"Assalamu'alaikum, Mbak Tutut. Saya Laila Istiana."
Perempuan berusia sekitar 46 tahun di hadapanku memperkenalkan dirinya. Saya berpikir, buat apa lagi dia menyebut namanya. Wong justru saya yang mencarinya karena mendapat tugas mengikuti kegiatannya.
Tidak perlu waktu lama untuk menyesuaikan diri dan situasi. Mbak Nana, panggilan untuk Laila Istiana dari orang-orang terdekatnya, tidak peduli dengan kecanggunganku.
Langsung saja anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional itu menembak dari jarak dekat, "Mbak Tutut asli mana?"
Sejujurnya, pertanyaan seperti itu dari siapa pun membuatku harus menyusun jawaban di otak untuk beberapa detik kemudian mengeluarkannya lewat mulut.
"Saya kelahiran Jakarta. Orang tua dari Jawa Tengah." Aku memang tidak berani mengaku sebagai suku Jawa karena tidak pandai berbicara dalam bahasa Jawa.
"Ngerti bahasa Jawa, kan?"
"Ya... kalau ngoko aja sih ngerti."
"Oh ya. Kita ngoko semua kok di sini."
Sebuah pernyataan yang melegakan. Artinya, kami semua sama. Tidak ada batasan strata. Dan aku diperkenankan nimbrung di obrolan mereka.
Perjalanan bersama Laila Istiana, meskipun tidak saling kenal sebelumnya, terasa menyenangkan. Waktu seperti terlalu cepat berlalu. Seperti emak-emak pada umumnya, Mbak Nana sangat peduli pada orang di sekitarnya.