Lihat ke Halaman Asli

Tutut Setyorinie

TERVERIFIKASI

Pegiat Lingkungan

Cerpen | Sambutan Tanah Tandus, Udara Gersang dan Awan Mendung Untukmu

Diperbarui: 21 Februari 2018   17:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: alamy.com

Mungkin kamu terkesiap ketika tidak lagi melihat langit-langit kamar, meja belajar, ataupun sarung bantal yang sering kali terlepas dan jatuh ke lantai. Bola matamu mungkin hanya menangkap sekawan warna biru berselimut abu-abu yang kamu kenali sebagai mendung. Aku tidak tahu apa kamu ketakutan, kebingungan, atau justru penasaran. Kupikir tidak ada salahnya menebak bahwa kamu tengah berkeliling memuaskan hasrat keingintahuanmu.

Namun, jangan kaget. Di sana tidak ada belokan, gang-gang kecil atau sebuah pintu ajaib yang dapat menunjukan jalan keluar. Karena tempat itu hanya menampakkan tanah lapang dan langit mendung seluas mata memandang. Kamu mungkin berpikir tengah berada di gurun Tibet atau daerah tandus di Sahara. Namun, faktanya, tidak.

Aku mengenal tempat itu sama dengan mengenal diriku. Tempat itu pernah indah, penuh bunga, dan kolam ikan. Jika kamu berkunjung ketika pagi, kamu akan melihat warna oranye yang perlahan-lahan meninggi lalu membaur dengan langit. Kamu akan mendengar kepakan sayap lebah yang berkejaran menghisap madu di kuncup bunga warna-warni. Kamu juga akan mendengar gemericik air terjun, hingga suara ombak yang memecah buih di ujung lautan.

Namun, tempat itu telah lama berubah. Aku tidak tahu apakah seseorang diam-diam menyusup dan membabati tanaman itu sampai habis. Atau seorang politikus sengaja meratakannya untuk di jual kepada oknum yang menyediakan berjuta rupiah. Hukum bisa diperjualbelikan, kamu tahu?

Tetapi perkara ini jauh lebih sederhana dari hukum. Perkara ini tidak melibatkan meja hijau pengadilan atau orang-orang bertuksedo hitam dengan kitab undang-undang. Kamu bahkan tidak perlu meminta kamus untuk menerjemahkan. Cukup duduk diam, silangkan kakimu, dan lihat aku.

Aku yakin kamu mengenaliku. Sudah berapa kali kita bertemu? Puluhan. Jangan minta aku menyebutkan detailnya, jika tidak ingin terperangah. Kamu tahu cara seorang ibu menyayangi sang anak? Ya, dengan membelikan kue di tanggal ulang tahunnya. Kamu tahu cara seorang ayah menjaga sang anak? Dengan mengetahui jam masuk dan pulang sekolah untuk memastikannya tetap berada dalam jangkauan. Kamu tahu cara seorang kekasih mencintai kekasihnya? Dengan mengingat hari bersejarah untuk kembali dikenang. Dan mungkin kini kamu tahu, mengapa aku mengingat setiap detail pertemuan kita.

Dengar, aku. Ingatkah kamu kita pernah terlibat dalam perbincangan yang sama? Ah, bukan perbincangan hangat untuk dikenang. Lebih ke perdebatan singkat yang justru sulit dilupakan. Sering kali kita senang atas kekalahan yang lain. Atau juga murung karena kemenangan yang lain. Kamu tidak mudah percaya, akupun juga. Lantas membuatku bertanya, bisakah kita saling percaya pada akhirnya?

Lihat, aku. Sudah pantaskah aku di matamu? Jangan tanya berapa lama aku mematut diriku di kaca, memilih baju terbaik dan dandanan teristimewa yang kubisa. Namun aku bukan ahli rias yang pandai memakai serbuk merah di pipi, atau warna-warni di kelopak mata. Aku hanya mengusahakan agar senyumku tampak anggun ketika mata kita tak sengaja bertemu.

Dan hari itu, kurasa aku telah menampilkan yang terbaik. Jika aku berada dalam ajang kompetisi, aku yakin posisiku tidak akan berada di lima terbawah. Namun ini bukanlah kompetisi. Tidak ada perebutan hadiah, ataupun barang mewah. Tidak ada peserta atau juri yang memberi penilaian. Dalam ajang itu, hanya ada kamu. Karena aku sudah berada di posisi kalah yang harus melihatmu pergi.

Sekarang lihat sekelilingmu dan kamu akan mengerti. Jangan bertanya siapa yang merusak kolam dan ribuan kuncup bunga warna-warni. Jangan bertanya siapa yang diam-diam menyusup dan membabati tanaman itu sampai habis. Tanah tandus, udara gersang, awan mendung, dan aku akan mengucapkan kata sambutan untukmu,

"Selamat datang di hati yang patah."


20 Februari 2018.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline