dari hasil bakaran sampah, untuk ozon bumi. Mungkin mereka (dan saya) akan lebih menyadari pentingnya mengelola sampah, terutama sampah yang kita hasilkan sendiri.
Mengompos telah banyak membawa perubahan bagi diri saya pribadi maupun keluarga.
Kami jadi lebih sadar tentang sampah dan belajar untuk memilahnya. Kami juga sering berbagi tugas untuk mengolah kompos, serta memupuk rasa tanggung jawab pada lingkungan.
1. Belajar memilah sampah
Sebelum mengompos, kami sekeluarga selalu menyatukan sampah di kantong yang sama.
Sisa-sisa makanan, potongan sayur, tulang ayam, bungkus royko, plastik es, semua dimasukkan ke dalam satu kantong untuk kemudian dibuang di tong dekat rumah.
Dalam sehari, kami bisa menyetor dua hingga lima kantong sampah (tergantung frekuensi memasak).