Lihat ke Halaman Asli

Balada Bangku Usang

Diperbarui: 11 Juli 2015   22:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah bangku hitam terlihat usang di pinggir jalan. Terlihat malang, jarang ada yang mau duduk di sana. Semua orang memandangnya jijik. Bangku itu sudah dianggap seperti pelaku asusila saja.

Aku heran. Sebagai pendatang baru, aku bersikap skeptis setengah mati. Bagiku ia tetap bangku pada umumnya. Terbuat dari kayu, dicat hitam gelap. Apa yang salah dari bangku itu? Aku anggap orang-orang di sini sudah berpikir kotor soal keberadaan bangku itu.

"Orang yang duduk di sana akan bersikap aneh. Biasanya cenderung gila dan jadi gelandangan." Kata seorang perempuan muda yang gincu merahnya meleber ke mana-mana.

"Pak Amin yang baru duduk di sana tak lama kemudian mati menabrakkan diri ke kereta."

Skeptisku semakin menjadi-jadi. Kali ini rasa penasaranku sudah mencapai ubun-ubun. Kali ini, aku harus mengeceknya langsung. Tak ada satu hipotesispun di kepalaku. Aku perlu bukti konket dan logis.

Siang ini, kudatangi bangku itu. Kali ini aku harus menyamar. Aku memakai pakaian hangat super lengkap. Ada syal pula yang melingkar di leherku. Dan kacamata hitam untuk menyembunyikan mataku. Mirip kostum drama korea ketika musim dingin. Bodohnya, aku baru sadar, aku tinggal di negara tropis yang panas.

Aku kegerahan. Tapi aku tak mau patah semangat. Bagiku memecahkan mitos itu adalah suatu tantangan. Orang-orang di sini sudah keterlaluan menganggap bangku itu seperti pelaku asusila.

Kupandang dia dari kejauhan. Tak lama ada seorang pemuda yang duduk di sana. Segera kusambangi dia.

"Hei, anak muda, mengapa kamu di sini?" tanyaku

"Apa tanya-tanya? Aku sedang butuh sendiri."

Dia menghardikku. Aku bertanya baik-baik. Mengapa dia harus marah? Tak perlu berpikir panjang, kutinggalkan dia. Beberapa hari kemudian tersiar kabar, pemuda itu masuk rumah sakit jiwa. Depresi akibat putus cinta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline